Mohon tunggu...
-
- Mohon Tunggu... Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Jayabaya -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

-

Selanjutnya

Tutup

Politik

5 Jurus Jitu Jokowi untuk Hentikan Setya Novanto

20 November 2015   11:14 Diperbarui: 20 November 2015   13:00 2946
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Luhut Binsar Panjaitan saat menggelar konfrensi pers terkait ikut tercatutnya namanya oleh Setya Novanto, Kemarin di Kantornya (Dok: Kompas.com)"][/caption]

Pernyataan bakal calon Presiden AS, Donald Trump awal September lalu yang menyebut bahwa, Setya Novanto adalah sosok terkuat dan paling terkenal di Indonesia makin menguat. Hal ini dibuktikan oleh ketidak berdayaan Presiden Jokowi, Menkpolhukam, Luhut Binsar Panjaitan, dan Wakil Presiden, Jusuf Kalla.

Ketiga bos istana ini seolah-olah tak mampu dan tak berdaya dalam menghadapi kuatnya dominasi Setya Novanto yang didukung dan dibekingi oleh mafia-mafia yang kini semakin merangkul erat Setya Novanto pasca terbongkarnya, Novanto yang merupakan pencatut nama Jokowi-JK-Luhut Binsar Panjaitan.

Proses hukum terhadap Setya Novanto harus tetap dilanjutkan, dan untuk melanjutkan proses hukum tersebut, dibutuhkan pengaduan dari pihak-pihak yang merasa dirugikan atas tindakan Novanto yang menyeret-nyeret nama Jokowi-JK-Luhut Binsar dalam perpanjangan kontrak karya Freeport.

Tanpa adanya pengaduan terhadap Novanto, Maka tak mungkin kasus ini bisa berlanjut ke ranah hukum. Apalagi sebelumnya Wakil Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan, Junimart Girsang menyebut bahwa sejak menangani kasus ini pihaknya mendapatkan ancaman-ancaman dari pihak lain. Hal ini mengindikasikan bahwa, Novanto akan kembali lolos dari sanksi berat yang dapat dijatuhkan oleh Mahkamah Kehormatan Dewan.

Berkaca dari kasus sebelumnya, yakni pertemuan Setya Novanto dengan bakal calon Presiden AS, Donald Trump dalam acara kampanyenya awal September lalu, Mahkamah Kehormatan Dewan pun bahkan tidak pernah dianggap oleh Novanto, hal ini tercermin dari panggilan sebanyak tiga kali yang dilayangkan oleh Mahkamah Kehormatan Dewan pada Novanto.

Dan terbukti, Novanto tidak pernah menggubris panggilan Mahkamah Kehormatan Dewan tersebut. Bahkan sanksi yang dijatuhkan pun sangat ringan, yakni berupa teguran. Salah besar menjatuhkan sanksi ringan berupa teguran terhadap Novanto yang sudah merendahkan bahkan menjatuhkan harkat dan martabat bangsa Indonesia di mata Amerika Serikat.

Berkaca dari kasus tersebut, Jeruk makan jeruk. Rasanya sangat tidak mungkin atau bahkan mustahil Mahkamah Kehormatan Dewan berani menjatuhkan sanksi terberat terhadap Novanto yang terbukti mencatut nama Jokowi-JK-Luhut dalam upayanya untuk memuluskan perpanjangan kontrak Freeport sebelum 2019.

Apalagi diketahui bahwa, Saat ini dua pimpinan DPR lainnya, Fadli Zon dan Fahri Hamzah pun membela habis-habisan sang bosnya tersebut. Bukan hanya tu saja, Kekuatan Koalisi Merah Putih dalam Mahkamah Kehormatan Dewan menjadi alasan mengapa lembaga yang dibentuk untuk mengawasi serta memberikan sanksi etik terhadap anggotanya yang melanggar etik tersebut menjadi mandul, dan tidak berdaya menghadapi kekuatan Novanto yang didukung oleh banyak pihak.

Namun ketidaktegasan Jokowi-JK-Luhut dalam mengambil sikap terkait namanya yang diseret-seret Novanto dalam perpanjangan kontrak Freeport, dimana Novanto menyebut bahwa saham 20% akan dierikan pada Jokowi-JK, Yakni Jokowi 11% dan JK%, serta Luhut yang disebutkan oleh Novanto sebagai pihak yang meminta jatah saham, dan tidak berani berkutik mengindikasikan bahwa saat ini Jokowi sedang mengalami penyanderaan politik yang amat luar biasa dan sangat kejam.

Dampak yang sangat fatal adalah bahwa akibat ketidaktegasan Jokowi-JK-Luhut dalam mengambil sikap terkait namanya yang dicatut oleh Novanto dalam perbincangannya yang terkuak tersebut, adalah hilangnya kepercayaan amasyarakat terhadap ketiganya. Terutama Jokowi-JK. Hal ini Mengindikasikan bahwa saat ini Novanto yang memiliki kekuatan besar tersebut berhasil membungkam sekaligus membuat Jokowi-JK-Luhut tidak berkutik.

Yang ada justru saat ini Jokowi-JK-Luhut terkesan membiarkan Novanto yang seolah-olah makin menegaskan bahwa Novanto-lah yang paling hebat dan paloing berkuasa di negeri ini. Hal itu tercermin dari sikap ketiganya yang tidak berdaya dan tidak berkutik pasca terkuaknya bahwa Novanto, yang merupakan orang dekat Aburizal Bakrie yang menjadi pelaku pencatutan nama ketiganya tersebut.

Namun dibalik semua itu ada hal yang tersirat bahwa seolah-olah ada upaya untuk sebagai berikut: 1) kepercayaan rakyat terhadap pemerintahan Jokowi hilang, 2) Novanto Cs akan menggalang dukungan untuk menurunkan Jokowi, yang dikhawatirkan rakyat pun akan memberikan dukungan, Karena ketidaktegasan dan ketidak berdayaan Jokowi menghadapi Novanto justru akan dimanfaatkan oleh Novanto untuk menggalang simpati dari rakyat, terutama KMP yang mendukung penuh Novanto 3) Berbagai upaya pun dikerahkannya mulai dari menyiapkan strategi baru untuk membuat kegaduhan politik yang lebih heboh dan lebih besar dari kasusnya ini 4) hingga meminta bantuan para mafia dengan berkolaborasi dengan kelompok teroris untuk mengacaukan stabilitas dalam negeri. 5) Merapatkan barisan dengan semua mafia dari semua lini, Hal ini sangat memungkinkan sebab Jokowi sangat giat dalam memberantas mafia, dan serangan-serangan balik tersebutlah yang harus diantisipasi oleh Jokowi.

Hal ini makin tercermin dari hasil survei yang dilakukan oleh Lingkaran Survei Indonesia (LSI) yang menyebut bahwa, berdasarkan hasil survei sebanyak 86,11% responden khawatir imbas serangan Paris akan berimbas di Indonesia. Para responden tersebut juga mengkhawatirkan Bali jadi target penyerangan selanjutnya dari kelompok ISIS.

Hal ini diperkuat oleh Pernyataan Wakapolri, Komjen Pol Budi Gunawan, yang menyebut bahwa saat ini Bali berdasarkan hasil identifikasi yang dilakukan oleh Polri masuk sebagai target teror.  Bahkan Wakalpolri menyebut bahwa, ‘’ Kalau target (ancaman teror bom di Bali) pasti ada. Justru itu kami menutup celah-celah tersebut’’ ujar Budi Gunawan sebagaimana yang dikutip dari koran Tempo edisi hari ini, Jumat, 20 November.

Meskipun Wakalpolri Budi Gunawan tidak menyebut dari kelompok teroris mana yang menargetkan Bali sebagai targetnya, Namun situasi ini dapat sedikit mempertegas bahwa, Jika Jokowi tidak segera mengambil sikap, Maka Novanto akan berhasil lolos dari jeratan hukum, atau Novanto mencari simpati publik dengan mengerahkan atau mengkolaborasikan kekuatan mafia-teroris untuk mengacaukan stabilitas nasional, dengan peledakan bom, dan pada saat itu ketegasan Jokowi akan kembali diuji oleh Novanto, dan fatalnya Novanto dengan kekuatan besarnya dapat memakzulkan Jokowi, Jika dianggap tidak mampu mengatasi kegaduhan maupun stabilitas nasional.

Dan saat ini merupakan saat yang tepat jika pemerintahan Jokowi mau bertindak tegas terhadap Novanto. Jurus jitu tersebut, Antara lain:

1) Jokowi segera dengan Megawati untuk mengumpukan semua pimpinan P4, termasuk Surya Paloh, Wiranto, Zulkifli Hasan, Muhaimin Iskandar, dan Romahurmuziy untuk mendorong fraksi-fraksinya di DPR untuk menyatakan mosi tidak percaya terhadap Novanto. Jokowi harus melakukan ini, Karena inilah salah satu cara tepat untuk mengatasi kebrutalan yang dilakukan oleh Novanto selama ini. Tanpa melakukan ini, tak menutup kemungkinan Novanto akan mengulangi lagi aksinya yang lebih heboh, Lebih besar dan dapat mengacaukan stabilitas nasional, dan Jokowi pun akan tersudut jika tak segera bertemu dengan semua petinggi P4, terutama Mega-Paloh-Wiranto. Yang dibutuhkan oleh Jokowi saat ini adalah ketegasan dan Jokowi tidak perlu mengikuti sikap anomali Luhut dan JK yang terkesan menguatkan bahwa Novanto sebagai orang paling kuat di Indonesia dan tak bisa tersentuh hukum.

2) Jokowi juga bisa secara senyap-senyap melobi pimpinan KPK untuk sesegera mungkin melakukan penyelidikan terkait tindakan Novanto yang mencatut dirinya yang disebut meminta jatah 11% dari Freeport. Ini cara kedua yang harus dilakukan setelah melobi semua elit P4 untuk mendsak dan mendorong mosi tidak percaya terhadap Setya Novanto.

3) Atau Jokowi bisa memerintahkan Pramono Anung untuk membicarakan dan meminta KPK segera menyelidik Novanto. Cara ini lebih efektif untuk menyelesaikan permasalahan ini tanpa lebih memperkeruh suasana.

4) Jokowi bisa meminta secara khusus kepada Surya Paloh untuk mendesak dan menekan Jaksa Agung, H.M Prasetyo untuk mulai menyelidiki Novanto.

5) Sebagai imbalannya, Jokowi harus mempertahankan Jaksa Agung jika cara ini berhasil. Dan cara ini cukup efektif untuk menghentikan sepak terjang Setya Novanto yang sangat menggangu stabilitas politik dalam negeri. Posisi H.M Prasetyo dari NasDem juga diyakini akan mampu meredam gejolak ini, Jika Jokowi mau menekan Surya Paloh agar memerintahkan langsung Jaksa Agung untuk mengakhiri segala permainan Setya Novanto.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun