Mohon tunggu...
-
- Mohon Tunggu... Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Jayabaya -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

-

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Indonesia Tanpa Golkar

2 Januari 2016   19:35 Diperbarui: 2 Januari 2016   23:25 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Dua Golkar (Dok: Kompas.com)"][/caption]

Pencabutan SK terhadap Golkar hasil Munas Ancol akan membawa konsekuensi hukum yakni mengenai legalitas dan legal standing dari Golkar yang saat ini sudah menyodoran nama Ade Komarudin sebagai calon Ketua DPR pengganti Setya Novanto dari kubu Munas Bali , sedangkan penyodoran nama dari Munas Ancol hanya mengerucut jadi satu nama yakni Agus Gumiwang Kartasasimita. Tentunya penyodoran nama tersebut menjadi tidak sah secara hukum, karena tak adanya kepengurusan yang sah secara hukum seiring berakhirnya Golkar kepengurusan Riau dan dicabutnya SK Golkar Munas Ancol.

Karena kepengurusan Golkar Munas Riau sudah berakhir pada 31 Desember 2015, Maka secara hukum, tidak perlu lagi menunggu SK yang akan dikeluarkan oleh Kementrian Hukum dan HAM, Yang jadi prinsip hukumnya adalah bahwa adalah pencabutan SK terhadap Munas Ancol dan berakhirnya kepemimpinan Golkar hasil Munas Riau tentu membuat Golkar harus secepat mungkin untuk segera menyelenggarakan Munas bersama, hal ini penting dilakukan agar Golkar dapat keluar dari status a quo yang sudah berlaku sejak 1 Januari 2016.

Karena dalam pandangan hukum, apabila suatu kepengurusan suatu organisasi partai politik, dalam hal ini organisasi partai politik yang masa kepemimpinanya sudah berakhir dan sedang terjadi upaya hukum akibat konflik internal, Maka tetap saja kepengurusan tersebut berakhir dan adanya upaya hukum yang sedang berjalan pun tak bisa dijadikan dalih untuk kembali menghidupan kepengurusan partai yang sudah berakhir tersebut. dan jika Golkar tak secepat mungkin menyelenggarakan Munaslub atau Munas bersama, secara hukum sudah bisa dipastikan bahwa Golkar sudah tidak lagi bisa dianggap sebagai organisasi partai politik, hal ini terjadi karena berakhirnya kepengurusan tersebut dan tak diselenggarakannya upaya untuk melanjutkan organisasi tersebut.

Keputusan Kementrian Hukum dan HAM, yang secara resmi mencabut keabsahan Golkar Munas Ancol dan tak mengeluarkan SK untuk Munas Bali makin membuat Golkar berada diujung tanduk, Hal ini dipertegas oleh Keputusan Mahkamah Agung yang memutuskan kepengurusan Golkar kembali pada kepengurusan hasil Munas Riau tahun 2010 yang mana kepengurusan tersebut resmi berakhir 31 Desember 2015, dan tentunya keputusan mencabut keabasahan Golkar Munas Ancol akan makin membuat masa depan Golkar suram dan tak ada harapan lagi.

Secara resmi, dan secara hukum, Jumat, 1 Januari 2016 adalah hari terakhir sahnya kepengurusan Golkar hasil Munas Riau sebagaimana putusan Mahkamah Agung yang telah mengembalikan Golkar pada kepengurusan hasil Musyawarah Nasional (Munas) Riau pada 2010 lalu. Namun disatu sisi keputusan Yasonna Laoly  yang mencabut SK Golkar kubu Munas Ancol hanya malah membuat konflik internal di Golkar akan makin menjadi-jadi. Padahal sejak 1 Januari 2016, sudah bisa dipastikan bahwa Golkar telah mengalami kekosongan kepemimpinan dan hal ini sesungguhnya akan berdampak sangat fatal terhadap Golkar, terlebih lagi saat ini Golkar masih terpecah menjadi dua keping antara Golkar hasil Munas Bali dan Golkar Munas Ancol.

Perpecahan yang tak ada ujungnya ini hanya akan membuat Golkar makin terpuruk dan sulit untuk selamat terlebih lagi Menteri Hukum dan HAM sama sekali tidak memastikan apakah akan mengeluarkan SK atau tidak. Maka tak ada cara lain untuk Golkar agar segera melakukan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) karena dengan penyelengaraan tersebut , Golkar yang awalnya terpecah menjadi dua akan kembali bersatu, dan bisa lolos dari kekosongan kepemimpinan yang sudah terjadi sejak 1 Januari 2016. Selain itu pula semua anggota DPR/DPRD dari fraksi Golkar secara hukum sudah bisa nyatakan ilegal karena dalam UU tentang Pemilu Legislatif dijelaskan bahwa harus berasal dari partai politik yang sah secara hukum dan diakui pemerintah. Selain itu ada pula beberapa solusi agar Golkar terlepas dari status a quo, antara lain:

Pertama. Jika Munaslub direncanakan digelar dalam waktu dekat itu harus tidak kembali mengikutsertakan Aburizal Bakrie dan Agung Laksono. Karena jika kedua tokoh ini kembali ikut dalam bursa Calon Ketua Umum Golkar sudah dapat dipastikan sulit bagi Golkar untuk dapat terselamatkan dari konflik yang makin tajam dan makin runcing.

Kedua. Pelaksanaan Munaslub harus disepakati oleh kedua kubu yang terpecah belah, karena jika tak ada kesepakatan yang terjadi justru Golkar makin tak jelas arah politiknya, tak hanya itu kepedepannya Golkar juga dipastikan akan ditinggal oleh konstituennya yang lebih memilih partai-partai lain yang tak terpecah, karena pecahnya Golkar dan sulitnya rujuk antara dua Golkar menggambarkan secara jelas bahwa partai ini tidak lagi mengedepankan sikap dan prinsip demokrasi tetapi yang dikedepankan justru soal kekuasaan dalam internal yang hanya akan mencoreng Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar ketiga didunia setelah AS dan India.

Ketiga. Konsolidasi partai Golkar melalui Munaslub menjadi satu-satunya cara untuk mengisi kekosongan kepemimpinan dalam internal partai Golkar karena ini akan berdampak sangat siginifikan pada Pilkada serentak tahap 2 pada 2017 mendatang. Selain itu proses pengkaderan Golkar juga dapat terganggu akibat konflik panjang Golkar yang masih berlangsung hingga hari ini.

Keempat. Dua kubu dari dua Munas. Munas Bali dan Ancol harus merelakan posisi Ketua Umum melalui satu kesepakatan bersama dengan didahului duduk bersama dan menyepakati beberapa kader muda yang akan kembali membawa kejayaan Golkar, karena tanpa adanya renegerasi bisa dipastikan Golkar makin hari akan makin tak jelas masa depannya dalam kancah perpolitikan tanah air yang makin hari makin keras.

Dan jika konflik panjang Golkar juga tak biasa diatasi dengan Munaslub maka tak ada pilihan lain bagi kita untuk mendorong Mahkamah Konstitusi untuk segera menggunakan kewenangannya untuk membubarkan Golkar, karena ada beberapa alasan untuk membubarkan Golkar melalui kewenangan yang dimiliki Mahkamah Konstitusi. Dimana perlu diketahui bahwa Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan untuk membubarkan partai politik.  

Salah satunya ialah karena perpecahan yang tak kunjung usai dalam internal Golkar sudah meruntuhkan wibawa Indonesia sebagai negara Demokrasi terbesar ketiga di dunia dan tak hanya itu gejolak Golkar ini juga makin menguatkan bahwa sistem multipartai yang dianut di Indonesia adalah sangat kontraproduktif dengan kemampuan elit politik dalam mengelola partainya masing-masing, dan sistem dua partai seperti yang diterapkan di Amerika Serikat nampaknya perlu dipertimbangkan lagi demi menjunjung tinggi wibawa Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun