VI. KESIMPULAN
Perjamuan paskah atau yang sering dikenal dengan perjamuan seder merupakan bentuk dasar dari Perjamuan Kudus di dalam Perjanjian Lama. Dalam perjamuan paskah, darah dan daging memiliki makna keselamatan bagi umat yang merayakannya. Domba paskah yang disembelih itu menandakan kurban persembahan kepada Allah, dimana dagingnya dimakan dan darahnya dibubuhkan di ambang pintu. Ritus ini bukan hanya sekedar sebagai ritus keagamaan belaka, tetapi juga memiliki dampak yang positif bagi komunitas yang merayakannya. Sama seperti dalam perjamuan Kudus yang diamanatkan oleh Kristus, perjamuan paskah dirayakan oleh suatu keluarga atau kumpulan beberapa keluarga. Simbol darah dan daging memang tidak begitu menyolok, tetapi maknanya bisa dilihat dari pembagian daging dan roti tidak beragi yang mereka olah dalam perayaan tersebut. Perjamuan paskah mengingatkan bangsa Israel akan penyertaan Allah bagi mereka ketika keluar dari perbudakan di Mesir. Ini merupakan peristiwa pembebasan sebagai wujud nyata keadilan sosial, tidak boleh terjadi perbudakan di hadapan Allah.
Darah yang dioleskan di ambang pintu merupakan darah anak domba paskah, dimana fungsinya adalah sebagai permohonan pengampunan dosa dan permohonan keselamatan dari Allah ketika malaikat-Nya melewati pintu mereka. Ini ada kemiripan dengan perjamuan kudus, di mana darah Kristus memberikan pengampunan dosa bagi manusia yang meminumnya.
Perjamuan makan merupakan peristiwa yang unik di dalam Perjanjian Lama, dimana dalam perjamuan tersebut setiap orang yang berkumpul dipersatukan dalam persekutuan yang saling mengasihi. Persekutuan ini terjadi langsung di hadapan Allah sendiri, dan memang persekutuan itu diciptakan dan diikat oleh Allah sendiri. Dalam perjamuan paskah, setiap orang mendapatkan makanan dan minuman sesuai dengan apa yang diamanatkan Tuhan, dan tidak boleh ada yang tersisa. Ini merupakan suatu pesta besar, sehingga ketika ada keluarga yang tida mampu untuk merayakannya karena tidak mampu membeli domba, orang-orang yang kaya akan memberikan bantuan kepada mereka. Atau, keluarga-keluarga yang tidak mampu berkumpul dan mereka membeli domba secara bersama (kollektif). Di sinilah letak keadilan jelas terlihat, bahwa paskah benar-benar bukan hanya untuk makan-makan saja. Tetapi, dalam acara makan tersebut, kesejahteraan setiap orang diperhatikan oleh setiap orang pula, sehingga tidak ada yang hanya memikirkan dirinya sendiri, karena paskah adalah milik Tuhan. Melalui perjamuan paskah, umat yang merayakannya akan mengetahui arti penting dari pembebasan, sehingga mereka pun diamanatkan untuk menjadi para pembebas dalam hidup sehari-hari. Perjamuan makan tersebut juga dilaksanakan dalam suasana yang penuh damai, sebab setiap orang memiliki pekerjaannya masing-masing, dan saling membutuhkan. Ini mirip sekali dengan perjamuan kasih yang dilakukan oleh para diaken. Jadi, perjamuan paskah menciptakan suasana yang damai, penuh kasih, persekutuan, dan puncak dari semuanya adalah keadilan sosial sebagaimana pembebasan yang telah dilakukan Tuhan pada bangsa itu.
VII. LITERATUR
Abineno, J.L.Ch.
2008 Diaken: Diakonia dan Diakonat Gereja, Jakarta (BPK-GM).
Barth, Ch.
1988 Theologia Perjanjian Lama I, Jakarta (BPK Gunung Mulia).
Barton, John, dkk.(ed.).
2001 The Oxford Bible Commentary, Oxford (University Press).