Mohon tunggu...
-
- Mohon Tunggu... Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Jayabaya -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

-

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Setya Novanto Salah Langkah

12 Desember 2015   19:26 Diperbarui: 12 Desember 2015   19:32 4772
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ketua DPR, Setya Novanto terseret skandal "Papa Minta Saham" (Dok: Kompas.com)"][/caption]

Langkah Ketua DPR, Setya Novanto yang melaporkan sejumlah pihak, antara lain, Presiden Direktur PT.Freeport Indonesia, Maroef Syamsuddin, Jaksa Agung, HM Prasetyo hingga Metro TV ke bareskrim adalah sebuah langkah yang amat sangat salah besar. Pelaporan Setya Novanto melalui kuasa hukumnya tersebut hanya akan makin menggambarkan yang sesungguhnya bahwa saat ini Setya Novanto sedang dilanda kecemasan yang luar biasa, Akibat langkah cepat Kejaksaan Agung yang sudah mulai melakukan penyelidikan terkait kasus ‘’Papa Minta Saham’’ yang melibatkan politisi Golkar tersebut.

Presiden Direktur PT.Freeport Indonesia, Maroef Syamsuddin, Jaksa Agung, HM Prasetyo hingga Metroi TV akan dilaporkan terkait tuduhan fitnah, pencemaran nama baik hingga pelanggaran UU No 11/2008 tentang Informasi dan Transasi Elektronik, yang membuat Novanto makin terancam posisinya sekaligus makin jelas menggambarkan bahwa tindakan pelaporan tersebut hanya akan membuat penegak hukum, terutama Kejaksaan Agung kian cepat mengusut kasus ini.

Karena yang menjadi barometernya adalah, Jika Setya Novanto tak merasa bersalah mengapa harus melaporkan sejumlah pihak tersebut. Yang menyebabkan Setya Novanto akan mati langkah adalah apabila da melaporkan ketiga pihak tersebut pada Bareskrim Polri,  ada beberapa alasan, antara lain:

Pertama, Langkah yang selama ini dilakukan oleh Jaksa Agung dengan memerintahkan penyelidikan kasus tersebut memang sudah benar, karena itulah tugas Kejaksaan Agung, Jika ada dugaan tindak pidana, terutama percobaan korupsi dan permufakatan jahat terhadap negara, sudah sewajarnya Kejaksaan Agung bertindak.

Karena jika Kejaksaan Agung tidak bertindak adalah salah besar karena membiarkan tindakan Novanto yang sudah jelas-jelas mengandung unsur pidana tersebut. Dan jika ingin dibuka lagi atau sekalian menelanjangi Setya Novanto, Maka terutama pasal 107 KUHP tetang makar terhadap negara juga sudah terpenuhi semua unsurnya, dan makar adalah delik umum, jadi tanpa adanya laporan, Maka pihak kepolisian sudah bisa bertindak.

Namun melihat kelambanan yang ditunjukan oleh Kapolri Jenderal Badrodin Haiti ini malah akan membuat Novanto lolos dari sanksi pidana penjara paling lama seumur hidup tersebut, dan jika kita memang serius ingin mengusut kasus Setya Novanto, yang paling utama dan harus didahulukan adalah menyelediki dugaan makar, sebagaimana yang terdengan dalam rekaman tersebut.  

Dan biar bagimana pun juga dalam pidana, apalagi yang sudah mengarah pada upaya penggulingan pemerintahan seperti itu harus didahulukan penyelidikannya, karena jika tidak, Maka ini akan menjadi senjata dikemudian hari karena penegak hukum terutama Polri masih menganggap sepele soal ancaman makar tersebut. Kalimat yang menyebut ‘’ Jokowi jatuh kalau Freeport diputus’’, kurang lebih demikian isi rekaman tersebut. Itu sudah memenuhi unsur makar dalam pasal 107 KUHP dan tak bisa dibantah lagi.

Dan jika Polri masih tak bertindak dalam kasus ini, Maka bisa dipastikan Polri sulit mendudukan Novanto sebagai terdakwa percobaan makar di persidangan. Karena ini sudah merupakan percobaan makar terhadap pemerintahan, Maka tak ada alsan untuk tidak menyelidiki kasus tersebut, karena sudah menyangkut bangsa dan negara. dan sudah menjadi kewajiban Polri untuk menidak orang yang sudah rusak, agar jangan sampoai merusak orang lain, Terutama Presiden Jokowi yang merupakan simbol negara yang harus dilindungi nama baiknya, termasuk harkat dan martabatnya sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan.

Kedua, apa yang dituduhkan oleh Setya Novanto terhadap Metro TV, yakni menuduh Metro TV melakukan pemberitaan yang tendesius sangat tidak beralasan. Menjadi tidak beralasan karena bukan hanya Metro TV saja yang memberitakan hal tersebut tetapi banyak media-media lain. Karena apa yang sudah diberitakan oleh Metro TV selama ini memang benar dan sudah dan tak terbantahkan lagi, justru pengulasan secara mendalam dan secara berulang-ulang perlu dilakukan agar kita tak lupa dengan kasus yang hampir menjatuhkan Jokowi ini.

Apalagi dalam hukum yang berlaku di Indonesia tidak ada satu pasal pun dalam setiap undang-undang yang melarang perekaman, karena perekaman adalah hak pribadi berbeda dengan penyadapan yang harus dilakukan oleh otoritas yang berwenang. Dan yang lebih penting disini adalah kita harus dorong agar Polri segera bergerak cepat menyelidiki Setya Novanto termasuk Riza Chalid yang sudah melakukan percobaan makar, karena polisi sudah tak bisa beralasan lagi. Penyelidikan percobaan makar tak perlu menunggu pengaduan Presiden, Karena ini delik umum bukan delik aduan semacam pencemaran nama baik maupun penghinaan.

Dan satu hal yang perlu ditekankan pula, Jika Setya Novanto merasa tercemar, merasa difitnah, dan merasa dihina, Maka secara pidana yang berhak melaporkan kasus yang masuk dalam delik aduan, adalah pihak yang merasa dirugikan akibat perbuatan seseorang tersebut, bukan malah sebaliknya memberikan kuasanya pada kuasa hukumnya, Jika demikian dikatakan oleh kuasa hukumnya boleh, Maka ingin saya bantah dengan rasa penuh tanggungjawab, tindakan kuasa hukum Setya Novanto yang melaporkan Maroef Syamsuddin,  HM Prasetyo hingga Metro TV tersebut harus ditolak oleh Bareskrim Polri, karena dalam dalam hukum pidana, jika sudah masuk menjadi bagian delik aduan, maka yang harus mengadukannya adalah pihak yang merasa dirugikan, dalam hal ini Setya Novanto buka kuasa hukumnya.

Ketiga, Langkah Maroef Syamsuddin yang merekam pembicaraan Setya Novanto secara hukum tidak ada akibat hukumnya sama sekali, karena sekali lagi saya tegaskan tak ada satu pasal pun di Republik ini yang melarang perekaman. Dan langkah Presdir PT.Freeport Indonesia tersebut sudah benar dan sudah seharusnya kita kembali mendorong Kejaksaan Agung untuk mengebut pengusutan kasus ini, karena percobaan korupsi dan permufakatan jahat yang terdengar dalam rekaman tersebut sudah memenuhi semua unsur percobaan korupsi hingga permufakatan jahat, dan tak ada alasan untuk tidak mengebut kasus ini, karena perbuatan Novanto sudah snagat merusak nama Presiden Jokowi yang sebenarnya tak tahu menahu soal minta saham yang  dilakukan oleh Novanto. Dan perbuatan Novanto tersebut sudah sangat merusak nama baik Jokowi, yang sebenarnya memang sangat menolak keras perpanjangan Freeport tapi Novanto malah ingin memperpanjangnya dengan mengambil keuntungan sebesar 49% saham Freeport untuk membangun PLTA di Urumuka, Papua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun