Mohon tunggu...
-
- Mohon Tunggu... Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Jayabaya -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

-

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Rekaman Freeport Legal, Ini Alasan Hukumnya

9 Desember 2015   17:15 Diperbarui: 10 Desember 2015   16:30 2125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di media-media sosial dalam beberapa hari ini saya perhatikan banyak bermunculan ahli hukum mendadakan, padahal setelah saya telusuri bahwa sebagian besar dari mereka bukan berlatarbelakang hukum, dan yang menjadi permasalahannya disini adalah para ahli hukum dadakan tersebut sudah berhasil membuat suatu opini yang dibentuk melalui analisa yang berlawanan dengan logika hukum, yakni dengan menyebut bahwa rekaman tersebut ilegal dan yang lebih ironisnya, sebagian besar banyak yang percaya akan analisa tersebut. namun khusus pada artikel ini saya sebagai mahaiswa yang belajar hukum akan mencoba memberikan pencerahan, dan semoga bermanfaat untuk kita semua.

Pertama, perlu diketahui bahwa tidak ada satu pasal dalam satu undang-undang pun di negeri ini yang menyatakan bahwa perekaman adalah sebuah perbuatan melawan hukum.  Yang dimaksud dengan perbuatan melawan hukum disini adalah ketika suatu perbuatan yang dilakukan tersebut sudah masuk kategori tindak pidana, berbeda dengan dalam istilah perdata yang hanya disebut perbuatan melanggar hukum.

Kedua, didalam UU No 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tidak mengatur satu pasal pun mengenai perekaman yang dilarang. Karena perekaman adalah tindakan yang legal dan tak bertentangan maupun tidak melawan hukum, kecuali penyadapan yang memang tak bisa sembarangan dilakukan. Yang berhak menyadap jelas hanya penegak hukum. KPK bisa langsung melakukan penyadapan tanpa harus meminta izin dari Ketua Pengadilan Negeri. Sedangkan Kepolisian dan Kejaksaan harus mendapat izin terlebih dahulu kalau ingin melakukan penyadapan.

Ketiga, dalam pasal 31 ayat 1 UU No 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik disebutkan: kegiatan untuk mendengarkan, merekam, membelokkan, mengubah, menghambat, dan atau mencatat transmisi Informasi dan Transaksi Elektronik yang tidak bersifat publik, baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel, seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi.

Penjelasan: dari penjelasan pasal diatas jelasah sudah bahwa ‘’Baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel, seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi’’. Itu artinya perekaman seperti yang dilakukan oleh maroef Syamsoeddin melalui handphone samsungnya adalah sebuah tindakan yang tak bisa dikaitkan dengan pasal ini, karena handphone adalah bagian dari media telekomunikasi bukan media elektronik semacam komputer antar komputer maupun laptop antar laptop. Jika ada yang menyebut handphone juga bisa mentransfer atau mentansmisikan data, ya memang benar, namun pada konteksnya opasa ini hanya memasukan kata ‘’media elektronik’’ bukan media telekomunikasi seperti handphone.

 

Kemudian pasal 31 ayat 2: Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atas transmisi Informasi dan Transaksi dan Elektronik dan atau Dokumen Elektronik yang bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu Komputer dan atau Sistem Elektronik tertentu milik orang lain, baik yang tidak menyebabkan adanya perubahan, penghilangan, dan atau penghentian Informasi Elektronik dan atau Dokumen Elektronk yang sedang ditransmisikan.

Penjelasan: dari penjelasan pasal diatas juga makin jelas bahwa sebenarnya yang hanya dapat dipidanakan dengan acuan pasal ini adalah ketika seseorang tersebut melakukan transmisi data-datanya melalui dokumen elektronik maupun transaksi elektronik. Contohnya: A memindahkan semua dokumen rahasianya ke komputer B, dan pada saat yang bersamaan A dan B terlibat sebuah permasalahan sehingga B mendendam dengan A, Lalu kemudian oleh B dokumen yang sudah ditransmisikan tersebut disebarluaskannya. Jika mencermati contoh tersebut, benar B dapat dipidana. Namun dalam kasus perekaman yang dilakukan oleh Maroef Syamsoeddin sama sekali tidak melalui media elektronik hanya melalui media telekomunikasi, dan kata ‘’media telekomunikasi’’ tak terdapat dalam pasal ini, itu artinya perbuatan merekam adalah legal secara hukum yang tak lain tujuannya adalah untuk mengantisipasi hal-hal yang tak diinginkan terjadi.

 Pasal 26 UU ITE:

26 Ayat 1: Kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan, penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan orang yang bersangkutan.

Penjelasan: Yang dilakukan oleh Maroef Syamsoeddin adalah merekam melalui media telekomunikasi bukan media elektronik, sehingga tak tepat jika menjadikan pasal ini sebagai acuan untuk memperkarakan Maroef Syamsoeddin. Apalagi dalam pasal 2 nya jelas bahwa yang bisa dilakukan hanyalah menggugat (perdata) bukan menuntut (pidana). Contoh dari media telekomunikasi: Handphone, sedangkam contoh dari media elektronik: Komputer maupun laptop, dan terjadi perpindahan data dari satu kompuer ke komputer lainnya atau terjadi perpindahan data ke laptop lainnya bukan dari handphone ke plash disk, karena plash disk adalah bagian dari non-elektronik

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun