Halo, para pembaca kompasiana sekalian! kali ini penulis akan membahas suatu topik tentang statement bahwa obat anti-inflamasi dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan otot.Â
Tubuh kita terdiri dari serabut-serabut yang memungkinkan kita untuk menggerakan anggota tubuh sampai memompa jantung dan mencerna makanan. Serabut-serabut tersebut membentuk jaringan, disebut jaringan otot. Jaringan otot tersebut terdiri dari 3 jenis, otot polos, otot lurik, dan otot jantung.
Otot lurik merupakan otot yang bekerja secara volunter yang terletak pada anggota gerak tubuh juga menempel pada rangka. Berbentuk silindris memanjang dan kedua ujungnya tidak bercabang serta punya banyak nukleus di bagian tepi selnya. Karakteristik otot ini adalah kerjanya cepat, namun mudah lelah. Otot ini dikendalikan sistem syaraf pusat yang dibawah kendali kita.
Otot jantung merupakan otot yang bekerja secara involunter yang terletak khusus di jantung. Otot jantung memiliki bentuk seperti otot lurik, tapi mekanisme kerjanya mirip otot polos. Berbentuk memanjang dengan kedua ujungnya tidak bercabang serta memiliki satu nukleus di tengah. Karakteristik otot ini adalah kerjanya beritme dan tidak mudah lelah. Otot jantung dikendalikan oleh sistem syarah otonom.
Saat terkilir, saya diberi pain relief spray, yang mana anti-inflamasi juga merupakan bagian dari painkiller. Dokter saya berkata bahwa menggunakan spray ini harus bijak, jika berlebihan, maka otot akan terbiasa dengan rasa "enak" yang ditimbulkan, sehingga menjadi kurang nyaman jika tidak disemprot lagi. Inflamasi merupakan respon jaringan tubuh kita terhadap suatu rangsangan fisik atau kimiawi yang merusak tubuh. Inflamasi ini berusaha untuk menghilangkan pengganggu asing tadi dari tubuh. Nah, inflamasi ini adalah tanggapan alamiah dari tubuh kita sendiri.Â
Kita harus paham bahwa inflamasi berbeda dengan infeksi yang mana dapat menjadi penyebab inflamasi. Infeksi yang disebabkan oleh virus, kuman, dll menyebabkan tubuh meresponnya dengan inflamasi. Secara garis besar, inflamasi memang terlihat menguntungkan, tetapi ada efek samping dari inflamasi itu sendiri. Terkadang, inflamasi dapat berkembang dan menyebar ke bagian tubuh lainnya diluar bagian tubuh yang terserang. Sehingga akan ada inflamasi baru sebagai tanggapan terhadap inflamasi yang sudah ada.Â
Sehingga para ilmuwan menciptakan obat anti-inflamasi yang berfungsi untuk meredakan efek-efek dari inflamasi seperi nyeri, demam, bengkak, kulit kemerahan, dll. Obat anti-inflamasi menghambat kerja enzim-enzim pada tubuh, salah satunya siklooksigenasi (COX 1 dan 2) enzim ini menstimulasi hormon prostalglandin yang memicu peradangan dan menguatkan impuls saraf ke otak. Sehingga rasa sakit berkurang. Nah, obat anti-inflamasi ini ada 2 jenis, steroid untuk inflamasi yang tingkat kerusakannya parah, dan non-steroid untuk inflamasi yang tingkat kerusakannya ringan. Berdasarkan fungsinya sendiri, obat ini dapat bekerja sebagai anti piretik yang mengatasi kenaikan suhu dan anti analgesik untuk mengatasi rasa nyeri.Â
Nah, sekarang kita akan masuk ke hubungan obat anti-inflamasi dengan otot, khususnya pada pertumbuhannya. Saya akan membahas untuk obat anti-inflamasi tipe steroid terlebih dahulu. Tipe steroid ini memiliki sifat lebih keras dibandingkan dengan yang non steroid, sehingga jarang digunakan sebagai obat first-line oleh para dokter, karena mengingat efek sampingnya yang lebih berat. Obat ini memiliki nama dagang kortikosteroid, karena mengandung steroid.Â
Nah, apa itu steoid? Steroid merupakan hormon yang berguna untuk mengatur metabolisme, regulasi cairan tubuh, sistem kekebalan tubuh, dan pembentukan tulang. Nah, perlu digaris bawahi bahwa kortiosteroid ini berbeda dengan sterid anabolik yang biasa kita dengar dipakai oleh para atlet, atau kita mendengar istilah doping.
Sedangkan obat kortikosteroid itu memiliki 2 fungsi, yaitu untuk penderita kekurangan hormon steroid dan juga yang akan kita bahas anti peradangan. Pada otot, kortikosteroid ini jika jumlahnya seimbang diperlukan untuk metabolisme serta pemeliharaan otot termasuk untuk perkembangan otot, namun jika jumlahnya tidak seimbang, maka akan menyebabkan berbagai kelainan. Misalnya adanya peningkatan aldosteron.Â
Aldosteron merupakan hormon steroid yang dapat mengakibatkan sistoma hipokalemia. Sistoma hipokalemia ini dapat membuat otot malah menjadi tidak bertenaga. Selain itu, yang paling sering diperbincangkan yaitu glukokortikoid. Kadar glukortikoid yang tinggi akan menyebabkan degradasi otot melalui lintasan katabolisme protein. Glukokortikoid ini berfungsi untuk mengatur metabolisme gula. Efeknya adalah meningkatnya pembentukan gula dari protein (glukogenesis) sehingga kadar gula dalam darah akan meningkat, nah gula darah yang meningkat tersebut mengakibatkan otot kekurangan energi untuk bergerak.Â
Hal ini dikarenakan gula dalam otot itu sedikit, karena berubah menjadi gula darah. Nah, kandungan kortikosteroid dalam obat anti inflamasi steroid ini dapat menyebabkan gangguan pada kelenjar adrenal yang memproduksi hormon steroid. Loh, mengapa bisa begitu? seharusnya kelenjar adrenal terbantu dong dengan adanya hormon steroid dari luar? Sesuatu yang berlebihan bagi tubuh selalu memiliki dampak yang buruk.Â
Bahkan, jika kita minum lebih dari 6 liter sehari, itu dapat membunuh kita. Tingginya kadar glukosteroid menyebabkan reaksi auto imun, yang dapat menyerang kelenjar adrenal itu sendiri. Sehingga, kemampuannya dalam memproduksi steroid berkurang. Padahal, hormon steroid diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan otot.Â
Sekarang, kita masuk ke jenis kedua, yaitu non steroid, atau dikenal dengan singkatan NSAID (non-steroidal anti inflammaroty drugs). NSAID ini sangat mudah kita temui di apotek, misalnya saja bufect yang merupakan ibuprofen. Ketika, kita sakit gigi, dan harus dicabut, untuk mengurangi rasa nyeri, kita diwajibkan untuk mengonsumsi ibruprofen ini. Nama dagangnya bisa bermacam-macam. Fungsi obat ini adalah untuk meredakan nyeri, termasuk sendi dan otot  yang disebabkan asam urat dan rematik.Â
HAl tersebut berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya yang mengatakan bahwa NSAID dapat membantu melindungi pasien lansia dalam menjaga massa otonya dari kehilangan karena faktor usia. Hal ini diduga dikarenakan karena terdapat perbedaan mekanisme yang mengatur massa otot antara orang lanjut usia dan yang usianya lebih muda. dengan hasil penelitian ini, para ilmuwan menyatakan bahwa orang yang usianya muda jika ingin meningkatkan massa ototnya dimohon agar menghindari penggunaan NSAID dosis tinggi, dengan jangka waktu yang sedang hingga lama. Â
Nah, setelah kita membahas dari 2 jenis anti-inflamasi tersebut, sekarang bagaimana jika kita melihat dari segi otonya itu sendiri. Bagaimana sih mekanisme perbesaran otot? Pembesaran otot atau istilahnya hipertrofi otot terjadi saat tubuh melakukan adaptasi terhadap lingkungan. Lingkungan disini berupa rangsangan yang membuat perintah agar tubuh melakukan adaptasi. Biasanya terjadi karena otot harus menanggung beban berat. Nah, sebenarnya ketika kita sedang latihan fisik yang membutuhkan otot kita untuk bekerja ekstra, otot kita itu terlukai.
Nah, selain itu, prostaglandin ini juga berperan dalam menguatkan impuls dari otot menuju sistem syaraf pusat kita. Sehingga, rasa sakit itu juga makin kuat. Nah, sudah saya jelaskan diatas bahwa obat anti inflamasi ini menghambat enzim siklooksigenase yang berfungsi untuk memicu produksi prostaglandin yang berperan dalam proses pengemalian kondisi otot yang rusak, serta beradaptasi dengan beban yang merusak otot itu tadi. Sehingga, disini jelas bahwa obat anti-inflamasi dari segi mekanisme perbesaran otot menghambatnya.Â
Karena, jika kita olahraga berlebihan, lalu kita merasa nyeri pada otot kita yang mana tu adlah kerusakan pada otot kita yang nantinya otot akan diperbaiki serta beradptasi dengan menggunakan prostaglandin. Lalu, kita mengkonsumsi obat anti inflamasi karena merasa otot kita sakit, kita secara tidak langsung menghambat produksi prostaglandin. Sehingga bukan hanya otot kita sulit untuk membesar, tetapi jika kita menggunakannya dengan dosis yang sangat tinggi, maka kita malah akan membuat otot kita semakin kecil.
Sekian artikel dari penulis, semoga bermanfaat, maaf bila ada salah-salah kata. Bila ada yang ingin disampaikan kepada penulis dapat mengirimkannya melalui kolom komentar dibawah. Segala kritik dan saran terbuka untuk pembelajaran penulis kedepannya. Akhir kata, penulis mengucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H