Bandung adalah sebuah kota yang dijuluki kota kembang. Sebuah kota yang kaya akan budaya, wisata maupun kuliner yang kreatif dan inovatif.Â
Namun, ketika kita berbicara mengenai hal yang perlu dibenahi dalam semua keindahan ini, jawabannya adalah pengelolaan sampah yang berkelanjutan.Â
Hal ini diperlukan untuk merubah wajah Bandung yang akhir akhir ini sedang menghadapi krisis penumpukan sampah akibat kebakaran yang terjadi di TPA Sarimukti. Tentunya ini menjadi sebuah peringatan bagi seluruh kalangan mengenai bahaya sampah di masa kini maupun di masa yang akan datang.Â
Persoalan ini bukan hanya menjadi tanggung jawab masyarakat saja, namun pemerintah juga diharapkan untuk membuat kebijakan yang efektif serta sarana yang mampu menjadi solusi jangka panjang bagi permasalahan sampah di Bandung.Â
Pemerintah sedang gencar gencarnya dalam mengenalkan insenerator sebagai salah satu solusi untuk permasalahan sampah ini. Namun hal ini tentunya di tentang oleh berbagai kalangan, dikarenakan jika tidak ditangani secara tepat, asap polusi pembakaran yang tidak sehat tentunya akan menghasilkan polusi yang berbahaya di udara dan mengancam kesehatan lingkungan dan juga manusia di dalamnya.Â
Pemerintah dituntut untuk tidak hanya memikirkan pertumbuhan ekonomi, namun juga harus memahami dampak lingkungan yang ditimbulkan di masa yang akan datang.
Selain itu industri juga memliki tanggung jawab yang besar. Fokus industri pada profit seringkali membuat mereka abai terhadap kondisi lingkungan yang terdampak dari proses industri tersebut. Contohnya produsen plastik terus menghasilkan plastik yang sekali pakai dan tidak ramah lingkungan.Â
Produsen tersebut mengarahkan masyarakat pada sistem daur ulang sampah namun produksi plastik terus bertambah. Tentunya hal ini menimbulkan pertanyaan besar, apakah hal tersebut merupakan solusi? Tentunya daur ulang sampah bukan solusi utama yang dapat dijadikan patokan dalam permasalahan plastik.Â
Seringkali masyarakat diarahkan untuk daur ulang, Hal yang dirasa paling tepat adalah melakukan pengurangan (Reduce), menggunakan kemasan plastik yang dapat dipakai berulang kali (Reuse) dan ketika tidak ada solusi lain, maka daur ulang (Recycle) menjadi solusi terakhir.Â
Seharusnya perusahaan dapat membuat inovasi bisnis yang tidak bergantung pada plastik sekali pakai, contohnya seperti pemakaian sistem guna ulang dan isi ulang kemasan. Hal ini perlu dipertimbangkan karena plastik merupakan penyumbang sampah terbanyak ke dua di kota Bandung setelah sampah organik
Masyarakat dalam hal ini perlu memahami mengenai persoalan sampah terutama ketika kita berbicara mengenai mayaoritas sampah yang dikuasai oleh sampah organik. Pengeloaan sampah seperti penggunaan maggot dan juga eco enzyme dapat menjadi solusi dalam mengelola sampah organik.Â
Selain itu edukasi dari komunitas dan juga tentunya pemerintah harus terus dilakukan dalam upaya mengubah kebiasaan yang selama yang tidak memilah sampah sesuai dengan jenisnya.
Tentunya hal ini bisa tercapai jika memang pemerintah serius dalam hal penanganan sampah secara menyeluruh di Bandung, saat ini sudah lebih dari 2 bulan sejak kebakaran di TPA Sarimukti, namun polemik sampah nyatanya masih terus menghantui masyarakat.Â
Perusahaan pun harus tanggap dan melakukan perubahan proses bisnis yang bertahap dan menyeluruh untuk mengurangi produksi plastik yang berpotensi menjadi polutan sampah di masyarakat.Â
Masyarakat pun harus terus berkomitmen dalam memahami pentingnya pengurangan sampah serta mendukung terciptanya lingkungan hidup yang baik bagi Indonesia.
Kalau bukan dari kita yang bergerak, siapa lagi?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H