Kami tahu sebenarnya hal ini bisa terjadi denganku di kampung ini kapanpun. Sebab itu, sedari awal pak Guntur akan selalu meminta berada di ruangan yang sama denganku terutama kalau kami melakukan kegiatan di malam hari.
"Berani masuk ruangan ini, berhadapan dengan saya Mam!" ujar pak Guntur kepada pak Pakar sembari aku merekam semua pembicaraan kami malam itu.
"Keluar kau! Bangsat!" Ucapnya sembari keluar kantor.
"Banyak sudah sumpah serapah kau ucapkan pak Pakar padaku. Semua sudah terekam. Akan menjadi salah satu alat bukti ketika aku mengangkat tragedi ini ke pihak yang berwenang," gumamku pelan. Geram, kesal, marah, semua bisa kukendalikan. Aku sudah terbiasa berhadapan dengan orang-orang seperti pak Pakar, hal itulah yang membuatku senang masuk keluar kampung seperti kampung ini.
Malam itu menjadi malam yang begitu panjang. Aku sendiri diamankan ke rumah pak BPK untuk berdiskusi dan menceritakan kronologi kejadiannya. Kami berdiskusi hingga jam 2 pagi.
"Sudah, Nak. Yang kami tahu, kamu melakukan hal yang baik selama ini. Besok saya akan kumpulkan warga dan mengundangnya, pak Pakar, untuk memintai keterangan mengapa dia datang dan langsung marah seperti tidak berpendidikan," ujar pak BPK sebagai penutupn diskusi.
Aku dan salah seorang pemuda beranjak ke rumah, dan kami pun langsung tidur.
*
"Jadi begitu ceritanya, Pak. Dan untuk buktinya kita sama-sama mendengarkan rekamannya," ucapku kepada wakil Bupati sembari memutar rekaman kejadian malam itu.
"Sangat disayangkan, baik pak Rechard saya akan angkat beritanya," jawab pak wabup sembari meminta ijin melanjutkan pekerjaannya.
**
"Selamat malam Mam-Nek, kita sudah menunggu hingga pukul 10 malam ini, tetapi undangan kita tidak membuahkan hasil. Pak Pakar tidak mau bergabung ke forum kita. Pak Pakar sudah keterlaluan di kampung ini. Ada masalah tetapi tidak ingin menyelesaikannya bersama-sama. Pak
Recard sudah sangat baik jalannya, membawa masalah ini ke ruang diskusi bersama warga seperti malam ini," Ucap bapak kepala adat di acara malam penyelesaian masalah.
***
"Mam... Mam... Selamat pagi Mam," panggil salah satu pemuda ke tempatku.
"Kenapa Mam?"
"Itu Mam, ada kabar angin. Katanya pak Pakar dipindah jadi ke desa sebelah, betulkah itu Mam?"
****
(kring... kring... kring)
"Selamat pagi pak Recard, kabar baik dari dinas pendidikan kabupaten kita terkait Kepala SD yang di kampung itu sudah berhasil dimutasi menjadi kepala Sekolah kampung yang dekat kecamatan," suara dari telepon genggamku. "Terima kasih ya sudah membantu kami melaporkan tindakan-tindakan yang merugikan seperti itu," kata suara di telepon itu kembali.
"Oh gitu pak? Dimutasi saja? Terima kasih atas kerja kerasnya pak!" Tanpa panjang lebar kuakhiri perbincanganku dengan pak wakil bupati.
"Negara apa ini? Katanya negara hukum, tetapi kelakuan yang sudah merusak harkat dan martabat serta merusak masa depan anak-anak, hingga ke tunas bangsa di kampung ini hanya dimutasi? HANYA DIMUTASI? Sebegitu sulitnya kah mencopot status PNS di negara ini? Sebegitu sulitnya kah menghukum para PNS ini?" geramku dalam hati.
Seakan remuk tulang-tulangku, berita semacam itu lagi-lagi yang membuat darahku enggan mengalir. Huft. "Kau bisa bebas dari hukum manusia pak Pakar. Tetapi hukum dariNya menantimu."
****
"Mam-Nek, setidak-tidaknya kita sekarang sudah bisa berdiri di atas kaki sendiri. Nek semua sudah bisa mengelola pohon-pohon coklat di kebun menjadi aneka pangan coklat, tak lagi sekedar menjual buah kakao saja. Anak-anak muda sudah bisa mengoperasikan komputer dan menggunakan internet sebagaimana harusnya. Kalau ada hal-hal yang tidak diketahui, silahkan gunakan internetnya untuk bertanya dan mencari bantuan jalan keluarnya."
"Mam-Nek, anak-anak kita sudah bisa setidaknya menerima tamu dari luar negeri sekalipun. Mereka sudah mampu bercakap-cakap dalam bahasa asing walau hanya percakapan sehari-hari. Ini baru permulaan. Kantor-kantor sudah aktif dan hidup. Tidak lagi sekedar nama di atas kertas, tetapi ada manusia yang bergerak dan berkegiatan di dalamnya. Tak usah dipikirkan yang sudah berlalu, cukup dijadikan pelajaran untuk menyongsong masa depan yang menanti kita," Ucapku dalam kesempatan di Hari Perayaan Pesta Adat Tahunan.
The End
Cerita awalnya... (Di balik robot penghibur)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H