Perencanaan adalah kaki pertama untuk kesuksesan. Satu kaki lainnya adalah implementasi sampai terwujudnya rencana itu sendiri.
Seperti sebuah kutipan lama: "jika kita gagal membuat rencana, maka kita merencanakan kegagalan"
Tentu ada sedikit orang yang cukup beruntung untuk sukses tanpa perencanaan, namun apa kita cukup percaya diri bahwa kita yang sedikit itu?
Pernikahan adalah sebuah siklus umum bagi bangsa Asia. Menikah adalah siklus setelah masa-masa sekolah berakhir.
Lalu apa pentingnya perencanaan dalam pernikahan? Segalanya!
Setelah menikah, lebih-lebih ketika memiliki keturunan, ada dua hal berharga manusia yang harus disisihkan: waktu dan kebebasan. Dengan asumsi sang pasangan muda adalah orang tua yang bertanggung jawab, maka mereka haruslah mengalokasikan dua hal tersebut diatas kepada anak-anak mereka, dua hal yang sering mereka hamburkan dulu dimasa lajang, dan kini menjadi sesuatu yang mahal dimasa-masa menjalani siklus orang tua.
Soal usia pernikahan ideal sering menjadi perdebatan klasik dari masa ke masa. Umumnya semakin tinggi pendidikan maka semakin memiliki kecenderungan menunda pernikahan, ditambah lagi budaya pop barat yang semakin meneguhkan mindset menunda pernikahan.
Jadi berapa idealnya? Opini umum adalah pria umur 29 dan wanita umur 27.
Tidakkah terlalu lama? Tentu setiap orang memiliki sudut pandang yang mungkin tidak setuju dengan opini tersebut.
Tapi sebelum didebat, mari kita telaah alasan dibalik opini diatas.
Usia 22 adalah umur dimana umumnya mahasiswa mendapat gelar sarjana-nya. Dan kebanyakannya perlu satu bahkan dua tahun untuk mendapatkan pekerjaan tetap yang menjadi pegangan sampai masa pensiun, satu dua tahun itu entah dipakai pindah-pindah pekerjaan sementara, atau ada pula yang ngotot tidak bekerja sampai mendapatkan pekerjaan idealnya.
Usia 24 atau 25 adalah usia dimana sang karyawan muda mulai membangun hidupnya, umumnya mereka mulai berani mengambil KPR Rumah dan mengisi perabotannya.
Usia 27-29 adalah saat-saat puncak karyawan muda -dengan asumsi mereka rajin menabung- memiliki kemapanan finansial, mereka cukup tabungan untuk saat-saat darurat mereka.
Karena itu umur 27-29 adalah saat yang paling ideal untuk memulai pernikahan, karena diusia seperti itulah mereka memiliki hal paling mendasar dalam hidup: kemapanan finansial.
Setelah menikah, ada satu hal yang perlu direncanakan: jadwal memiliki anak. Dengan asumsi pernikahan diusia 27-29 maka seharusnya pasangan muda tersebut langsung memiliki keturunan. Yang harus diperhatikan adalah jarak antara anak satu dengan lainnya. Idealnya rentang usia adalah diatas satu tahun dan tidak dalam rentang 3,6,9 tahun. Mengapa? Mari kita telaah.
Dengan asumsi semua anak akan dikuliahkan sampai minimal sarjana, maka mereka akan melalui masa-masa masuk SD, SMP dan SMA. Biaya terbesar umumnya dihabiskan untuk uang bangku atau uang masuk sekolah, dewasa ini uang bangku masik SD saja bisa puluhan juta.
Apabila anak pertama dan kedua memiliki rentang tiga tahun, maka ketika si anak baru masuk SMA, maka si adik akan masuk SMP. Timing masuk keduanya secara bersamaan akan memberatkan finansial keluarga, hal itulah yang akan menjadi bom waktu finansial keluarga. Tidak sedikit ada cerita anak pintar diterima di kampus ternama harus membatalkan keinginannya karena uang kuliahnya dipakai untuk biaya sekolah si adik. Tentu kita tidak mau hal itu terjadi kepada anak-anak kita.
Sebagai kesimpulan, adalah penting sekali untuk kita menyiapkan dana pendidikan anak-anak kita -terlepas apapun instrumen investasinya- agar pendidikan mereka terjamin dan kelak sebagai bekal mereka menyiapkan masa depan yang sama seperti yang kita rencanakan saat ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H