Mohon tunggu...
Rida Fitria
Rida Fitria Mohon Tunggu... Freelancer - An author of several books; Sebongkah Tanah Retak, Bunga dan Duri, Paradesha, Jharan Kencak, dll.

Ketika kita berkata, "Selamatkan bumi!" Sejatinya kita sedang menyelamatkan diri sendiri dan anak cucu dari bencana dan kepunahan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Adilkah Seorang Penulis Dibenci Karena Pemikirannya?

9 Mei 2011   02:06 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:56 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang Salman Rusdi bahkan jadi target pembunuhan karena sebuah novel yang ia tulis. Dan Najib Mahfudz peraih nobel tahun 1988 - pengarang yang banyak menulis tentang kehidupan kelas menangah ke bawah di Kairo -  ditusuk lehernya karena alasan yang kurang lebih sama. Begitupula Gao Xingjian, seorang Cina yang memaparkan pemikirannya dalam sebuah tulisan, kemudian harus menjadi eksil di Prancis. Bahkan seorang Pram pun dipenjara di dua era yang berbeda juga karena kreativitas di ranah terindah baginya, 'dunia pikiran' yang mengantarnya sebagai legenda sang novelis dengan tetraloginya yang fenomenal.

Memandang semua fakta-fakta tersebut, pagi ini saya pun berpikir tentang 'tragedi intelektual' yang di dunia Kebebasan Berpikir harusnya tak perlu terjadi. Jika sebuah tulisan begitu menyentak kesadaran banyak orang, artinya telah timbul percikan kecil yang perlahan membesar karena nilai universalitasnya semata. Karena jika sebuah tulisan tidak bernilai apa-apa, maka secara hukum alam 'ia' akan terlupakan. Waktu akan menguburnya begitu saja. Dan itu tidak akan pernah dialami oleh sebuah tulisan yang bernyawa karena telah membawa pesan-pesannya yang universal, yang ada dan menyentuh setiap kepala di dunia ini. Dan jika dipikirkan secara mendalam, bukankah teramat konyol karena sebagian kita - yang arogan dan menolak jujur pada hati nuraninya - ketakutan setengah mati pada sebuah tulisan yang riil menyuarakan sebuah realitas yang disembunyikan atau terabaikan?

Seorang penulis, yang pada mulanya harus menjalani proses 'belajar' yang sangat personal. Pada dasarnya hanya ingin mengekspresikan sebuah kejujuran di dalam dirinya. Hasil dari apa yang ia lihat, dengar, dan renungan. Karena penulis sejati hanya tahu apa itu yang disebut 'panggilan jiwa' yang bisa jadi telah meresahkannya selama sekian waktu. Lalu ia hanya perlu menuangkannya dalam sebuah tulisan jika tidak mau menjadi gila karena ketidak berdayaannya melawan 'kejahatan' di dunia nyata yang menggila.

Sesederhana itulah seorang Penulis. Hanya seseorang yang sangat manusiawi. Dengan 'seribu pertanyaan dan gugatan' di dalam tulisan-tulisannya yang juga manusiawi. Dan ketika ia dibenci karena tulisan-tulisannya, pemikiran-pemikirannya, sebenarnya kita telah membenci diri sendiri. Diri kita yang manusiawi. Lalu perlahan kita akan kehilangan rasa kemanusiaan kita. Yang membuat kita kehilangan sifat dasar dan hak asal usul, sebagai manusia yang beradab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun