[caption caption="Korban NA (Kiri) dan tersangka pembunuhan dan mutilasi (Dok: Merdeka.com)"][/caption]Pada tanggal 13 April 2016, Dunia hukum Indonesia kembali digemparkan dengan polisi  yang mendapatkan laporan dari masyarakat tentang ditemukannya sesosok wanita yang tewas dalam keadaan termutilasi di rumah kontrakannya di Cikupa, Tangerang.
Dua tangan, dua kaki, pangkal paha kiri dan kanan hilang dari tubuh korban yang ditemukan sudah membusuk di rumah kontrakannya yang terletak di Cikupa, Tangerang. Dan kemarin polisi berhasil menangkap pelaku yang berinisial A yang memutilasi NA , wanita hamil 7 bulan yang juga kekasih gelapnya. Dan hari ini polisi telah menyiapkan pasal 340 KUHP untuk dijeratkan kepada pelaku yang sudah jadi tersangka dengan ancaman pidana mati.
Namun jika dicermati bahwa dalam kasus pembunuhan disertai dengan mutilasi ini adalah pembunuhan yang dilakukan secara spontan bukan pembunuhan berencana karena berdasarkan kronologisnya pada tanggal 10 April atau 3 hari sebelum peristiwa pidana itu terjadi, Pelaku (A) masih sempat membelikan nasi bungkus untuk dimakan bersama di rumah kontrakan korban (NA).
Sebelum makan korban dan pelaku sempat ribut karena korban (NA) kembali menanyakan kepada pelaku (A) kapan akan pulang ke rumah orang tua dari korban (NA) untuk menemui kedua orang tuanya (korban) yang terletak di Banten, Nah sampai pada kronologi tersebut jelas tidak ada unsur perencanan apapun.
Setelah makan nasi bungkus yang dibeli oleh pelaku (A), pelaku dan korban kembali bertengkar hebat. Diketahui dari kronologi setelah selesai makan, korban (NA) yang telah hamil tujuh bulan akibat hubungan terlarangnya dengan kekasih gelapnya tersebut, Korban (NA) dalam pertengkaran itu mendorong jatuh pelaku (A) hingga terjatuh ke lantai akibat ketahuan sudah memiliki keluarga dan juga pelaku enggan memperjelas hubungan cinta gelap diantara keduanya. Â
Sampai pada kronologi tersebut tidak menunjukan adanya perencanaan pembunuhan disertai dengan mutilasi ini. Setelah didorong jatuh, Pelaku (A) yang berdiri dan sudah gelap mata ini langsung membanting dan memiting tubuh korban (NA) ke lantai.
Dari kronologi lanjutan setelah makan, Terlihat jelas bahwa pembunuhan ini tidak mengandung unsur perencanaan (Pasal 340 KUHP), Tetapi pembunuhan disertai dengan mutilasi dalam kasus ini adalah pembunuhan yang sifatnya spontan (338 KUHP) bukan pembunuhan berencana (340 KUHP).
Menjadi pembunuhan yang dilakukan secara spontan karena pelaku (A) yang di dorong hingga jatuh oleh korban (NA) ini langsung berdiri dan lalu membanting tubuh korban kel lantai dan memitingnya.
Lalu dimana perencanaanya? Ini dilakukan secara spontan dan tidak ada perencanaan sama sekali karena kalau ini disebut sebagai pembunuhan yang mengandung unsur perencanaan, maka jauh-jauh hari pembunuhan sudah terjadi tetapi fakta hukumnya pembunuhan baru terjadi setelah pelaku (A) di dorong jatuh ke lantai. Sampai di sini tidak ada unsur perencanaannya sama sekali.
Lalu kemudian jika ada yang menyebut untuk menghilangkan jejaknya dengan cara dimutilasi bagian kedua tangan, kedua kaki , pangkal paha kanan, pangkal paha kiri dari korban (NA) adalah bagian dari pembunuhan yang sebelumnya sudah direncanakan? Salah besar karena hampir pada semua kasus pembunuhan disertai mutilasi, Pelakunya menghilangkan jejaknya dengan cara memutilasi.
Ada yang terencana dan ada pula yang tidak terencana seperti kasus pembunuhan dan mutilasi terhadap wanita hamil di Cikupa, Tangerang yang mayatnya ditemukan dalam keadaan tidak utuh pada tanggal 10 April lalu di rumah kontrakannya. Mutilasi yang dilakukan oleh pelaku (A) juga dilakukan secara spontan, karena setelah pelaku (A) Â membanting dan memiting korban ke lantai, Pelaku (A) tambah panik setelah memastikan korban (NA) sudah tewas setelah dibanting ke lantai tersebut.
Dan mengenai pelaku (A) yang memutilasi bagian dua tangan, dua kaki, pangkal paha kanan dan pangkal paha kiri dengan golok juga merupakan bagian dari perencanaan? Tidak, adanya golok tidak otomatis pembunuhan ini dilakukan dengan perencanaan karena jika kembali memahami kronologi dari kasus pembunuhan disertai mutilasi ini terjadi karena disebabkan korban yang mendorong pelaku jatuh, lalu pelaku berdiri, langsung membanting dan memiting tubuh korban ke lantai.
Karena diketahui mutilasi ini tidak dilakukan pada saat setelah korban tewas dibanting ke lantai tetapi mutilasi ini terjadi pada malam hari. Dan pertanyaan selanjutnya mutilasi yang dilakukan malam hari adalah perencanaan? Bukan juga, ini merupakan bagian dari kepanikan pelaku, Sehingga tidak ada jalan lain kecuali memutilasi korban.
Untuk menguatkan argumen hukumnya bahwa ini bukan pembunuhan berencana akan kita kaitkan dengan unsur dengan rencana dahulu, yang pada dasarnya mengandung tiga unsur yaitu: Pertama. Memutuskan kehendak dalam suasana tenang. Nah dalam kasus ini tidak ada keputusan yang diambil pelaku dalam suasana tenang karena semuanya berlangsung cepat dan secara spontan setelah korban mendorong pelaku jatuh ke lantai, pelaku berdiri, lalu membanting dan memiting tubuh korban ke lantai. Unsur pertama jelas tidak terpenuhi.
Unsur Kedua, Ada tersedia waktu yang cukup sejak timbulnya kehendak sampai pelaksanaan kehendak. Dalam kasus ini jelas tidak ada waktu yang cukup bagi pelaku, karena setelah ia didorong ke lantai sampai jatuh, pelaku langsung berdiri dan membantingnya ke lantai, sehingga tidak ada waktu sejak timbulnya kehendak sampai pelaksanaan.
Semua terjadi karena pelaku gelap mata dan secara spontanitas semata. Unsur Ketiga, Pelaksanaan kehendak (Perbuatan) dengan tenang. Tidak ada ketenangan sama sekali yang ada pada diri pelaku, Ini terbukti pelaku yang kembali ke rumah kontrakan korban untuk memutilasi korban yang sudah tewas tersebut.
Lalu kemudian pelaku (A) yang meminta bantuan agar temannya yang bernama Erik membuang bungkusan yang berisi potongan tangan korban (NA) yang kemudian dibuang di pembuangan sampah di Bugel Tiga Raksa juga merupakan bukti bahwa terjadi kepanikan yang luar biasa yang terjadi di dalam diri pelaku (A). Erik dapat dikenakan pasal membantu melakukan kejahatan dan Erik menurut pasal 57 ayat 2 KUHP bisa terancam 15 tahun penjara karena kejahatan yang dibantunya ini diancam hukuman mati atau seumur hidup sesuai dengan pasal 340 KUHP.
Dan hal tersebut makin menunjukan bahwa pelaksanaan kehendak dalam keadaan tenang yang merupakan unsur ketiga dari unsur dengan rencana lebih dahulu tidaklah terpenuhi lantaran pelaku panik dan memotong kedua tangan korban.
Yang kemudian pada keesokan harinya tanggal 11 April , Pelaku menjual handphone milik korban seharga Rp. 500.000 untuk membeli gergaji yang digunakan untuk memotong bagian kaki kanan, kaki kiri, pangkal paha kanan dan pangkal paha kiri.
Dan dengan membeli gergaji pada tanggal 11 April sesudah terjadinya pembunuhan, Bagaimana logikanya kalau menyebut ini pembunuhan berencana? Dimana rencananya? Menjadi rencana apabila gergaji itu sudah disiapkan sebelumnya.
Dan hal tersebut makin menunjukan bahwa pelaku mengalami kepanikan yang luar bisa dan sampai tidak terbendung lagi sehingga unsur dengan rencana lebih dahulu yang terletak pada unsur ketiga yakni pelaksanaan kehendak dengan tenang tidaklah terpenuhi. Jadi terlalu kejam jika dijeratkan dengan pasal 340 KUHP.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H