Menyedihkan, apa yang salah dengan negara kita saat ini. Tiba-tiba muncul virus baru di tengah kinerja sektor pangan naik daun yang merupakan hasil kerja nyata dua tahun pemerintahan Kabinet Kerja Jokowi-JK. Virus tersebut adalah Mafia Cangkul.
Munculnya mafia cangkul tersebut sudah mutlak melecehkan kedaulatan pangan yang menjadi ambisi pemerintahaan saat ini yang tertuang dalam Nawa Cita, yaitu "Mewujudkan Kemandirian Ekonomi dengan Menggerakkan Sektor-sektor Strategis Ekonomi Domestik, menitikberatkan pada upaya mewujudkan Kedaulatan Pangan dan Mensejahterakan Petani”.
Indonesia sebagai negara yang kaya akan sumberdaya manusia pengrajin berbagai macam produk besi berkualias dan kaya akan bahan baja atau besi, tiba-tiba dihebohkan dengan impor cangkul dari China dalam skala fantastis. Ternyata, mafia cangkul sudah mulai beroperasi sejak era pemerintahan SBY. Terungkap dalam pemberitaan di Detik.com (26/02/2014), Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi mengatakan Indonesia selain rutin mengimpor produk pangan, tetapi masih mengimpor produk-produk alat pertanian sederhana seperti cangkul yang seharusnya bisa dibuat di dalam negeri. Umumnya produk cangkul yang didatangkan ke Indonesia berasal Vietnam dan China. "Cangkul itu kita masih impor," katanya.
Hal yang mencoreng kedaulatan pangan bangsa ini tiba-tiba muncul dengan aksi diam-diam tapi nyata mengimpor cangkul dari China. Impor cangkul ini dilakukan oleh PT Perusahaan Perdagangan Indonesia atas ijin yang diberikan Kementerian Perdagangan. Total izin impor kepala cangkul sebanyak 1,5 juta unit dan realisasi impornya 5,7 persen atau 86.190 unit.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan, Dody Edward mengatakan alasan melakukan impor cangkul karena cangkul yang diproduksi dalam negeri tidak bisa memenuhi kebutuhan, sehinggag masih diperlukan impor. "Jadi, mengapa masih impor, memang karena masih dibutuhkan. Impornya juga bukan dalam bentuk utuh, hanya kepala cangkulnya. Jadi, masih perlu disempurnakan di dalam negeri," kata Doddy di Jakarta, Senin (31/10/2016) pada berita yang dimuat Kompas.com.
Akan tetapi, ini alasan yang tidak masuk akal. Sebab, cangkul merupakan alat pertanian yang paling sederhana, sangat mungkin dapat diproduksi dalam negeri. Faktanya, perusahan dalam negeri seperti PT Krakatau Steel terungkap mampu memproduksi bahan baku kepala cangkul berupa high carbon steel dalam memenuhi kebutuhan 10 juta unit cangkul per tahun. Kemudian, PT Boma Bisma pun mampu memproduksi 700.000 unit cangkul per tahun. Pabrik BBI seluas 1 hektar berlokasi di Pasuruan, Jawa Timur. Cangkul BBI sangat terkenal dengan kepala cangkulnya, yaitu cap mata. Kualitasnya sangat bagus dengan lisensi dari Jerman untuk memproduksinya. Sehingga, perusahaan ini mampu mendukung kebutuhan cangkul nasional.
Fakta di atas mengindikasikan bahwa saat ini nyata ada mafia cangkul di dalam Kementerian Perdangangan dan BUMN yang melakukan atau mendapat ijin impor. Jika memang tidak ada, maka tidak akan terjadi impor cangkul secara diam-diam dalam jumlah yang besar. Apalagi impor cangkul tidak ada koordinasi atau ceck and cross ceck dengan kementerian teknis terkait yang tahu kebutuhan akan alat pertanian seperti cangkul, apakah memang dibutuhkan atau tidak.
Oleh karena itu, adanya impor cangkul sangat jelas memperlihatkan bahwa mafia impor cangkul yang tumbuh di Era SBY masih tumbuh subuh di dalam pemerintahan Jokowi-JK dengan mengambil peran penting. Ini akan menjadi penghambat pemerintah dalam mewujudkan upaya mennggerakan sektor ekonomi domestik, kedaulatan pangan dan kesejahteraan masyarakat.
Kontradiksi
Tentang fakta impor cangkul di atas, sangat kontradiksi dengan Nawa Cita Jokowi dan kinerja sektor pangan saat ini yang membaik. Presiden Jokowi dan FAO perwakilan Indonesia pun telah mengapresiasi kinerja pangan khususnya beras yang mampu dicukupi dalam hasil produksi sendiri.
Tercatat, capaian sektor pertanian saat ini meliputi, pertama, produksi pangan 2016 meningkat yakni padi naik 4,96%, jagung 18,11%, aneka cabai 9,66% dan bawang merah 3,75%.
Kedua, Januari-Agustus 2016 impor jagung turun 61% serta tidak impor beras premium dan bawang merah. Ketiga, ekspor beras organik naik 67%, ubi kayu 25%, cabai 12%, daging ayam dan telur jauh lebih tinggi dibandingkan 2015. Keempat, NTP naik menjadi 101,66 dan NTUP 109,65. Kelima, PDB Sektor Pertanian Kuartal-II 2016 tumbuh 11,90% dibandingkan Kuartal-I 2016 dan tumbuh 3,23% dibandingkan Kuartal-II 2015. Dan keenam, penduduk miskin di perdesaan Maret 2016 sebanyak 17,67 juta jiwa turun 0,22 juta jiwa dibandingkan September 2015.
Namun, capaian-capaian ini dengan mudah dinodai atau dilecehkan oleh mafia cangkul yang mengimpor cangkul dari China. Tentunya hal ini tidak pernah terpikir ada dalam benak siapapun, tetapi inilah fakta yang terjadi. Fakta ini semakin jelas membangunkan kepolosan kita bahwa dari hal kecil saja dapat dijadikan pihak-pihak tertentu untuk merusak kedaulatan bangsa khususnya kedaulatan ekonomi dan pangan.
Oleh karena itu, untuk mengamankan negara ini dari ancaman mafia cangkul, pemerintah harus secepatnya membersihkan negara ini dari mafia cangkul. Hal ini sangat mendesak agar mereka tidak melakukan lagi upaya-upaya lain yang lebih merugikan negara dan rakyat. Keberadaan mafia cangkul sangat bertentangan dengan tekad Presiden Jokowi untuk membangun Indonesia Hebat dan Bersih dari korupsi serta membangun kedaulatan pangan. Masyarakat pun pasti sangat terganggu dengan adanya impor cangkul. Sebab mereka mampu memproduksi cangkul dan banyak hidup mereka gantungkan pada membuat cangkul. Untuk itu, mafia cangkul sebuah keniscayaan untuk diberantas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H