Dalam balutan sosok nan gagah, Evan Sanders menyimpan begitu banyak memori dalam hidupnya. Dari kenangan tentang kaki kecilnya menyusuri tanah Papua, hingga kerasnya ibu kota. Dan melalui tutur katanya, ia menyerukan kejujuran akan makna kerja keras.
Saya masih ingat betul pertemuan saya dengan satu sosok yang selalu ada di layar televisi, yang wajahnya tidak akan asing bagi siapa saja. Dan setelah menunggu, sambil mempersiapkan serangkaian pertanyaan, ternyata sosok tegap berkulit cerah, dengan memakai kaos oblong berwarna putih, dilengkapi denim biru muda dan sendal jepit, serta kacamata hitam, ia datang dan dengan tegur sapa yang membuat hari itu seolah begitu mudah.
Di tengah kesibukannya, Evan Sanders tetap menyempatkan diri untuk melakukan wawancara. Semua ia ceritakan, dari impian sebenarnya, perjalanan karir, kisah tentang papua, sampai pasangan hidupnya yang selalu menjadi incaran publik. Dan tanpa ragu, Evan Sanders mengungkapkan apa yang selama ini ia simpan dari media.
Papua, adalah cerita penting dalam hidup saya.
“Saat itu Papua masih gelap, listrik hanya ada saat jam 6 malam sampai jam 6 pagi, kalau malam, kami hanya tertolong oleh sinar bulan. Kalau ada yang minta tolong di malam hari, kami malah menutup rapat pintu kami,” kenang Evan.
Evan kecil, berbeda dari temannya yang lain. Kulitnya berwarna cerah dan badannya tegap. Tapi ia tidak pernah canggung, toh temannya tidak menganggapnya berbeda. Ia lahir dari keluarga keturunan Papua, si bungsu dari tiga bersaudara. Masa kecilnya ia habiskan sebagai bocah yang sudah mengerti arti kerja keras. Ibunya, yang kala itu membuka losmen kecil-kecilan, selalu mengajarkan untuk bekerja sebelum ia sekolah. Mencuci pakaian dan piring, menyiapkan makanan, hingga mengepel lantai, ia harus lakukan sebelum ia menuju sekolahnya yang berjarak 2km dari rumahnya.
Seperti layaknya anak biasa, ia berjalan tanpa mengeluh, padahal ia harus melewati hutan untuk menuju sekolahnya. Dan sesekali ia mencuri buah-buahan dari ladang milik entah siapa, yang ada di hutan tersebut.
“Hidup saya sudah keras dari kecil, tapi saya tidak pernah melihat itu sebagai sebuah penderitaan. Saya jalani, dan selalu saya kenang,” kata Evan sambil mengenang masa kecilnya.
Baginya kisah tentang Papua bukan sesuatu yang harus ia sembunyikan, bahkan ia mengakui bahwa ada jarak antara ia dan ibunya. Seorang wanita yang keras, dan tidak bisa dibantah. Sosok yang selalu meminta Evan bekerja sebelum pergi sekolah, adalah seroang single mother yang membesarkan Evan dengan cara yang cukup keras. Tapi dari sinilah, Evan yang memiliki nama asli Stevanus Alexander belajar memaknai hidup dengan mental seorang laki-laki yang kuat. Ia bahkan berani meninggalkan Papua dan keluarganya saat lulus SMP.
Evan menghabiskan masa SMA di Manado bersama saudaranya, kemudian tanpa ada yang tahu, ia kabur dan memberanikan diri untuk pergi ke Jakarta untuk menempuh perguruan tinggi. Dan kisah tentang kerasnya hidup, masih ia alami di Jakarta.
Kala itu ia tinggal bersama kakaknya, yang ia akui adalah sosok yang juga keras. Evan bahkan tidak pernah diantar ke berbagai lokasi yang ia tuju, yang kala itu ia masih sangat buta akan kota ini. Lantas bus kota adalah sahabat Evan pada masa itu. Kakaknya hanya memberikan gambaran singkat tentang daerah-daerah di Ibu Kota, dan seolah tidak peduli jika adiknya harus nyasar, atau bahkan bertemu preman.
Dan di Jakarta, Evan berhasil menggapai apa yang ia cita-citakan sejak dulu.
Kebahagiaan bagi saya adalah membuat orang lain terhibur.
Berawal sebagai seorang extrass, yang bahkan tidak ada yang menyadari kehadiran dirinya di layar kaca, kemudian ia mengembangkan sayapnya sebagai seorang VJ MTV. Sampai kemudian ia muncul di layar lebar, dan kini, ia menunjukkan konsistensinya sebagai seorang aktor dalam sebuah sinetron, bahkan juga seorang host untuk sebuah acara memasak di TV, yang sejatinya masih berkaitan dengan kesukaannya di bidang kuliner. Belum lagi karirnya dalam dunia tarik suara, setelah album pertamanya ‘Sebelah Mata’ yang kurang meledak di pasaran, Evan masih memiliki keinginan untuk kembali bernyanyi.
Bagi Evan, fokusnya yang terpecah dalam berbagai bidang ini adalah sebuah keharusan, dimana seorang anak muda harus memiliki banyak talenta. Itu sebabnya ia tidak pandang bulu dalam bekerja, dari aktor, penyiar, reporter, penyanyi, VJ, hingga menjadi seorang koki, Evan mampu menjalaninya dengan baik. “I will be someone, with many abillities. masak bisa ngapain bisa. Jadi orang jangan terpaku satu. Banyak orang bilang kalau terlalu banyak bidang yang dijalanin gak akan bikin fokus. Justru, itu hanya sebuah pepatah lama, yang tidak lagi berlaku untuk jaman sekarang,” tutur pecinta travelling ini.
Saya sedikit terkejut tentang kesukaan Evan dalam meramu bumbu-bumbu masakan menjadi sebuah makanan. Inilah bakat yang jarang ia tunjukkan kepada khalayak. Kecintaannya akan memasak, terbentuk dari ia masih kecil. Tugasnya dalam menyajikan makanan untuk tamu losmen kala ia masih tinggal di Papua, menyisakan talentanya sebagai seorang koki. Bahkan kini, ia memiliki sebuah restoran di Eropa, “udah empat tahun, fokusnya di masakan Indonesia, dan namanya Indonesian Food,” tutur Evan.
Kini, 12 tahun sudah ia berada di dunia entertain, dan ia mengaku sudah mendapatkan pencapaian tertingginya. Sambil tersenyum, penyuka aktor Al Pacino ini mengatakan, “Kebahagiaan di dunia entertainment adalah membuat orang lain terhibur, sampai saat ini alhamdulillah banyak orang yang terhibur. Karena Penghargaan terbesar bagi saya adalah orang tersenyum ketika melihat kita.”
Dan di final nanti, aktor yang juga mengidolakan Soekarno ini, mengaku akan berakhir sebagai seorang pebisnis. Yang akan menikmati hidup dan mengendalikan kerajaan bisnisnya dari kejauhan.
Buat saya, hidup terus berjalan, terserah orang mau bilang apa.
Bukan hal yang mudah untuk tetap konsisten dalam berkarir sebagai aktor. Regenerasi dan mengatur citra diri agar tetap disukai penonton dan pembuat film, adalah hal-hal yang kerap membuat beberapa aktor menghilang. Namun, Evan Sanders sudah memiliki strateginya sendiri.
“Banyak orang berhasil mendapatkan piala citra, setelah itu gone, hilang. Tapi kalau seorang aktor bisa stabil dalam membuat orang tersenyum, itu abadi,” kata Evan. Bukan piala yang ia cari, tapi atensi dan senyum orang banyak yang selalu ia kejar.
Belum lagi soal saling menghargai, Evan hampir kehilangan hal ini. Namun ia tetap berusaha untuk menunjukkan bahwa menghargai satu sama lain adalah hal yang utama. Bukan hanya dalam kehidupan sosialnya, ia menerapkan ini ketika memainkan peran. Ia mengatakan, ada sebuah kunci untuk menjadi seorang pemain sinetron yang baik, yaitu harus mampu menghargai dan menyesuaikan diri dengan lawan main, ia tidak akan lupa bahwa dirinya tidak sendiri saat ber-acting, karena itu ia selalu berusaha agar lawan mainnya juga terlihat bagus.
Sebagai pelaku dunia hiburan, issue adalah hal yang tidak bisa dihindari. Begitu juga dengan Evan Sanders. Hingga kini, berita miring tentang dirinya masih bisa didapatkan oleh khalayak. Dan soal gosip, Evan tidak ambil pusing, “Saya tidak pernah mendengar apapun, orang mau persepsi seperti apa terserah. Buat saya, hidup terus berjalan, ini track saya, terserah orang mau bilang apa,” tutur Evan santai.
Dan perkara pendamping hidup, ada yang mengganjal dari tatapan mata Evan. Hari itu, ketika wawancara, Evan tetap ramah, namun ada perasaan yang tidak tenang dari dirinya. Dan kemudian ia mengaku, saat ini dia telah memiliki seorang perempuan yang akan segera menjadi nyonya Evan Sanders. Dan wanita tersebut sedang sakit. Ketika saya menanyakan kabar perempuan tersebut, Evan menjawab singkat, “My love life was not really good. Saya baru tahu kemarin. Pacar saya lagi sakit jantung. Agak stress. Saya sepertinya harus kembali ke Europe.”
Dan sebagai penutup, saya bertanya tentang bagaimana ia meyakinkan diri bahwa mimpinya akan terwujud, sambil tersenyum seolah sudah mempunyai jawaban yang pasti, Evan menjawab, “im a dream casher, im a believer. I dont wanna die, i wanna live for a million years. And yes, i will make my dream comes true.”
Catatan:
Artikel ini dibuat pada September 2013.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI