Mohon tunggu...
Ricky Valdy
Ricky Valdy Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pakar Branding

Praktisi Branding , SEO Expert, Penulis - LPDP PK 62 Tahun 2016 - University of Birmingham (Philosophy of Religion and Ethics.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Feminisme adalah Produk Peradaban Barat yang Bertentang dengan Nilai Pancasila

19 Maret 2023   15:23 Diperbarui: 19 Maret 2023   15:26 550
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Rio Lecatompessy on Unsplash   

Penjelasan Tentang Konsep Feminisme dan Sejarah Perkembangannya

Feminisme dalam arti 'isme' merupakan sebuah pemahaman yang memiliki tujuan dalam mencapai kesetaraan gender antara perempuan dan laki-laki. Selain itu, feminisme yang dimaksud bertujuan untuk mengatasi diskriminasi perempuan. Munculnya feminisme ini disebut juga sebagai gerakan sosial dan politik yang ingin bebas dari jeratan diskriminasi yang ada pada zaman itu. 

Secara bahasa, dapat dilihat bahwa kata 'Feminim' yang identik dengan bahasa Indonesia yang dapat dimengerti sebagai 'ke wanita-wanitaan' atau perempuan itu sendiri secara gender.

Dalam gerakannya selama ini, feminisme ditujukan tidak hanya untuk kaum perempuan. Akan tetapi, ditujukan untuk semua gender alias tidak terbatas pada jenis kelamin.

Secara sejarah dapat dilihat bahwa pegerakan feminisme muncul pada abad ke-19 yang merupakan gerakan suara perempuan yang memperjuangkan haknya di Inggris. Gerakan ini kemudian menyebara ke beberapa negara seperti Eropa dan Amerika Utara. Memang pada awalnya, gerakan feminisme hanya berfokus pada hak suara, hak atas pendidikan dan pekerjaan, serta perlindungan hukum terhadap kekerasan perempuan.

Namun, saat ini, gerakan feminisme memiliki keberagaman yang komplek dalam pergerakannya. Para kaum feminis modern mulai melakukan pergerakan dalam beberapa isu seperti kesetaraan ekonomi bahkan memperjuangkan hak LGBT yang memang sangat bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.

Pengenalan Tentang Peradaban Barat dan Pengaruhnya Terhadap Feminisme

Pada tahun 1960-1970-an, gerakan feminisme semakin berkembang dengan fokus pada isu kesetaraan gender, akses kesehatan reproduksi dan memperjuangkan hak LGBT.

Tidak dapat dipungkiri bahwa pengaruh peradaban Barat yang kuat terhadap ilmu sosial dan humaniora telah memberikan kontribusi bagi kaum feminisme untuk berkembang bahkan memuaskan argumentasi mereka dikala memperjuangkan kesetaraan gender. Beberapa tokoh feminis yang terkenal karena pengaruh peradaban Barat adalah Mary Wallstonecraft, Simone De Beauvoir, dan Betty Friedan.

Akan tetapi, jika kita telaah lebih jauh tentang apa yang diperjuangkan oleh kaum feminisme di Barat, maka kita dapat melihat bahwa mereka terlalu fokus pada isu-isu individu yang tidak memperhatikan isu-isu sosial seperti isu ras dan strata sosial.

Selsain itu, apa yang diperjuangkan oleh kaum feminisme tidak dapat dibenarkan mewakili seluruh perempuan di belahan dunia yang memiliki budaya dan ajaran yang berbeda.

Disini dapat dilihat bahwa pengaruh peradaban Barat menjadi titik penting bagi pejuang Feminisme dalam pergerakannya sampai saat ini. Akan tetapi, banyak dari mereka tidak dapat memahami feminisme 'ala Barat' yang sangat jauh sekali dari nilai-nilai Pancasila.

Berkembangnya Feminisme dan Gerakan Sosial Lainnya di Eropa dan Amerika Utara

Seperti di penjelasan sebelumnya, Feminisme berkembang pesat di Eropa dan Amerika Utara. Salah satu bentuk gerakan yang dikenal pada tahun 1950-1960-an adalah gerakan sipil di Amerika Serikat yang memperjuangkan hak-hak sipil warga kulit hitam yang dipandang sebagai ras 'rendahan'. Gerakan ini berhasil menghapus segregasi rasial dan mendapatkan pengakuan hak-hak yang sama bagi warga kulit hitam di Amerika Serikat

Pada abad ke-20, gerakan sosial lainnya seperti gerakan hak asasi manusia, lingkungan serta gerakan anti perang juga berkembang dengan cepat di Eropa. Inti dari gerakan hak asasi manusia adalah memperjuangkan hak-hak dasar yang sama bagi semua orang tanpa memandang latar belakang sosial, politik, dan agama yang mereka anut.

Bagi kaum yang memperjuangkan gerakan lingkungan, mereka menyuarakan isu-isu lingkungan dan pembangunan berkelanjutan. Sementara, gerakan anti-perang memperjuangkan perdamaian dan penyelesaian konflik secara damai.

Semua gerakan ini dapat dilihat bahwa pemikiran dan aksi yang kolektif ini memainkan peran yang sangat penting demi memperjuangkan perubahan sosial yang diinginkan. Gerakan ini semua melibatkan masyarakat sipil dan beberpa kelompok aktivis yang memang menjadi tonggak pergerakan untuk perubahan sosial sehingga dapat memaksa pemerintah untuk merespon tuntutan mereka.

Di era modern saat ini, dapat kita rasakan bahwa pergerakan sosial semakin masif dengan adanya internet dan media sosial. Semua lini pergerakan, dapat menyuarakan pergerakan mereka dengan cepat bahkan dalam waktu singkat sangat mudah menjadi 'viral' di media sosial.

Photo by Daniel Thrler on Unsplash   
Photo by Daniel Thrler on Unsplash   

Namun, dapat dikaji lagi semua gerakan sosial seperti pembahasan diatas yaitu, gerakan lingkungan dan gerakan perdamaian masih dapat diterima dengan akal sehat. Sedangkan apa yang ditawarkan feminisme masih sangat bertentangan di beberapa negara yang memiliki budaya serta nilai yang mereka junjung.

Secara garis besar, aksi kolektif seperti inilah yang memiliki pengaruh dalam perubahan sosial dan politik yang masyarakat inginkan.

Kritik Terhadap Pandangan Feminisme Sebagai Produk Barat Yang Bertentangan Dengan Pancasila

Kaum feminisme telah melakukan kesalahan yang besar dalam memberikan pemahamannya. Para penyebar feminisme sebenarnya berfokus pada akalnya sendiri yang diinginkannya. Lebih tepatnya, mereka hanya berpusat pada Antroposentrisme-Humanisme. Mereka tertipu dengan ideologi mereka sendiri yang dijadikan dasar dalam memandang pergerakan mereka sendiri.

Filsafat Barat Modern adalah 'pujaan' mereka sehingga dijadikannya asas dari berargumentasi. Sebenarnya, kaum feminis memiliki relativitas yang tinggi karena hanya berpusat pada kekuatan akal dan indra saja.

Tentu saja ini bertentangan dengan nilai Pancasila yang telah ada di Indonesia. Di sila pertama dijelaskan bahwa "Ketuhanan Yang Maha Esa" adalah simbol dan bentuk dari negara memberikan kepada masyarakat untuk dapat menjalankan agamanya. Jika lebih teliti lagi, Islam memberikan pemahaman bahwa kekuatan akal harus dibarengi dengan keimanan. Nah, inilah perbedaan besar dari apa yang ditawarkan oleh feminisme barat dengan nilai-nilai Pancasila.

Photo by Rio Lecatompessy on Unsplash   
Photo by Rio Lecatompessy on Unsplash   

Apalagi jika kita lihat bagaimana ideologi mereka yang Antroposentrisme-Humanisme itu sangat bertentangan dengan pola pikir masyarakat Indonesia yang menerapkan nilai-nilai Pancasila.

"Asas Peradaban Barat adalah rasionalisme, sekularisme, empirisisme (positivisme), dualisme atau dikotomi, dan humanisme. Perkembangannya bertumpu pada rasio dan spekulasi filosofis, bukan pada Agama. Pemikirannya terbuka dan selalu berubah. Maka, makna realitas dan kebenaran hanyalah terbatas pada realitas sosial, kultural, empiris dan melulu bersifat rasional." 

Pokok dari peradaban Barat itu cenderung kepada pemahaman rasionalisme, empirisme, sekulerisme, dualisme/dikotomi, serta humanisme yang mereka bangga-banggakan. Sejauh ini, perkembangannya hanya berfokus pada rasio dan spekulasi filofis saja, bukan dengan Agama. Akhirnya semua dapat dinilai dengan bebas sesuai dengan perubahan zaman.

Padahal ideologi feminisme muncul dikarenakan adanya sebuah kontruksi sosial dengan keinginan segelintir orang saja.

Kesimpulan

Pandangan feminisme hanya berpusat pada ideologi Antroposentrisme-Humanisme Barat dan tidak sejalan dengan nilai-nilai Pancasila Indonesia. Para penyebar feminisme hanya fokus pada kekuatan akal dan indra saja, dan tidak mempertimbangkan keimanan dalam kehidupan. Selain itu, pandangan feminisme juga bertentangan dengan pola pikir masyarakat Indonesia yang menerapkan nilai-nilai Pancasila.

Sementara itu, peradaban Barat cenderung lebih mementingkan rasionalisme, empirisme, sekulerisme, dualisme/dikotomi, dan humanisme yang hanya berfokus pada rasio dan spekulasi filosofis, tanpa mempertimbangkan agama. Kesalahan kaum feminisme muncul karena keinginan segelintir orang saja dan tidak memperhatikan konstruksi sosial yang ada.

Perlu diingat, bahwa sebagai masyarakat yang hidup di Indonesia, kita perlu memahami bahwa nilai-nilai Pancasila adalah dasar dari kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, kita perlu mempertimbangkan nilai-nilai agama dan keimanan dalam berpikir dan bertindak. Kita juga perlu berhati-hati dalam menerima pandangan dan ideologi dari luar yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kita sebagai bangsa Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun