Resesi global setidaknya akan memengaruhi harga-harga komoditas dan energi. Apa yang harus kita lakukan? Mari berkaca dari prinsip kehidupan ini.
Mari kita mulai dari pertanyaan sederhana berikut: Mengapa harga pecel di Jakarta lebih mahal 3 hingga 5 kali lipat dari harga di Madiun?
Jika melihat dari iklan https://menukuliner.net/ di atas harga lontong pecel di Jakarta, Pondok Indah, paling murah 17.000 rupiah. Dengan tambahan bumbu dan variasi lauk bisa hingga 25.000 rupiah per porsinya.Â
Sedangkan di Madiun, untuk menikmati lontong pecel kita hanya mengeluarkan uang sebanyak 3.000 rupiah. Apa yang membuat harga tersebut berbeda? Tentu saja para ahli ekonomi akan mengatakan karena inflasi atau resesi. Lantas, apakah di Madiun tidak merasakan dampak dari resesi tersebut?
Cerita lain di wilayah Kalimantan Timur. Di pusat Kabupaten Berau kita harus mengeluarkan setidaknya 100.000 untuk bisa menikmati seporsi ikan Sapan. Sedang di salah satu desanya, Long Pelay, kita cukup mengeluarkan 10.000 rupiah sudah bisa menikmati ikan Sapan sepuasnya. Padahal jarak kota dan desa hanya sekitar 50 km. Pertanyaannya, kok bisa?
Jawabannya adalah kedaulatan. Wilayah madiun sangat berdaulat akan bahan-bahan dasar dari lontong pecal. Semua bahan-bahannya bisa didapatkan dengan mudah dan tersedia bahkan di tetangga sebelah.Â
Bagaimana dengan Jakarta? Jangankan bahan dasar lontong, sebut saja padi, setangkai bayam saja harus mengeluarkan pundi-pundi untuk mendapatkannya. Tidak berbeda dengan cerita di Berau.Â
Sungai-sungai di desa masih sangat terjaga, tidak ada racun-racun yang mempengaruhi biota sungai, mengambil secukupnya, tidak mengekploitasi sumber daya ikan Sapan. Sedang di pusat kota Kabupaten, jangankan menemukan ikan Sapan, wilayah sungai tanpa sampah saja sulit ditemukan.
Dua contoh di atas menjelaskan bahwa wilayah-wilayah yang berdaulat tidak akan berdampak besar terhadap inflasi dan resesi global. Berbeda dengan wilayah yang memiliki "ketahanan" tetapi tidak berdaulat. Jakarta mampu menyediakan barang apapun dan dapat menghadirkannya dari mana saja, selama mampu membayar. Itulah yang saya sebut ketahanan tadi.
Oleh karena itu, kedaulatan pangan adalah kunci untuk menghadapi resesi global yang sedang mengintip. Pemerintah harus mempunyai program yang jelas dan berkelanjutan untuk menciptakan mimpi ini, kedaulatan pangan.
Begitu juga dengan energi terbarukan. Indonesia adalah negara kepulauan yang berada di garis khatulistiwa dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia, salah satu dari 10 negara yang beriklim tropis dengan area hutan terluas di dunia, dan berada di jalur gunung berapi "The Ring of Fire" sehingga mempunyai potensi sumber daya alam berupa sumber energi terbarukan yang melimpah seperti energi hidro, angin, surya, panas bumi, biomassa, dan arus laut. Potensi ini belum dimanfaatkan dengan optimal. -- Latar Belakang Patriot Energi
Secara potensi Indonesia berdaulat. Pertanyaannya, mengapa transisi energi di Indonesia cukup lambat? Jawabannya, karena kita masih terjerumus pada paradigma ketahanan energi bukan kedaulatan energi.
Bersambung...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H