Mantan Direktur Utama PT. Panca Wira Usaha 2000-2010, Dahlan Iskan didakwa Jaksa Penuntut Umum dengan pasal berlapis yakni dengan Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 20/2001 atas Perubahan UU Nomor 31/1999 jo Pasal 55 ayat (1) KUHP. Dahlan Iskan didakwa menyalahgunakan wewenang dan jabatan sehingga menguntungkan diri sendiri atau orang lain dan atau korporasi. Dahlan dianggap bersalah lantaran melakukan penjualan aset PT. Panca Wira Usaha, namun secara hukum penjualan aset tersebut sudah sesuai dengan prosedur, ini penjelasannya.....
Pertama. Perusahaan yang dipimpin Dahlan Iskan saat itu sudah berbentuk PT (Perseroan Terbatas), sehingga yang menjadi dasar hukum dari pelepasan aset PT adalah merujuk pada UU No 40/2007 atas Perubahan UU Nomor 1/1995 Tentang Perseroan Terbatas. Dan segala keputusan Direktur Utama saat itu, Dahlan Iskan (termasuk keputusan melakukan pelepasan aset) haruslah mengikuti ketentuan dalam UU Tentang Perseroan Terbatas. Dan keputusan Dahlan Iskan melepas aset sudah sesuai dengan prosedur hukum karena telah mengikuti ketentuan dalam UU Tentang Perseroan Terbatas.
Sehingga tidak benar dan justru bertentangan dengan hierarki perundang-undangan jika Kejaksaan Tinggi Jawa Timur yang menyatakan pelepasan aset harus sesuai dengan Perda No 5/1999 Tentang Perusahaan Daerah Jatim dan Perubahan Bentuk Badan Hukum dari Perusahaan Daerah menjadi Perseroan Terbatas (PT), karena secara hierarki perundang-undangan, kedudukan UU lebih tinggi daripada Perda. Dan pelepasan aset yang dilakukan oleh Dahlan Iskan adalah sama sekali tidak memerlukan izin dari DPRD, karena yang dilepas adalah aset perusahaan dan bukan daerah.
Terlebih lagi yang menjadi pegangan penyidik menjerat Dahlan Iskan adalah Pasal 14 Perda No 5/1999 ‘’Pelepasan kekayaan PT. Panca Wira Usaha Jawa Timur dalam bentuk barang tidak bergerak dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan DPRD’’,  Padahal dalam Perda No 3/1999 yang merupakan perubahan atas Perda No 5/1999 dalam Pasal 14: ‘’ Pelepasan kekayaan PT. Panca Wira Usaha Jawa Timur dalam bentuk barang tidak bergerak dapat dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku’’.
Sehingga dengan diberlakukannya Perda NO 3/1999 , pelepasan aset tak lagi membutuhkan persetujuan dari DPRD, artinya, sepanjang proses pelepasan aset tersebut sesuai dengan UU Tentang Perseroan Terbatas, dalam hal ini UU No 40/2007 atas perubahan UU No 1/1995 Tentang Perseroan Terbatas, dan secara hukum Dahlan Iskan sejujurnya tak layak dituduh menyalahgunakan wewenang dan jabatan, karena memang tak ada penyalahgunaan wewenag dan jabatan yang dilakukan Dahlan Iskan, semua sudah sesuai dengan prosedur hukum yang benar yakni UU No 40/2007 atas perubahan UU No 1/1995 Tentang Perseroan Terbatas.Â
Kedua. Â Selain tidak memerlukan persetujuan dari DPRD untuk melakukan pelepasan aset, pelepasan aset yang dilakukan Dahlan Iskan juga sudah sesuai dengan ketentuan dalam UU 40/2007 atas Perubahan UU Nomor 1/1995 Tentang Perseroan Terbatas yakni harus mendapat persetujuan dari RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham), dan pelepasan aset yang dilakukan oleh Dahlan Iskan sudah melalui persetujuan RUPS.
Yang terpenting diketahui, secara hukum aset tidak akan bisa dilepaskan termasuk dialihkan atau dijadikan sebagai jaminan agunan atas utang , jika tanpa mendapat persetujuan terlebih dahulu dari RUPS. Terlebih lagi ada surat dari Ketua DPRD Jawa Timur yang berkop DPRD Jawa Timur, surat dengan kop DPRD Jawa Timur tak akan mungkin muncul jika tak ada persetujuan dari RUPS, Terlebih lagi aset yang dilepas tersebut adalah aset perusahaan, sehingga sangat aneh dan janggal apabila aset milik perusahaan dikaitkan dengan kerugian negara, karena antara aset perusahaan dan kekayaan negara adalah dua hal yang berbeda.
Terlebih lagi dalam kasus Dahlan Iskan, aset PT. Panca Wira Usaha telah dipisahkan, yang artinya aset yang dipisah, yang artinya  status aset bukan lagi milik pemerintah daerah, tetapi telah menjadi milik BUMD (PT). Selain itu, yang perlu dipahami lagi adalah apabila nilai aset yang dilepas tersebut tak lebih dari 50% dari total aset yang dimiliki PT, maka pelepasannya bisa langsung dilakukan Direksi tanpa harus mendapat persetujuan RUPS, dan ini mengikat Perseroan, dan sebaliknya jika nilai aset yang akan dilepas lebih dari 50%, maka harus mendapat persetujuan dari RUPS yang memiliki  segala kewenangan yang tidak diberikan kepada Direksi maupun Komisaris.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H