Mohon tunggu...
....
.... Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Analis Politik-Hukum Kompasiana |

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

10 Kejanggalan Hukum dalam Kasus Antasari Azhar

11 November 2016   17:29 Diperbarui: 11 November 2016   17:39 2064
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Antasari Azhar saat mencium cucunya saat hendak meninggalkan Lapas (dok: Kompas.com)

Kemarin Kamis 10 November 2016, Mantan Ketua KPK Antasari Azhar bebas bersyarat setelah mendekam dibalik jeruji besi akibat dituduh menjadi aktor intelektual dibalik terbunuhnya Direktur Putra Rajawali Banjaran, Nasrudin Zulkarnaen yang terjadi pada tahun 2009. Namun secara hukum hingga kini kasus yang menjerat Antasari Azhar masih meninggalkan banyak kejanggalan, antara lain:

Pertama. Saat itu, Antasari Azhar didakwa tindak pidana turut serta menganjurkan pembunuhan berencana telah terbukti secara bersama-sama mempunyai suatu niat atau kehendak atau maksud untuk merencanakan pembunuhan atas korban Nasrudin Zulkarnaen pada tanggal 22 Januari 2009.

Tuduhan terhadap Antasari Azhar tersebut bertentangan dengan pengakuan dua saksi bahwa antara Antasari Azhar kenal Wiliardi Wizard adalah melalui Sigit Haryo Wibisono pada bulan Februari 2009. Sehingga bagaimana logikanya Antasari Azhar mempunyai niat merencanakan pembunuhan korban dengan merencanakannya bersama-sama dengan Wiliardi Wizard yang belum dikenalnya sama sekali pada bulan Januari, karena perkenalan keduanya pada bulan Februari. Logika hukum hakim yang menjatuhkan pidana penjara terhadap Antasari Azhar bisa dibilang ‘’tumpul’’.

Kedua. Ditemukan peluru dengan ukuran 9 milimiter di dalam kepala korban. Dua ahli balistik  yang dihadirkan dalam persidangan telah menerangkan bahwa senjata api kaliber 0,38 tipe S & W tidak bisa menggunakan peluru dengan diameter 9 milimiter, karena tidak masuk diakal peluru ukuran 9 milimiter dari kaliber 0,38 tipe S & W, Menjadi tidak masuk diakal karena peluru dengan ukuran berdiameter 9 milimiter yang ditemukan di kepala korban tidak bisa masuk ke dalam silindernya.

Ketiga. Dalam surat  Visum Et Repertum Nomor: 1030/SK/.11/03/2-2009 tanggal 30 Maret 2009 yang dibuat dan ditandatangani dr. Mun’im Idris, SpF menyimpulkan bahwa berdasarkan sifat luka yang ditemukan pada kepala korban adalah berasal dari luka tembak ‘’jarak jauh’’.

Padahal dr. Mu’in Idris adalah dokter spesialis forensik yang sama sekali tidak bisa menyimpulkan apakah luka tersebut berasal dari jarak jauh atau jarak dekat, karena yang berwenang menyimpulkan luka jarak jauh atau jarak dekat adalah ahli balistik bukan ahli forensik.

Tapi sayangnya pada saat sidang masih berlangsung tidak pernah terungkap ukuran ‘’jarak jauh’’ yang dimaksudkan dr. Mu’im Idris SpF dalam Visum Et Repertum yang dibuat dan ditandatanganinya pada 30 Maret 2009.

Keempat. Fakta bahwa korban ditembak dari ‘’jarak dekat’’ adalah tidak terbantahkan karena ada satu unit motor dan satu unit mobil avanza bergerak menyalip ke kiri mobil BMW yang dinaiki korban yang lalu kemudian terdengara letusan sebanyak dua kali.

Dan fakta ini bertentangan dengan kesimpulan yang disimpulkan dr. Mu’im Idris, SpF dalam surat Visum Et Repertum-nya yang menyimpulkan luka tembakan ‘’jarak jauh’’. Tetapi sayangnya majelis hakim pada saat memutus perkara ini lebih berpegang pada keterangan dr. Mu’im Idris, SpF ketimbang keterangan ahli balistik/senjata api.

Kelima.Dr. Mun’im Idris SpF dalam persidangan saat itu menerangkan bahwa mayat korban tidak dalam keadaan utuh/tidak karena saat itu kondisi mayat tidak berbaju, harusnya mayat saat itu berbalut baju agar tubuh mayat bisa dipastikan  masih asli dan tidak dirusak oleh orang/pihak yang tidak berwenang mengenai mayat. Bahkan yang terjadi tak hanya tanpa baju, tetapi baju mayat pun tidak pernah dijadikan sebagai bukti dipersidangan. Dan yang lebih mengherankan lagi adalah kondisi luka dibagian kepala sudah terjahit, dan dokter yang pertama kali menjahit kepala korban tidak pernah dihadirkan di persidangan.

Keenam.Rambut kepala korban sudah dibotaki sebelum diserahkan kepada dr. Mu’im Idris SpF, dan hingga kini tidak diketahui siapa yang membotaki rambut kepala korban dan apa tujuan dari membotaki kepala korban pun sama sekali tidak pernah terungkap. Padahal alasan dibotakinya kepala korban sangat penting untuk mengungkap siapa dalang dibalik pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen sehingga sampai rambut kepala pun harus dibotaki.

Ketujuh. Tindakan membotaki kepala korban adalah sengaja untuk menghilangkan bukti-bukti yang memiliki kaitannya dengan peluru yang bersarang di kepala korban. Sebab tindakan membotaki rambut kepala korban mengindikasikan bahwa ada tindakan merusak mayat sebelum mayat diserahkan kepada dokter forensik.

Kedelapan. Pada saat memutus perkara ini hakim hanya berpegang teguh pada keterangan saksi Rani Julianti yang mengaku telah menikah dengan korban dan mempunyai satu anak. Dan keterangan Rani juga yang menjadi dasar hakim menjatuhkan pidana penjara terhadap Antasari Azhar, padahal dalam hukum dikenal asas unus testis nullus testis, satu saksi bukan saksi, tetapi anehnya hakim tetap tidak mempedulikan asas tersebut dan bahkan hakim mengesampingkan keterangan Rani yang mengaku telah menikah dan mempunyai anak dari korban.

Kesembilan.Tidak ditemukan bukti SMS yang berasal dari nomor HP Antasari Azhar di HP Nasrudin yang bernada ancaman. Padahal ahli IT dalam persidangan telah menerangkan bahwa sebelum dihapus dari log, telepon akan dapat terlihat nomor HP tersebut berhubungan dengan siapa saja  melalui SMS yang ada di HP yang masih bisa dibaca yang berdasarkan penelitian yang mengacu pada transkrip, ahli tidak menemukan SMS yang dikirim Antasari Azhar kepada korban di bulan Februari yang berisi ancaman terhadap korban. Dan ahli juga telah menerangkan bahwa SMS ataupun rekaman pasti akan masuk dalam satu memori, kalau dihapus hanya ditandai saja, tetapi masih tetap tersimpan di dalam memori.

Kesepuluh.Berdasarkan hasil analisis Call Detail Record dinyatakan bahwa selama bulan Februari-Maret 2009 tidak tercatat SMS yang dikirim dari enam nomor HP milik Antasari Azhar kepada no HP korban. Dan pada Februari 2009 nomor HP Antasari Azhar tercatat digunakan menerima panggilan telepon dari korban dengan durasi 9 menit.

Itu artinya tidak ada bukti apapun terkait pengiriman SMS dari nomor HP Antasari Azhar ke nomor HP korban, yang ada hanya panggilan telepon dari korban ke nomor Antasari Azhar, dan tak ada bukti adanya SMS pada bulan Februari-Maret 2009.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun