[caption caption="Menteri ESDM, Sudirman Said, dan Menko Maritim dan Sumber Daya, Rial Ramli (Dok: Kompas.com)"][/caption]Hasil audit forensik terhadap Pertamina Energy Trading Ltd (Petral) sangatlah mengejutkan. Bagaimana tidak berdasarkan hasil audit forensik terhadap Petral, terjadi anomali yang luar biasa dalam pengadaan minyak pada 2012-2014.
Berdasarkan temuan lembaga auditor Kordha Mentha, Jaringan mafia minyak dan gas, atau yang biasa disebut dengan mafia migas sudah menguasai kontrak suplai minyak senilai US$ 18 miliar atau sekitar Rp 250 triliun.
Dan Menteri Energi Sumber Daya Mineral, Sudirman Said, pernah menyatakan bahwa ada beberapa perusahaan yang memasok minyak mentah dan BBM kepada PT.Pertamina, melalui Petral pada periode 2012-2014.
Namun, setelah diaudit, dan hasil audit tersebut sudah keluar, ternyata semua pemasok minyak dan BBM yang cenderung melakukan anomali dalam pengadaan minyak dan gas, yakni semua pemasok tersebut berafiliasi pada satu badan yang sama. Badan itu menguasai US$ 6 miliar atau sekitar 15% dari dari rata-rata impor minyak tahunan yang nilainya sangat fantasis, yakni hingga 40 miliar.
Anomali dalam pengadaan minyak dan gas tersebut membuat rantai suplai makin bertambah panjang sehingga harga beli minyak menjadi sangat kurang komptetitif. Hasil audit yang menunjukkan bahwa ada kerugian negara yang sangat besar, yakni Rp. 250 triliun akibat ulah mafia migas yang mengeruk habis aset minyak dan gas, Haruslah diproses secara hukum.
Komisi Pemberantasan Korupsi diharapkan akan segera mulai melakukan tahapan penyelidikan lebih mendalam pasca keluarnya hasil audit, yang menyebut kerugian negara mencapai Rp. 250 triliun, akibat dari permainan mafia migas yang sudah lama tumbuh subur dinegeri ini.
Namun, upaya pemerintah untuk membinasakan dan membumihanguskan mafia minyak dan gas atau mafia migas sudah sangat nyata dan menjadi fakta. Pembubaran anak perusahaan Pertamina, Petral yang berda di Singapura menjadi bukti nyata pemerintahan Jokowi sangat tegas dalam mengatasi mafia migas, yang selama ini telah mengakibatkan Indonesia memiliki angka ketergantungan yang sangat tinggi akan impor BBM.
Hasil audit yang menunjukkan kerugian negara hingga Rp. 250 triliun yang merupakan tindak lanjut dari pemerintah atas pembubaran Petral, yang sudah dibubarkan pada 13 Mei 2015, menunjukmenguasai Petral, menunjukkan betapa gurihnya bisnis minyak dan gas.
Keuntungan yang didapat dari bisnis ini pun sangat fantasitis. Namun sayangnya pembuktian pemerintah bahwa memang ada mafia minyak dan gas yang selama ini yang menguasai migas, khusunya yang membuat Indonesia terus mengimpor BBM dalam jumlah besar hingga ketergantungan impor, akibat kuota impor yang sellau dibongkar pasang tersebut, justru kurang dihargai oleh Menko Kemaritiman dan Sumber Daya, Rizal Ramli.
Rizal Ramli dalam beberapa kesempatan sebelumnya, sempat mengkritik tajam Menteri ESDM, Sudirman Said. Bahkan jika dimaknai lebih mendalam dari semua rangkaian pernyataan yang dinyatakan oleh Rizal Ramli terhadap Sudirman Said, menunjukkan bahwa sebenarnya Rizal Ramli tidak mendukung upaya pemerintahan dalam menumpas habis keberadaan mafia migas.
Pernyataan Rizal Ramli yang kerap menuding dan mengkepret Sudirman Said dengan jurus Rajawali ngepret tersebut ternyata tidak sesuai dengan fakta yang ada. Fakta yang ada menunjukkan jelas bahwa pemerintah berusaha sekuat tenaga untuk menumpas mafia migas, dan fakta tersebut adalah dibubarkannya Petral, yang merupakan anak perusahaan Pertamina yang selama ini didominasi oleh mafia minyak dan gas, yang selalu membuat Indonesia terus mengimpor minyak dan gas.
Tidak adanya pembangunan kilang minyak dalam beberapa tahun terakhir ini, bahkan Mantan Menko Perekonomian, Hatta Radjasa yang pernah menyebut jika Indonesia membangun kilang minyak, itu akan merugikan Indonesia. Pernyataan Hatta Radjasa tersebut sesungguhnya mencerminkan bahwa pemerintahan sebelumnya seolah-olah setuju jika Indonesia terus bergantungan dengan impor dan disinilah kesempatan mafia migas mengatur semuanya, hingga membuat kuota impor pun dimainkan oleh mafia migas, yang ternyata sudah mengeruk keunagan Indonesia hingga Rp. 250 triliun.
Pernyataan Hatta Radjasa yang pernah menyebut Indonesia rugi jika membangun kilang minyak sama sekali tidak masuk akal, dan tidak logis, sebab yang ada justru Indonesia akan mendulang keuntungan besar, jika bisa memproduksi sendiri minyak dan gas, Tanopa harus mengimpor minyak dari Petral, dan ini bentuk nyata dari pemerintahan sebelumnya yang mendukung keberadaan mafia migas.
Patah tumbuh hilang berganti, setelah Hatta Radjasa yang sempat menyebut pernyataan demikian, kini Rizal Ramli dalam beberapa kesempatan selalu menyerang Menteri ESDM, Sudirman Said, yang disebutnya adalah bagian dari mafia migas. Pernyataan Rizal tersebut menunjukkan bahwa Rizal tidak mendukung pemberantasan mafia migas. Rizal Ramli seharusnya berterima kasih dengan Menteri ESDM, Sudirman Said dan pemerintahan Jokowi, Karena keberanian dan ketegasan yang dimiliki oleh Sudirman Said, rakyat Indonesia akhirnya mengetahui patgulipat mafia migas yang selama ini sudah menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi Indonesia.
Pembubaran Pertal menjadi bukti nyata bahwa pemerintahan Jokowi, khususnya Menteri ESDM, Sudirman Said bukanlah bagian dari mafia migas. Termasuk pula penembakan gedung Kementrian ESDM, yang terjadi beberapa waktu lalu kian membuktikkan bahwa banyaknya kekuatan yang siap menghancurkan pemerintahan , Jika pemerintah, terutama Menteri ESDM, Sudirman Said terus membongkar habis permainan licik para mafi migas yang sudah dibiarkan selama berpuluh-puluh tahun merugikan Indonesia, terkait minyak dan gas.
Pembubaran Pertal dan selesainya hasil audit membantah dengan tegas bahwa pernyataan Rizal Ramli yang pernah menyebut Sudirman Said adalah bagian dari mafia migas. Presiden Jokowi dalam resuffle jilid 2 ini perlu mempertahankan Menteri ESDM, Suidrman Said, Karena Sudirman adalah salah satu sosok menteri yang sangat profesional dalam menjalankan tugasnya. Jika Sudirman tidak profesional dan menjadi bagian dari mafia migas, seperti yang pernah disebutkan oleh Rizal Ramli, maka logikanya Sudirman tidak akan membubarkan Petral.
Suara kencang dan nyaring sekaligus kepretannya dinilai hanyalah sebagai cari sensasi, lantaran hingga kini belum terlihat fakta dari kinerja nyata Rizal Ramli, terutama soal pemberesan masalah dwelling time. Rizal Ramli tak lebih dari corong PDIP, yang selalu merongrong pemerintahan Jokowi yang sudah mulai menata dunia perminyakan dan dunia gas Indonesia, hal ini tercermin dari seringnya Rizal bernyanyi, namun nyanyiannya tersebut justru menyesatkan. Yang ada justru Sudirman Said berjasa dalam membongkar habis mafia migas yang sudah puluhan tahun mengeruk keuangan Indonesia. Dan Rizal Ramli pun perlu dipertimbangkan untuk didepak dari kabinet jerja, Karena seringnya menganggu menteri yang bekerja nyata, bukan sering mengkepret seperti yang dilakukan oleh Rizal Ramli terhadap Sudirman Said yang telah berjasa membongkar habis mafia migas di Petral.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H