Mohon tunggu...
-
- Mohon Tunggu... Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Jayabaya -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

-

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Final: Golkar Akhirnya Memutuskan Pilih Ade Komarudin dan Potensi Gesekan 2 Golkar Bakal Terulang?

18 Desember 2015   05:25 Diperbarui: 18 Desember 2015   10:07 2116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Ketua DPR pengganti Setya Novanto, Ade Komarudin (Dok: Kompas.com)"][/caption]Setelah mengadakan pertemuan khusus di Bakrie Tower semalam, Ketua Umum Golkar Munas Bali, Aburizal Bakrie akhirnya menunjuk Ade Komarudin sebagai pengganti Setya Novanto sebagai Ketua DPR dan Setya Novato sebagai Ketua Fraksi Golkar di DPR. Dalam pertemuan tersebut hadir pula Setya Novanto yang sudah sepakat dengan keputusan tersebut.

Keputusan penunjukan Ade Komarudin sedikit berhasil membuat suasana menjadi tenang dan mereda. Keputusan penunjukan Ade Komarudin sebagai Ketua DPR menggantikan Setya Novanto telah berhasil membuat Golkar Munas Bali berhasil menguci posisi strategis tersebut, yakni berhasil menghindarkan revisi UU No 17/2014 tentang MD3 maupun kocok ulang pimpinan DPR yang didengung-dengungkan oleh beberapa partai pasca mundurnya Setya Novanto.

Ditunjuknya Ade Komarudin sebagai Ketua DPR pengganti Setya Novanto ini diharapkan agar dapat kembali membuat suasana perpolitikan Senayan kembali normal dan DPR dapat menjalankan fungsi utamanya yang selama ini terkesan terabaikan, yakni fungsi legislasi. Dimana selama Novanto menjadi Ketua DPR, Tak ada satu Undang-undang pun yang berhasil disahkan dan hal ini membuat banyak Rancangan Undang-undang yang tertunda pembahasan dan pengesahannya.

Namun penunjukan Ade Komarudin oleh partai Golkar versi Munas Bali tersebut secara tidak langsung diyakini akan memancing amarah Golkar Munas Ancol. Sebelumnya Golkar Munas Ancol menyebutkan bahwa setelah Novanto mundur, Maka yang berhak mengisi posisi yang ditinggalkan Novanto adalah Golkar Munas Ancol. Perseteruan dua kubu bisa terulang hal ini disebabkan oleh Golkar Ancol yang tak mau kalah dengan sikap Golkar Bali yang tanpa pembicaraan antar kedua belah pihak dan langsung tunjuk begitu saja.

Karena tak menutup kemungkinan dari Golkar Ancol akan memajukan putra Ketua Umum Golkar Ancol, Dave Laksono, karena bagi Agung, inilah langkah awal atau permulaannya untuk terus menguasai politik tanah air dengan memajukan anaknya tersebut, Maka posisi Agung tentunya juga akan makin diperhitungkan oleh koleganya,  Terlebih lagi Agung juga pernah menyatakan mendukung pemerintahan Jokowi-JK. Namun ini akan jadi petaka ketika terjadi gesekan hebat antara Golkar Bali dan Golkar Ancol, pasalnya pun gesekan tak akan terhindarkan apalagi setelah Wakil Ketua Umum Golkar versi Munas Ancol, Yorries Raweyas membelot ke Munas Bali.

Namun diyakini benar bahwa, partai-partai pendukung pemerintahan tidak akan merelakan posisi tersebut kembali di isi oleh Golkar, Karena cukup dengan pengalaman saat dipimpin Novvanto, Senayan selalu gaduh dan sangat menganggu jalannya pemerintahan sehingga tak ada pilihan lain kecuali merevisi UU MD3 tersebut. Karena sejatinya revisi UU MD3 yang secara mendadak pernah dilakukan oleh partai-partai pendukung Prabowo tersebut sangat tidak menggambarkan Indonesia sebagai negara yang demokratis, karena dengan paket, prinsipnya siap kuat, dia yang akan meloloskan paket tersebut sehingga ujung-ujungnya jika tidak kembali direvisi, Kegaduhan-kegaduhan di Senayan diyakini akan kembali terjadi dan hal ini sangat signifikan berdampak terhadap kinerja pemerintahan, Karena legislatif juga merupakan cerminan Indonesia yang sesungguhnya.

Memang kita harus dorong agar pemerintah kembali merevisi UU MD3, Tapi mndorong disini jangan disalah artikan, Karena dengan sistem paket dalam pemilihan alat kelengkapan dewan, hal tersebut sama sekali tidak mencirikan Indonesia sebagai negara demokrasi, yang sangat demokrasi adalah dengan berdasarkan partai pemenang pemilu untuk menjadi lima pimpinan DPR, yakni partai pemenang dengan suara terbanyak atau yang masuk lima besar secara berurut-urutan atau singkat kata mengembalikan sistem pemilihan alat kelengkapan dewan sebagaimana yang pernah diatur dalam UU No 27/2009 tentang MD3 sebelum lahirnya UU No 17/2014 yang kemudian direvisi lagi menjadi UU No 42/2014 tentang MD3.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun