"Mau apa kamu kesini" ucapku sambil menampar wajah Milzam.
Milzam tiba-tiba memelukku sangat erat sekali, ia menatap tajam mataku. Ada ketenangan ketika aku menatap matanya. Sedikit demi sedikit hatiku mulai tenang kembali. Ia memberiku air minum.
"Sayang tadi pagi kamu belum minum obat ya" ucap Milzam sambil memberikan obat.
Aku langsung meminum obat penenang. Aku tersadar ternyata Anna, anakku yang manis seperti brownies keju itu sudah pergi untuk selamanya. Ternyata tadi pagi hanya halusinasiku yang terlalu berlebihan. Psikisku terganggu karena sebelum ada Melani, setiap hari aku melamun. Aku bisa tiba-tiba marah, sedih, kasar tak menentu ketika mengingat Anna.
Semenjak Melani menjadi tetanggaku, aku seakan lupa kepada Anna. Aku mengira sudah sembuh tapi ternyata tidak. Ketika mendengar Melani akan pergi, alam bawah sadarku seakan tak terima dan kegilaanku muncul kembali.
Aku harus belajar lebih ikhlas. Aku harus mengikhlaskan Anna. Aku harus percaya jika Anna pergi pasti akan ada kebahagiaan yang lebih indah. Aku sangat merindukan Anna, setiap melihat brownies keju selalu teringat senyumannya yang manis.
"Milzam, apa aku bisa sembuh?" tanyaku.
"Bisa, tenang saja aku selalu didekatmu dan selalu berusaha menyembuhkanmu" ucap Milzam.
Setelah beberapa saat aku memeluk Milzam karena lelah emosiku banyak keluar. Aku meminta maaf karena sudah menamparnya. Ia hanya tersenyum dan mencubit pipiku.
"Sayang masih lelah? Aku saja ya membereskan rumah yang berantakan ini" ucap Milzam.
"Tidak, ini ulahku kamu duduk saja Milzam" ucapku.