Oleh: Ricky Putra Syahreza*
Alam kembali memberi cobaan bagi Indonesia, bertubi-tubi bencana gempa bumi melanda. Mencari pahlawan atau kambing hitam atas kondisi yang porak poranda tentu bukanlah hal yang patut dikedepankan.Â
Jerit ketakutan, isak tangis, dan kepanikan masih terekam jelas dalam ingatan. Sebulah sudah musibah itu berlalu, namun masyarakat Palu, Sigi, dan Donggala tetap kuat untuk kembali bangkit.
Gelombang tsunami dan gejolak bumi seolah berkejaran, menyisakan puing-puing dan tangis ditengah kegelapan. Hati ini perih menyaksikan saudara yang kehilangan sanak saudara hingga masa depan. Ribuan nyawa menjadi korban jiwa.
Belum lagi yang mengalami luka-luka, tentu berkali lipat jumlahnya. Tak terhitung lagi harta benda dan aset yang musnah ditelan gejolak alam dan likuifaksi. Hanya keikhalasan dan ketabahan mendalam yang dibutuhkan oleh para handai taulan
Namun negeriku tak hanya cantik alamnya, rasa persaudaraan masyarakatnya menambah keindahan bangsa ini. Apa yang tersisa kini, harus menjadi titik awal bagi warga Palu, Donggala dan Sigi bersiap untuk berbenah.
Malam itu juga Presiden Jokowi menginstruksikan kepada Menko Polhukam, Wiranto, untuk mengoordinasikan penanganan dampak gempa bumi dan tsunami.Â
Presiden juga memerintahkan Panglima TNI Â menangani kondisi pasca gempa terutama yang berkaitan dengan penanganan darurat baik pencarian korban, evakuasi dan menyiapkan kebutuhan-kebutuhan dasar yang diperlukan.Â
Selain itu, Presiden Jokowi juga berkoordinasi dengan Menteri Sosial untuk melakukan upaya tanggap darurat dalam menangani gempa Donggala.
Beberapa jam pasca gempa, tim evakuasi sudah bergerak ke lokasi kejadian yang terdiri dari TNI dibantu oleh Kepolisian dan relawan.Â
Truk-truk yang diisi bantuan makanan dan juga alat rumah tangga juga sudah dikerahkan dari Makassar, termasuk kapal-kapal juga akan dikerahkan untuk bisa mengangkut bantuan ke Palu dan Donggala.Â
Kemensos mengaktivasi sistem penanggulangan bencana bidang sosial, baik bufferstok bantuan darurat, peralatan evakuasi, personel relawan Tagana, maupun kendaraan siaga bencana.
Dalam suasana duka, pemerintah hadir di tengah warga. Itu yang kerap menjadi sorotan media, dari sosok Menteri Sosial yang menggendong anak korban gempa hingga Presiden Jokowi yang ditanya anak bernama Izrael apakah bisa diajak serta ke Jakarta saat berada di lokasi bencana.Â
Anak-anak tidak mungkin berbohong. Kejujuran dan kepolosan mereka itulah yang menjadi  bukti bahwa pemerintah sudah sangat tanggap atasi bencana.
Menyentuh tidak hanya menyangkut hal-hal yang bersifat fisik-materil semata, melainkan pula mengedapankan keagungan jiwa-jiwa pasca trauma.
Pemerintah tidak berdiri sendiri dalam hal ini. Segenap jajaran yang menyertainya turut serta mengambil tupoksi sesuai dengan bidang yang dikelola selama ini.Â
Perlahan, pembenahan sarana penerangan, transportasi, ketersediaan BBM, serta dibukanya akses komunikasi diupayakan semaksimal mungkin.Â
Tidak lagi berfikir tentang berapa besar kerugian akibat gempa. Pemerintah mengoptimalkan kinerjanya melalui sigapnya Kementrian untuk hadir di lapangan, jejaring BUMN, hingga sektor swasta untuk terus meringankan kondisi pasca bencana di beberapa lokasi sentral.
Belum lagi tingginya nilai gotong royong antar daerah. Inilah wujud nyata bahwa duka Palu, Donggala, Sigi adalah duka Indonesia. Hampir semua pemerintah daerah mengirimkan dukungan bantuan baik itu relawan hingga bantuan untuk pemenuhan kebutuhan korban.Â
Satu persatu pemerintah daerah baik itu setingkat Gubernur atau Bupati atau Walikota menunjukkan wujud nyata empati mereka dengan mengirimkan bantuan.Â
Tentu dalam suasana pemulihan pasca bencana, tidak dicari siapa yang paling getol menunjukkan bantuan dari segi jumlah terbesar.
BNPB menjelaskan bahwa kondisi saat ini di Palu dan Dongga perekonomian masyarakat di Kota Palu dan Donggala sudah mulai berjalan normal.Â
Sinyal telekomunikasi dan internet telah pulih dan pelayanan listrik sudah mencapai 94 persen.Â
Dalam pekan ini, Kementerian PUPR sudah memulai pembangunan 1.200 unit hunian sementara (Huntara) untuk para korban gempa bumi dan tsunami di Kota Palu, Kabupaten Sigi dan Kabupaten Donggala.
Hingga saat ini pembersihan kota sudah mencapai 70 persen, pemulihan sistem air minum selesai Desember 2018, namun konektifitas jalan di beberapa daerah masih terputus, ada beberapa jalan yang rusak, jalan yang tertimbun longsor dan sebagainya.Â
Berdasarkan SK Gubernur Sulteng nomor 466/425/BPD 2018, terhitung mulai tanggal 27 Oktober 2018 masa tanggap darurat penanganan bencana gempa bumi, tsunami dan likuifaksi di Sulawesi Tengah berakhir dan masa transisi darurat ke pemulihan akan berlangsung selama 60 hari terhitung mulai 27 Oktober hingga 25 Desember 2018.
Penanganan cepat dari Pemerintah sangat berperan penting dalam pemulihan pasca bencana di Kota Palu dan Donggala. Pemulihan tidak hanya dilakukan terhadap sarana dan prasarana umum, namun juga terhadap psikologis masyarakatnya.Â
Dalam kurun waktu satu bulan ini Pemerintah telah berhasil dalam penanganan dan pemulihan bencana di Sulawesi Tengah. Keberhasilan ini tidak terlepas dari keberhasilan sebelumnya terhadap penanganan dan pemulihan bencana gempa bumi di Lombok.
Dalam beberapa tahun ini, penanggulangan bencana yang dilakukan pemerintah pun semakin baik. Dengan begitu, pemulihan masyarakat dan proses rekonstruksi pasca bencana dapat lebih cepat.Â
Dalam tiga tahun ini, pemerintahan Presiden Jokowi telah membentuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di 34 provinsi dan 479 kabupaten/kota. Upaya mitigasi bencana juga didukung dengan istalasi sistem peringatan dini multiancaman bencana di 30 kabupaten/kota di seluruh Indonesia.
Upaya tersebut berdampam pada penurunan Indeks Resiko Bencana Indonesia (IRBI) dalam beberapa tahun terakhir.Â
Yang mana pada era kepemimpinan SBY berada pada level 169.40 kini di era kepemimpinan Presiden Jokowi turun menjadi 118.58. Hal ini menunjukkan bahwa Presiden Jokowi telah melalukan peningkatan terhadap penanganan dan pemulihan bencana.
Dalam pemulihan bencana, kecerdasan emosional menjadi unsur dasar yang harus disertakan. Jangan sampai membantu doa dan materil pun tidak, yang ada malah mencela upaya pemerintah dan membuat gaduh di tengah duka.
Oleh: Ricky Putra Syahreza*
*) Mahasiswa Ilmu Politik di Universitas Padjajaran
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H