[caption caption="Logo Golkar retak (Dok : Twitlustrasi.com)"][/caption]Â Konflik kepengurusan partai Golkar memasuki babak baru. Kasasi yang diajukan oleh Golkar hasil Munas Bali mengahsilkan keputusan yakni mengembalikan Golkar pada kepengurusan hasil Munas Riau 2010 dan memerintahkan agar Kementrian Hukum dan HAM mencabut SK pengesahan Golkar hasil Munas Ancol. Namun keputusan pengajuan kasasi oleh Golkar hasil Munas Bali membawa konsekuensi politik yang amat luar biasa, dimana kepengurusan Golkar hasil Munas Riau sudah berakhir pada 31 Desember 2015 dan pemerintah pun sudah mencabut SK Munas Ancol, dan sampai disini posisi Golkar makin terkunci.
Pemerintah menawarkan agar dua kubu Golkar yang masih berseteru agar segera menyenggarakan Munaslub (Musyawarah Nasional Luar Biasa) yang tak lain tujuannya adalah untuk memilih Ketua Umum Golkar yang baru. Namun hal ini rasanya agak sulit terwujud lantaran hingga kini ajakan dari pemerintah agar Golkar segera menyelenggarakan Munaslub atau Munas bersama sepertinya tak akan mengubah prinsip yang dipegang Golkar hasil Munas Bali.
Munas Bali beranggapan bahwa meskipun kepengurusan Golkar hasil Munas Riau 2010 sudah berakhir pada 31 Desember 2015, Keabsahan dan legalitas Golkar hasil Munas Bali tetap sah berdasarkan putusan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tata Usaha yang menangani konflik partai berlambang pohon beringin ini.
Padahal, secara hukum, jika keputusan mengembalikan Golkar pada kepengurusan hasil Munas Riau dan ternyata pada 31 Desember 2015 kepengurusan Munas Riau sudah berakhir , SK Golkar hasil Munas Ancol dicabut, dan dua Golkar tak ada satu pun yang memegang SK, Secara hukum sudah dapat dikatakan bahwa kedudukan Golkar secara hukum saat ini adalah tak sah secara hukum.
Selain itu pula bahwa kondisi kepengurusan Golkar saat ini kian membuat Koalisi Merah Putih besutan Ketua Umum sekaligus Ketua DPP Gerindra Prabowo Subianto kian panik. Pasalnya selama ini Partai Golkar menjadi salah satu energi terbesarnya setelah Partai Keadilan Sejahterah. Namun kondisi buruk yang menimpa Golkar hari ini mau tidak mau, suka tidak suka, kita harus mengatakan bahwa saat ini kekuatan politik yang dimiliki oleh Koalisi Merah Putih sudah berada di titik nadir dan bisa dipastikan pula dengan kekuatan yang dimiliki oleh Koalisi Merah Putih akan makin menyusut lantaran berbagai sebab, salah satunya terkuaknya skandal kasus yang terkenal dengan sebutan ‘’Papa Minta Saham’’. Dimana kasus ini melibatkan aah satu orang penting di Koalisi Merah Putih yakni Setya Novanto.
Selain itu dengan tidak dikeluarkannya SK untuk Golkar hasil Munas Bali oleh pemerintah kembali membuktikan bahwa sudah tak ada kekuatan politik lagi dari petinggi Koalisi Merah Putih, terutama Prabowo Subianto. Yang terjadi justru saat ini adalah kendali penuh politik Indonesia sudah dikendalikan sepenuhnya oleh Presiden Jokowi.
Apa yang dilakukan oleh Menteri Hukum dan HAM sesungguhnya sudah sesuai dengan Presiden Jokowi dan kehendak rakyat Indonesia, pasalnya konflik berkepanjangan yang selama ini terjadi di internal Golkar sudah membuat citra Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia makin tercoreng, Maka untuk melindungi citra Indonesia, tak ada pilihan lain bagi Presiden Jokowi selain menekan agar Golkar segera menyelenggarakan Munaslub atau Munas bersama, dan tanpa itu bisa dipastikan tak ada jaminan tentang kedudukan hukum Golkar dalam perpolitikan Indonesia.
Meskipun Presiden Jokowi bukanlah pemilik partai politik , bukan pula Ketua Umum partai politik dan bukan pula keturunan orang politik , Tetapi konflik panjang yang terjadi di internal Golkar dan berujung pada tidak diakuinya Golkar oleh pemerintah, Makin membuktikan bahwa saat ini dominasi politik Indoesia sepenuhnya sudah berada di tangan Presiden Jokowi dan tak ada lagi yang mampu menandinginya kekuatan politik yang dimilikinya.
Dalam sejarahnya Golkar sama sekali tidak pernah pecah. Dan di era Jokowi, ketika mencoba untuk melawan kekuatan politik Jokowi, Aburizal Bakrie menerima akibatnya. Golkar versi Munas Bali digerogoti oleh kalangan internal, sedangkan Golkar kubu Munas Ancol ingin membelot ke Jokowi, Namun sosok Aburizal Bakrie menjadi penghalang merapatnya Golkar ke Jokowi, Maka sudah tak ada pilihan lain lagi bagi Presiden Jokowi selain menggunakan daya politiknya yang luar biasa yakni tidak menerbitkan SK untuk dua Golkar. Bagi Jokowi melalui Yasonna Laoly dengan tidak menerbitkan SK adalah keputusan yang maha bijak, karena ini adalah strategi cerdik yang dilakukan oleh Presiden Jokowi untuk mengurangi kegaduhan dalam internal parlemen.
Membelotnya sosok Yorries Raweyai dari Golkar Munas Ancol ke Munas Bali ini juga merupakan bagian dari startegi cerdik Presiden Jokowi yang memerintahkan Agung Laksono untuk makin menekan Aburizal Bakrie dari dalam, tetapi hal ini sama sekali tidak pernah dipahami secara cerdas oleh Aburizal Bakrie yang kini sudah percaya penuh akan Yorries yang merapat ke kubunya, Golkar Munas Bali. Padahal Yorries juga mendesak dan sangat mendorong agar dua Golkar agar segera menyelenggarakan Munaslub hal ini tujuannya adalah agar Golkar mendapatkan legalitas dari pemerintah.
Dan pada ujungnya, strategi cerdik Presiden Jokowi- Golkar Munas Ancol pun terwujud, yakni memaksa Agung Laksono Cs masuk ke dalam pemerintahan, tentunya kekuatan politik Jokowi ini memang tak bisa lagi dibendung oleh lawan politiknya, termasuk dari Koalisi merah Putih. Karena daya magisnya , Jokowi berhasil membuat elit Koalisi Merah Putih tercengang-cengang.
Namun makna sesungguhnya dari bergabungnya Yorries tersebut ternyata tidak mampu ditangkap dengan cerdas oleh Aburizal Bakrie. Aburizal Bakrie tak paham bahwa sebenarnya Yorries masih menjadi bagian dari Golkar hasil Munas Ancol, walaupun terang-terangan dibantah sekalipun tampaknya Yorries sudah berhasil membuat internal Golkar Munas Bali makin kacau, yang sebenarnya jadi tujuan Yorries adalah agar Golkar menyelenggarakan Munaslub dan dengan demikian kesempatan untuk melengserkan Aburizal Bakrie yang dianggap sebagai penghambat masuknya Yorries dan Munas Ancol ke pemerintahan Jokowi terlaksana. Agung Laksono sengaja melepasliarkan Yorries masuk ke dalam internal Golkar Munas Bali, agar upayanya untuk melengserkan Aburizal Bakrie terwujud. dan anehnya Aburizal Bakrie pun tak bisa merasakan dan melihat hal tersebut.
Meskipun akhir-akhir ini Yorries selalu perang mulut dengan kubu Golkar Ancol, Namun hal tersebut sesungguhnya hanyalah akting yang sedang diperagakan oleh Yorries untuk membawa Golkar masuk ke dalam pemerintahan Jokowi, dengan cara mendorong sekaligus menekan agar Golkar menyelenggarakan Munaslub, Aburizal ngotot, meskipun Golkar harus bubar pun, konsekuensi ini sudah diketahui olehnya.
Sikap beda pandangan dan pertentangan dalam internal Golkar hasil Munas Bali antara Aburizal Bakrie dan Yorries Raweyai mengenai Munaslub adalah sinyal yang tak bisa ditangkap oleh banyak pihak sebagai sinyal bahwa Yorries akan terus menekan Golkar agar segera menyeleggarakan Munaslub dan pada akhirnya strategi Jokowi dengan Agung Laskono Cs untuk menarik masuk Golkar terwujud dengan terselenggaranya Munas diikuti dengan lengsernya Aburizal Bakrie.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H