Mohon tunggu...
rico lepanbatan
rico lepanbatan Mohon Tunggu... -

Asli warga negara indonesia yang kini terus memantau berbagai kegiatan pembangunan di tanah air

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hatta dan Komitmennya terhadap Pelaku UKM

9 Juli 2013   14:46 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:47 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13733551182072276190

[caption id="attachment_253790" align="aligncenter" width="502" caption="Hatta Rajasa (foto: hatta-rajasa.info)"][/caption] Direktorat Jenderal Pajak melalui Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang PPh menyebutkan, wajib pajak orang pribadi dan badan yang menerima penghasilan dari usaha dengan omzet tidak melebihi Rp 4,8 miliar per tahun, akan dikenai pajak dengan tarif PPh yang bersifat final sebesar satu persen. Pungutan pajak UKM yang efektif berlaku pada 1 Juli 2013 ini sontak menimbulkan reaksi penolakan dari berbagai UKM di tanah air. Sementara Menteri Keuangan M. Chatib Basri dan Menteri Koperasi dan UKM Syarief Hasan telah menyatakan sikap mendukung penerapan pajak UKM tersebut, karena sudah cukup adil, menurut mereka. Tapi, sikap berbeda dan tegas justru datang dari Menteri Koordinator Perekonomian, Hatta Rajasa. Hatta minta agar pajak tersebut dievaluasi kembali mengingat penerapan pajak tersebut tentu akan memberatkan UKM. Bahkan Hatta berjanji akan menanyakan hal itu kepada Menkeu dan Menkop UKM. UKM sebagaimana yang diketahui, pada umumnya berjalan dari titik “nol”. Tidak sedikit dari UKM tersebut menjalankan usahanya dengan modal seadanya. Mereka adalah orang-orang pemberani yang terus berupaya maju, meski harus berjalan sendiri. Dan UKM-lah salah satu sektor yang punya peran besar membangkitkan kembali keadaan ekonomi Indonesia dikala terpuruk krisis moneter. UKM adalah sektor usaha yang mampu bertahan di tengah badai krisis yang melanda. Dan, asal tahu, jumlah UMKM atau UKM di Indonesia cukup meyakinkan. Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah per Juni 2013, saat ini ada 55,2 juta UKM atau 99,98 persen dari total unit usaha di Indonesia. Dan, UKM ini menyerap 101,72 juta tenaga kerja atau 97,3 persen dari total tenaga kerja Indonesia. UKM juga menyumbang 57,12 persen dari produk domestik bruto (PDB), kini menyampaikan Rp 8.200 triliun. Maka sangatlah wajar jika banyak pihak yang keberatan dengan pengenaan pajak ini. UKM yang punya peran signifikan pada perekonomian nasional, bukannya diberi penghargaan malah ‘dimatikan’ usahanya dengan pungutan pajak yang cukup memberatkan ini. Jika dilihat dari skema pajak yang ada, jelas berbeda dengan pungutan pajak pada perusahaan lainnya. UKM dipungut 1 persen dari omzet, sementara perusahaan dipungut dari berdasarkan dari keuntungan yang kena pajak. Omzet selalu ada. Namun, keuntungan yang kena pajak bisa tidak ada apabila biaya operasional lebih besar daripada pendapatan. Jadinya perusahaan bebas dari pungutan pajak. Namun, bagi UKM yang berperan begitu signifikan tetap dipungut pajak karena berdasarkan omzet yang ada. Dalam hal ini bisa dipahami kalau muncul tuduhan bahwa skema pajak ini sangat tidak adil, terutama bagi pihak UMKM. Peran mereka yang menyumbang 57,12 persen dari PDB diabaikan. Keberhasilan mereka membantu pemerintah menampung 101,72 juta tenaga kerja juga seakan tak bermakna apa-apa. (Baca: http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/06/28/0726280/Pajak.UKM.Nasib.55.Juta.Usaha). Bahkan Pengamat ekonomi Universitas Indonesia Faisal Basri mengatakan pajak yang dikenakan atas omzet sangatlah jahat dan tidak adil. “Omzet dikurangi ongkos itu baru dapat laba. Kalau laba, dia (dikenakan PPh) 25%. Kalau dia omzet Rp1 juta, tapi dia rugi Rp1,2 juta, laba dia kan minus. Dia harus bayar 1% juga? Ini kan jahat. Pakai hati dong.” (Baca: http://blog.indotrading.com/faisal-basri-pajak-ukm-jahat/). Pengenaan pajak sebesar satu persen dari omzet jelas akan sangat merugikan UKM. Pasalnya, UKM akan tetap membayar pajak meski usaha tersebut sedang merugi, jadi tidak dilihat, apakah UKM tersebut sedang rugi atau untung. Tetap saja dikenakan pajak. Tapi perlakuan beda justru pada perusahaan besar, dimana mereka tidak perlu membayar pajak ketika dalam kondisi rugi. Berbagai pertimbangan di atas, barangkali cukup mengganggu Hatta Rajasa yang memang sangat memerhatikan masyarakat bahwa. Hatta tegas meminta agar aturan pajak UKM tersebut dievaluasi kembali. Menurut dia, ada kriteria-kriteria tertentu yang akan dikenakan pajak, yaitu usaha yang mempunyai omzet lebih dari Rp 20 juta perbulannya. Jadi tidak semua UMKM bisa dikenakan pajak. Hatta juga menampik bahwa pengenaan pajak bagi UMKM sebesar satu persen adalah untuk kepentingan pemerintah. Sebagai menteri yang mengurusi masalah ekonomi, Hatta tentu tahu begitu besar peran UKM yang turut menopang ekonomi Indonesia. Hatta begitu dekat dengan masyarakat bawah. "Inilah komitmen Hatta. Inilah bukti bahwa Hatta pro pengusaha UKM."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun