Nilai sosial budaya adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan kehidupan bermasyarakat dan berbudaya. Nilai sosial budaya mencakup norma, etika, moral, adat, tradisi, kepercayaan, agama, dan lain-lain. Nilai sosial budaya berfungsi sebagai pedoman, acuan, dan pengendali perilaku manusia dalam interaksi sosial.
Hubungan Pendidikan dan Nilai Sosial Budaya
Pendidikan dan nilai sosial budaya memiliki hubungan yang erat dan saling mempengaruhi. Pendidikan berperan dalam internalisasi nilai-nilai sosial budaya kepada peserta didik (Miftahur, 2017). Melalui pendidikan, peserta didik dapat mempelajari, memahami, dan menghargai nilai-nilai sosial budaya yang ada di lingkungannya. Pendidikan juga dapat membentuk sikap, perilaku, dan kepribadian peserta didik yang sesuai dengan norma-norma sosial.
Sebaliknya, nilai sosial budaya juga berpengaruh dalam menentukan arah dan tujuan pendidikan. Menurut (Susilo & Sarkowi, 2018) Nilai sosial budaya dapat menjadi sumber inspirasi, motivasi, dan orientasi bagi pendidikan untuk mengembangkan potensi peserta didik secara optimal. Nilai sosial budaya juga dapat menjadi landasan, acuan, dan kriteria bagi pendidikan untuk menilai kualitas dan hasil pembelajaran.
Kontribusi Ki Hadjar Dewantara dalam Pendidikan
Ki Hadjar Dewantara adalah tokoh pendidikan dan pejuang kemerdekaan Indonesia yang lahir pada tanggal 2 Mei 1889 di Yogyakarta. Beliau merupakan pendiri Taman Siswa, sebuah lembaga pendidikan yang mengembangkan konsep pendidikan, khususnya sistem among (Dewantara, K. H. 1967).Â
Sistem among merupakan sistem pembelajaran yang merdeka bagi peserta didik (Masitoh & Cahyani, 2020). Karena dalam sistem among, Ki Hadjar Dewantara dipahami sebagai pemeliharaan dan perhatian untuk mendapat pertumbuhan anak lahir dan batin sesuai dengan kodrat. KHD mengibaratkan anak seperti bibit tumbuhan yang akan tumbuh dengan baik jika mendapatkan perawatan, air, pupuk, dan tempat yang subur.Â
Anak dilahirkan dengan bakat masing-masing, dan pendidikan harus membantu mereka mengembangkan potensi alam dan zaman yang dimilikinya (Sunarya et al., 2022). Dalam praktiknya, kita harus menghargai keberagaman bakat dan minat anak, memberikan kesempatan untuk eksplorasi, dan mengarahkan mereka menuju pengembangan yang positif.
Ki Hadjar Dewantara mengembangkan asas-asas pendidikan yang terkenal dengan rumusan ing ngarso sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani (Zuriah, 2015). Artinya, di depan memberi teladan, di tengah memberi semangat, dan di belakang memberi dorongan. Asas-asas ini menggambarkan peran guru dalam mendidik peserta didik dengan menghormati hakikat dan kebebasan mereka.
Guru harus memimpin, memberi contoh, membangun semangat, dan mendorong siswa agar belajar secara maksimal. Semboyan "Ing Ngarso Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Handayani" menggambarkan peran guru dalam memberikan teladan dan semangat kepada siswa. Pendidikan yang berpihak pada peserta didik mengutamakan kepentingan siswa, bukan hanya kurikulum atau ujian.