Dampak era digital dan industri 4.0 ini merambat ke mana-mana. Teknologi canggih bukan hanya dominasi elektronik dan industri. Teknologi juga tembus hingga ke dapur dan kue tradisional. Kue tradisional yang dulu ramai di zaman Orba, nyaris punah di era Digital. Kayak Badak Jawa yang hanya ada di Ujung Kulon. Generasi Millennial sudah migrasi sesuai seleranya.
Astrid (2019) mengatakan, era pasca Revolusi Industri 4.0 menyajikan ribuan tantangan, sekaligus sejuta peluang. Internet, multimedia dan konco-konconya akan ramai-ramai membawa perubahan di berbagai bidang kehidupan. Era Revolusi Industri 4.0 menjadikan timur dan barat tanpa jarak, waktu dan ruang.Â
Munir (2016) mendukung pendapat Astrid. Guru Besar bidang multimedia ini menggambarkan betapa ke depan dunia multimedia begitu luas jangkauanya. Benar juga. Dari multimedia ini, kemudian bisa mencuat ide-ide gila terkait Tata Boga, food and beverages, yang membuat jenis makanan dan kue jadi tambah aneh-aneh rasa dan aromanya.Â
Saat ini kita masih butuh beras agar kenyang. Di masa depan, mungkin saja ada penemuan, di mana cukup menelan satu pil, jika tujuannya agar terasa penuh dalam lambung. Persis seperti dulu sebelum computer dan internet ditemukan. Ternyata yang dulu kelihatan impossible, sekarang, everything is possible. Â
Saat ini kalau ke pasar tradisional pun, jarang bisa dengan gampang menemukan murni makanan tradisional. Rata-rata jenis makanan model kini sudah di-ATM-kan. Di-Amati, di-Tiru, kemudian di-Modifikasi. Kue zaman dulu, kini dikemas beda.Â
Bayangkan, sekarang ada Lapis Telo (Ketela Rambat), Kue Cubit topping modern, Kue Rangin (Pancong Coklat Keju), Martabak Manis warna warni, Surabi bernuansa Pancake, Onde-onde aneka rasa, Apem bakar, Sawut Ogiri, Lemper isi Tuna, dan lain-lain.
Ada lagi aneka kue kering yang laris menjelang Lebaran seperti Nastar, Kastengel, Putri Salju, dan Cornflakes. Di Cookpad.com, terdapat lebih dari 30.000 resep kue kering Lebaran yang enak dan sederhana. Bisa dimengerti, karena satu jenis kue jika di-ATM-kan, akan berubah jadi macam-macam. Nastar misalnya, ada yang rasa Keju, ada Kacang, ada rasa Ori.
Seorang tetangga ada yang tinggal dan menetap di Belanda. Beberapa teman-teman perawat juga ada yang bekerja di sana. Kata mereka, kue-kue yang ada di Belanda, sebagian ditemukan dengan mudah di Indonesia. Sebaliknya, yang di Indonesia pun, ada yang bisa ditemui di Belanda. Orang kita yang di luar negeri juga sangat kreatif. Bisa kerja sambil jualan kue.Â
Nastar, katanya berasal dari kata 'Ananas' dan 'Taart/Tart/Pie' yang artinya Tart Nanas. Kue ini digemari oleh orang Eropa, biasanya diisi Strawberry, Blueberry dan Apel. Terbuat dari campuran adonan Terigu, Mentega, Gula dan Telur. Bentuknya bulat dengan tambahan cengkeh atau kismis di atasnya.Â
Di Indonesia Nastar ini dimodifikasi, termasuk ukurannya. Demikian juga Kastengel. Kue ini juga 'Akte Kenal Lahir nya' Belanda. Berasal dari kata 'Kaastengels', kaas (keju) dan stengels (batangan).Â
Di negerinya sana, Kastengel bentuknya lebih panjang sekitar 30 cm. Di Indonesia, karena tidak umum Oven berukuran besar, bentuknya diubah menjadi lebih mungil. Konon, orang Indonesia mengenal kue kering ini dari nyonya-nyonya Belanda pada masa kolonial.Â