Mohon tunggu...
Ridanurmasita
Ridanurmasita Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

"Semakin aku banyak membaca, semakin aku banyak berpikir; semakin aku banyak belajar, semakin aku sadar bahwa aku tak mengetahui apa pun"_Voltaire

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Krisis Kemanusiaan pada Palestina: Ketidakadilan Global dan Diamnya Kekuatan Dunia

22 Agustus 2024   17:01 Diperbarui: 22 Agustus 2024   17:01 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://encrypted-tbn1.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcRZ6REBDtk7QqmRYNHe_oZOzK4uiXrY7eaL3FXQxEgmcIRFrdwg


Setiap individu memiliki hak asasi yang melekat pada dirinya sejak ia lahir. Jika terjadi pelanggaran ,pastinya akan menimbulkan reaksi dari pihak yang dilanggar. Sama halnya dengan pelanggaran HAM yang terjadi di Palestina , Konflik terjadi bukan hanya pertentangan politik negara ataupun teritorial antar negara, melainkan sudah mencederai hak dan kebebasan manusia. Pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Israel merupakan pembegalan hak-hak dasar, terutama hak hidup dan merasa aman.

Banyak pihak yang telah menyerukan untuk mengakhiri pelanggaran HAM yang terjadi di Palestina, tetapi hingga kini perselisihan antara Palestina-Israel terus berlanjut, yang mengakibatkan luka mendalam, terutama trauma bagi anak-anak Palestina. Konflik ini banyak menuai kritikan dari seluruh dunia,pasalnya konflik ini dapat menyebabkan disintegrasi dan masalah berkepanjangan yang banyak melibatkan kelompok-kelompok penting, maupun masyarakat biasa.

Israel menganggap tanah Palestina merupakan tanah yang telah dijanjikan oleh Tuhan mereka. Ini yang mendorong mereka bersifat agresif untuk merebut tanah Palestina. Amerika Serikat, yang merupakan salah satu negara berpengaruh di dunia, dan memiliki hak Veto memosisikan diri berada di kubu Israel dan mendukung secara penuh untuk mendirikan negara di tanah Palestina.

Hal tersebut dapat memberikan dampak buruk bagi warga sipil yang di sana. Di sisi lain, kelompok Hamas memberikan perlawanan pada Israel atas apa yang terjadi di Palestina, meskipun mereka mereka mendapatkan tuduhan sebagai kelompok teroris oleh Israel. Beberapa negara mengutuk serangan yang dilakukan Hamas pada Israel, padahal itu merupakan bentuk dari perlawanan diri untuk mempertahankan apa yang telah menjadi hak mereka.

Konflik yang terjadi antara Palestina - Israel merupakan pelanggaran HAM berat, karena telah menghilangkan hak hidup masyarakat. Kekerasan yang terjadi terus - menerus mengakibatkan penderitaan di luar prinsip kemanusiaan.

Dikutip dari situs resmi Komnas Perempuan, menurut laporan dari Biro Pusat Statistik Palestina (PCBS), sejak konflik bersenjata meletus pada 7 Oktober 2023, lebih dari 36.000 warga Palestina telah tewas, sementara 86.000 lainnya terluka. Dari jumlah tersebut, 36.171 korban jiwa berada di Jalur Gaza dan 519 di Tepi Barat. Korban anak-anak mencapai 15.162 jiwa, dengan puluhan ribu anak lainnya terpisah dari keluarga mereka. Korban perempuan yang tewas dalam serangan Israel mencapai 10.018 orang, sementara 7.000 lainnya hilang.

Media massa melaporkan bahwa dalam 100 hari pertama konflik, lebih dari 1.000 anak Palestina di Gaza terbunuh. Sebanyak 1,2 juta warga Palestina menjadi pengungsi, dan banyak dari mereka harus mengungsi berulang kali untuk mencari tempat aman.

Berdasarkan laporan tematik ACAPS,dalam temuan utamanya mengatakan bahwa paparan kekerasan, kehilangan kerabat, kekurangan makanan, dan kekurangan air sejak 7 Oktober 2023 telah meningkatkan kebutuhan kesehatan mental dan psikososial anak-anak.

Banyak anak-anak mengalami kecemasan dan kurang tidur, di antara trauma lainnya. Konsekuensi psikologis tersebut kemungkinan memiliki efek jangka panjang, seperti masalah perkembangan.

Pada tanggal 24 Januari 2024, hampir 1,7 juta orang terlantar, hampir 50% (850.000) di antaranya adalah anak-anak, tinggal di tempat penampungan kolektif darurat (UNRWA dan tempat penampungan umum), di lokasi informal yang dekat dengan tempat penampungan UNRWA dan lokasi distribusi, dan bersama keluarga angkat. Kurangnya tempat berteduh dan ruang aman bagi anak-anak membuat mereka rentan terhadap kekerasan, perlindungan, gizi, serta risiko kesehatan lainya. Pasukan Israel telah menetapkan Khan Younis di Jalur Gaza selatan sebagai zona aman yang diperintahkan untuk dievakuasi oleh warga Palestina dari utara, tapi nahasnya operasi militer mereka juga menargetkan zona-zona ini.

Palestina yang berusaha sekuat tenaga untuk merdeka dan bebas dari penjajahan ini selalu gagal. Mereka dimanfaatkan dan di tempatkan di tengah-tengah kepentingan global Amerika Serikat. Arab yang merupakan sekutu Amerika yang tergolong kuat, terlihat seolah-olah membantu ,tapi pada kenyataannya mereka tidak bersungguh-sungguh memperjuangkan kemerdekaan Palestina. Berbeda dengan Indonesia yang selalu mendukung penuh dari sisi politik maupun dukungan kemanusiaan untuk Palestina, mengingat betapa dulu Palestina yang pertama kali mengakui kemerdekaan Indonesia.

Pada situasi yang terus memanas ini, pihak-pihak yang cukup berpengaruh seperti PBB memiliki peran yang krusial untuk menangani konflik Palestina -Israel dengan memberikan tanggung jawab kepada Dewan Keamanan untuk menjaga perdamaian dan keamanan global. Sebagai upayanya, PBB telah mengeluarkan banyak resolusi, salah satunya No. 2728 Tahun 2024, yang menyerukan gencatan senjata di Gaza dan menjamin akses kemanusiaan ke wilayah tersebut. Akan tetapi, sampai saat ini resolusi itu tidak dijalankan dan Israel terus melakukan operasi militer yang membahayakan warga sipil.

Amerika dan Israel menolak gencatan senjata karena mereka menganggap bahwa hal tersebut dapat menguntungkan pihak Hamas dan mengancam keamanan Israel. Meskipun PBB telah melakukan berbagai upaya untuk menyelesaikan konflik ini, tetapi hingga kini terbukti bahwa pengaruhnya terhadap Israel tidak cukup kuat, dan tegas karena konflik masih berlangsung tanpa solusi yang jelas.

Mahkamah Pidana Internasional (ICC) telah mengeluarkan tuduhan kejahatan perang dan surat perintah penangkapan terhadap para pemimpin Israel dan Hamas pada 20 Mei lalu, tetapi Israel selaku penyerang tidak memberikan perhatian yang signifikan terhadap peringatan tersebut.

"Komnas Perempuan mengingatkan bahwa tindakan agresi militer bersenjata yang menyasar warga sipil, pekerja kemanusiaan, pekerja medis, dan pemukiman penduduk merupakan pelanggaran terhadap Hukum Humaniter Internasional, serta merupakan bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan," ujar Komisioner Komnas Perempuan, Rainy Hutabarat.

PBB telah mengeluarkan resolusi yang menuntut Israel keluar dari wilayah pendudukan, namun Israel tetap enggan meninggalkan daerah tersebut dan PBB tidak memberikan sanksi tegas. Konflik yang berkepanjangan ini sangat mempengaruhi tatanan sosial dan budaya, serta berdampak signifikan pada kondisi ekonomi, politik, dan sosial budaya di kedua negara tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun