Mohon tunggu...
Ricky A Manik
Ricky A Manik Mohon Tunggu... Peneliti -

belajar untuk menjadi kuat

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sastra Sebagai Gerakan Literasi Progresif

4 Januari 2019   09:53 Diperbarui: 4 Januari 2019   10:13 1263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sastra Sebagai Gerakan Literasi

Kegiatan yang paling memungkinkan untuk melakukan tindakan membaca dan menulis (mengarang) adalah sastra. Mengapa paling memungkinkan? Pertama, karena sastra merupakan seni berbahasa dibandingkan dengan seni yang lain. Tindakan membaca dan menulis memerlukan bahasa sebagai mediumnya. 

Kegiatan membaca dan menulis membutuhkan kemampuan dalam seni memahami. Ilmu seni memahami ini kita temukan dalam salah satu ilmu sastra yaitu hermeneutik, sebuah ilmu penafsiran, interpretasi terhadap teks. Hermeneutik ini menandakan bahwa teks-teks (sastra) terbuka peluang untuk diperiksa selalu makna yang terkandung di dalamnya. Keterbukaan teks sastra dalam beragam penafsiran menunjukkan bahwa sastra merupakan aktivitas kebahasaan yang kuat baik dalam proses membaca atau menulis karya-karya sastra yang inovatif. Proses ini mendorong masyarakat khususnya dalam dunia pendidikan mengasah kemampuan berpikirnya menjadi lebih progresif.

Kedua, sebagai karya yang memiliki sifat imajinatif, sastra membentuk dunia yang ada pada dirinya sendiri melalui teks yang dihadirkannya. Sehingganya, membaca sastra menuntut kepekaan dan kesadaran akan tekstualitas. Dengan kemampuan ini, bukan tidak mungkin akan memunculkan masyarakat-masyarakat yang kritis, yang mampu memahami berbagai peristiwa atau fenomena yang terjadi di lingkungannya.

Ketiga, kepekaan dan kesadaran tekstual muncul dari relasi antara pembaca dan teks sastra, berasal dari relasi subjek-objek, bukan dari relasi intersubjetif yang muncul dari kecenderungan tradisi lisan. Hubungan antara pembaca dan teks sastra membebaskan pembaca dari figur otoritatif yang terkadang memiliki tafsiran sendiri terhadap teks. Sastrawan tidak perlu ikut campur dalam proses pembaca memahami teks sastranya.  

Keempat, karya-karya sastra daerah seperti pantun, syair, seloko, pepatah-petitih, mantra, cerita rakyat (dongeng, mitos, dan legenda) yang dimiliki oleh masyarakat lisan dapat direvitalisasi dengan cara mendokumentasikannya baik secara tulisan atau rekaman oleh masyarakat pemiliknya. Aktivitas demikian memberi ruang artikulatif bagi masyarakat untuk menggali dan memberdayakan potensi sosial-budaya sendiri. 

Sekolah dan lembaga-lembaga (Kemendiknas, Diknas Provinsi/Kabupaten, Badan/Balai/Kantor Bahasa dan lainnya) sudah harus berperan aktif dalam menumbuhkan kesadaran menulis dan membaca di masyarakat, sebab kerja-kerja kebudayaan (sastra sebagai mediumnya) inilah yang pada akhirnya membuat gerakan literasi menjadi lebih progresif, bukan konservatif. 

Jambi, 18 Juli 2018

*Tulisan ini pernah dimuat di Padang Ekspres, Minggu, 4 November 2018

**Pemerhati sastra tinggal di Jambi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun