Salah satu kebijakan paling mengerikan dari kepemimpinan Hitler adalah kampanye pemurnian rasial yang dijalankan melalui Hukum Nuremberg pada tahun 1935. Hukum ini menetapkan peraturan yang mendiskriminasi orang-orang Yahudi dan kelompok minoritas lainnya. Orang Yahudi dilarang menikah dengan non-Yahudi dan diusir dari berbagai profesi. Mereka juga diharuskan mengidentifikasi diri mereka secara publik sebagai Yahudi, yang membuat mereka rentan terhadap serangan dan diskriminasi.
Selain kaum Yahudi, Hitler juga menargetkan kelompok-kelompok lain yang dianggap "tidak murni" atau "cacat," seperti Gipsi, homoseksual, orang cacat mental, dan individu dengan disabilitas fisik. Kelompok-kelompok ini dianggap sebagai ancaman bagi kemurnian ras Arya dan oleh karena itu dipandang layak untuk "dimusnahkan." Kebijakan ini mengarah pada Holocaust, di mana jutaan orang dibantai secara sistematis sebagai bagian dari upaya Hitler untuk menciptakan masyarakat yang sesuai dengan idealnya tentang kemurnian ras.Â
Sistem Pendidikan yang Dikontrol Ketat
Hitler menyadari bahwa generasi muda adalah kunci untuk mempertahankan ideologi Nazi dalam jangka panjang. Oleh karena itu, ia memastikan bahwa sistem pendidikan di Jerman sepenuhnya dikontrol oleh negara dan sesuai dengan nilai-nilai Nazi. Kurikulum sekolah disusun untuk mengajarkan nasionalisme ekstrem dan mempromosikan kemurnian ras Arya. Sejarah dan sains disajikan sedemikian rupa untuk mendukung pandangan dunia Nazi, sementara pemikiran kritis dan perbedaan pendapat dilarang.
Pendidikan dalam rezim Hitler juga melibatkan pelatihan fisik yang intensif, dengan tujuan mempersiapkan anak-anak muda untuk menjadi tentara atau pekerja yang setia terhadap Nazi. Melalui kontrol ketat terhadap pendidikan, Hitler menciptakan generasi yang loyal terhadapnya dan siap untuk berjuang demi nilai-nilai Nazi.Â
Kegiatan Militer dan Ekspansi Agresif
Hitler menggunakan militer sebagai alat utama untuk mewujudkan visi "Living Space" bagi bangsa Jerman. Setelah mengonsolidasikan kekuatannya di dalam negeri, Hitler memulai ekspansi ke negara-negara Eropa sebagai langkah untuk menciptakan ruang hidup yang lebih besar bagi bangsa Jerman. Invasi ke Polandia pada tahun 1939 menandai dimulainya Perang Dunia II, yang kemudian berlanjut dengan invasi ke negara-negara lain di Eropa.
Gaya kepemimpinan militeristik Hitler ditandai dengan strategi yang sangat agresif dan penuh risiko. Ia percaya bahwa kekuatan militer adalah sarana yang sah untuk mencapai kejayaan bangsa, dan oleh karena itu, setiap upaya untuk memperluas wilayah harus dilakukan tanpa rasa takut atau ragu-ragu. Kebijakan ekspansionis Hitler berakhir dengan kehancuran besar-besaran di Eropa dan berujung pada kekalahan total Jerman pada tahun 1945.