Mohon tunggu...
....
.... Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Analis Politik-Hukum Kompasiana |

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

4 Hal Ini Tidak Bisa Dijadikan Bukti Kematian Mirna

2 Oktober 2016   10:02 Diperbarui: 8 Oktober 2016   23:13 2443
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jessica Kumala Wongso beserta pengacaranya. Tribunnews.com

2) darah (10 ml)

Sehingga kematian Wayan Mirna Salihin yang tidak melalui proses otopsi menyeluruh, tetapi hanya parsial membuat 0,2 mg/l sianida yang ditemukan di dalam lambung Mirna tidak bisa dijadikan barang bukti sama sekali. Alasan hukumnya adalah sebagai berikut:

Pertama. Hanya dilakukan pengambilan sample pada organ lambung, tetapi tidak dilakukan pengambilan pada isi lambung. Padahal sesuai dengan Peraturan Kapolri Nomor 10/2009, harus diambil pula isi lambung jika ada yang mati. Tujuan pengambilan isi lambung hingga 100gr tak lain tujuannya adalah untuk dilakukan pemeriksaan terhadap isi lambung terkait makanan, minuman, atau zat apa yang masuk ke dalam tubuh hingga korban mati atau yang terjadi justru mati karena sakit.

Dan dalam kasus kematian Mirna, tidak dijelaskan secara jelas berapa banyak cairan lambung yang diambil dan jika cairan lambung yang diambil untuk pemeriksaan dokter kurang dari 100 gr, maka isi lambung walau mengandung sianida tetap tidak bisa dijadikan sebagai barang bukti.

Kedua. Organ hati, ginjal, jantung, otak, dan jaringan lemak bawah perut harus diambil masing-masing sebanyak 100 gr, tetapi yang terjadi justru semua organ yang mestinya diambil masing-masing 100gr tidak diambil sama sekali organnya. Padahal pengambilan pada masing-masing organ tersebut sangat penting mengingat korban mati dikatakan karena sianida.

Maka logikanya untuk mengetahui dan memastikan penyebab kematian karena sianida tadi tentu harus diambil masing-masing 100gr pada organ-organ tersebut karena organ-organ tersebut dilewati oleh sianida ketika masuk ke dalam jaringan tubuh korban. Sehingga dengan tidak diambilnya masing-masing 100 gr pada tiap organ di atas, maka penyebab kematian Mirna tidak bisa dipastikan, karena tidak ada barang bukti.

Ketiga. Cairan urine memang diambil, tetapi berapa banyak urine diambil itu tidak pernah ada penjelasan sama sekali. Dan merujuk pada Peraturan Kapolri Nomor 10/2009, maka cairan urine pada korban yang mati karena keracunan, urinenya harus diambil sebanyak 25ml.

Jika kurang dari 25ml pun, tafsiran dari Peraturan Kapolri Nomor 10/2009 bisa disimpulkan bahwa tidak bisa dijadikan barang bukti. Terlebih lagi darah yang sama sekali tidak diambil oleh dokter sehingga dalam kasus ini penyebab kematian Mirna sama sekali tidak bisa dipastikan, karena bagian darah logikanya pasti akan dilewati cairan yang masuk ke dalam tubuh manusia, terlebih lagi korban sudah mati, tetapi darah yang sebegitu pentingnya untuk mengungkap kasus kematian Mirna justru tidak diambil sama sekali, diperiksa pun tidak.

Kemudian barang bukti lain yang sama sekali tidak bisa dijadikan sebagai barang bukti adalah kamera CCTV Olivier Cafe.

Pasal 18

(1) Pemeriksaan barang bukti perangkat elektronik sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 17 wajib memenuhi persyaratan formal sebagai berikut:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun