Mohon tunggu...
Ricky Hamanay
Ricky Hamanay Mohon Tunggu... Penulis - a cosmology aficionado

a spectator of the cosmic dance

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Teori Kuantum Ruang-Waktu

9 November 2021   05:00 Diperbarui: 9 Januari 2023   07:57 2410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Credit: Max Planck Institute

Perkembangan ilmu fisika di abad ke-20 melahirkan dua fondasi utama fisika modern; teori kuantum dan teori relativitas Einstein, yang berperan penting dalam mengubah wajah peradaban manusia. Teori kuantum mengubah pemahaman kita secara mendalam tentang materi, energi, dan kausalitas, sementara teori relativitas mengubah pemahaman kita secara mendalam tentang ruang dan waktu. Kedua teori bekerja dengan sangat baik dalam menjelaskan sifat dan perilaku alam dalam dua domain yang berbeda - teori kuantum bekerja dengan sangat baik dalam dunia berskala mikroskopik atau skala atomik dan subatomik, sedangkan teori relativitas (umum) bekerja dengan sangat baik dalam skala makroskopik atau skala kosmik.

Meskipun kedua teori ini telah berkontribusi sangat luar biasa dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern, akhir perjalanan dari pencarian hukum alam yang sejati masih jauh dari puncak yang sedang didaki. Setiap kali status sebuah hukum alam yang ditetapkan telah mapan - yang dibuktikan melalui berbagai eksperimen - maka ilmuwan seringkali akan berupaya untuk menyatukan hukum-hukum alam yang mapan tersebut dalam satu kerangka tunggal. Tujuannya cuma satu, agar hukum-hukum alam menjadi lebih sederhana. Dengan penyederhanaan hukum-hukum alam ini diharapkan dapat membawa manusia lebih dekat kepada rahasia alam semesta itu sendiri.

Meskipun alasannya sederhana, seringkali penyatuan dua atau lebih teori fisika dalam satu kerangka tunggal memainkan peran penting dalam munculnya terobosan besar dalam ilmu pengetahuan. Sir Isaac Newton misalnya, menyatukan fenomena gerak benda-benda langit dan fenomena benda yang selalu jatuh menuju permukaan bumi dalam satu kerangka teori yang disebut hukum gravitasi. Ada juga James Clerk Maxwell yang menyatukan fenomena listrik dan magnet dalam satu kerangka hukum elektrodinamika (elektromagnetisme). Hasil gabungan-gabungan ini telah merevolusi dan melahirkan banyak terobosan dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang masih berlaku dan terus berkembang sampai sekarang.

Hal yang sama juga ingin dilakukan oleh ilmuwan yang hidup di era sekarang untuk menyatukan kedua fondasi utama yang merevolusi ilmu fisika modern, yaitu teori kuantum dan teori relativitas Einstein. Sampai saat ini, ilmuwan telah berhasil menyatukan teori kuantum dan teori relativitas khusus Einstein melalui teori medan kuantum. Teori medan kuantum menjadi aktor utama dalam perkembangan bidang ilmu fisika partikel berenergi tinggi yang menghasilkan berbagai macam teknologi modern yang ada saat ini - bahkan salah satu spin-off yang berakar dari penyatuan ini adalah teknologi internet yang kita gunakan sekarang. Sayangnya, teori kuantum belum berhasil disatukan dengan teori relativitas Einstein yang satunya lagi, yaitu teori relativitas umum. 

Teori relativitas umum adalah teori yang menjelaskan perilaku dan gerak dari objek yang mengalami percepatan ekuivalen dengan objek yang mengalami percepatan gravitasi. Teori ini kemudian menjadi bentuk umum dari hukum gravitasi yang sudah lebih dulu ditemukan oleh Newton. Oleh karenanya, bidang yang mengkaji setiap upaya untuk menyatukan teori kuantum dan teori relativitas umum Einstein sering disebut teori gravitasi kuantum.

Hingga kini ada beberapa teori gravitasi kuantum yang diusulkan. Namun masih belum ada teori gravitasi kuantum yang lengkap dan konsisten. Hal ini dikarenakan teori gravitasi kuantum harus berhadapan dengan masalah paling mendasar yaitu masalah eksperimental. Tanpa dukungan uji eksperimental, kita tidak memiliki referensi untuk membandingkan dan membuktikan teori-teori kandidat yang diusulkan sampai saat ini.

Teori kuantum menjelaskan perilaku objek dalam skala atom, sedangkan gravitasi menjelaskan perilaku objek pada skala masif yang sangat besar. Oleh karena gravitasi merupakan gaya terlemah, maka untuk bisa membuktikan efek gravitasi yang ditimbulkan oleh objek dalam skala atom akan membutuhkan usaha yang sangat besar pula. Ingat bahwa semakin kecil skala objek yang ingin diteliti, maka energi yang dibutuhkan akan semakin besar - yang artinya akan menelan biaya penelitian yang sangat besar juga. Oleh sebab itu, sampai saat ini, semua kandidat teori gravitasi kuantum masih hanya sebatas pendekatan yang mungkin dan belum bisa ditetapkan sebagai teori yang mapan karena keterbatasan pembuktian eksperimental.

Meskipun begitu, ilmuwan terus berupaya untuk memecahkan masalah ini secara teoritik, dan sampai sejauh ini ada dua kandidat utama teori gravitasi kuantum. Kandidat pertama adalah teori string (dawai) dan yang kedua adalah Loop Quantum Gravity. Teori string bukanlah teori gravitasi kuantum dalam arti yang sempit karena memiliki tujuan yang luas. Teori string bertujuan untuk memberikan deskripsi terpadu tentang dunia fisis, yang mana menurut teori ini, semua entitas fisis dipahami sebagai manifestasi gerak dari objek satu dimensi yang disebut string. Jadi, partikel-partikel elementer yang selama ini kita bayangkan sebagai partikel titik berdimensi nol, dipercaya sebagai manifestasi dari getaran objek berdimensi satu yang disebut string.

Teori string juga bertujuan untuk menyatukan semua interaksi dasar yang ada di dalam semesta dalam satu kerangka tunggal yang sering dikenal sebagai teori segalanya - the theory of everything. Jadi, dalam teori string, apa yang disebut gravitasi sebenarnya merupakan salah satu aspek yang muncul dari dinamika string. Karena luasnya motivasi dan tujuan yang berada dibalik teori string, menjadikan teori ini sebagai teori yang paling banyak diminati ilmuwan dan menjadikannya sebagai kandidat terpopuler dari gravitasi kuantum dengan jumlah penelitian yang jauh lebih banyak dibandingkan teori kandidat lainnya.

Salah satu kandidat teori gravitasi kuantum yang menjadi saingan terdekat teori string adalah Loop Quantum gravity (LQG). Dibandingkan dengan teori string yang lebih ambisius, LQG benar-benar murni bertujuan untuk menjelaskan sifat-sifat kuantum dari gravitasi. Jadi, LQG memiliki tujuan yang secara fundamental lebih terbatas, yaitu sebagai sebuah teori gravitasi kuantum. Teori ini merupakan teori yang bebas latar belakang, artinya bahwa teori ini menjelaskan ruang-waktu, dan bukan teori yang menempatkan gravitasi pada ruang-waktu yang sudah ada seperti halnya teori string. Karena teori ini menjelaskan ruang-waktu dalam skala kuantum atau mengkuantumkan ruang-waktu maka sering disebut sebagai teori kuantum ruang-waktu.

Dalam LQG, ruang dianggap terdiri dari garis-garis medan gaya yang membentuk medan tertutup yang disebut sebagai loop. Garis-garis medan gaya ini tidak harus berupa garis lurus. Loop ini dapat berpotongan satu sama lain untuk menciptakan jaringan yang sangat halus - ini mirip seperti jaringan benang yang saling berpotongan satu sama lain untuk membentuk selembar kain - jaringan ini lalu diberi nama spin network. Kemudian, evolusi atau perubahan yang terjadi pada jaring-jaring spin (spin network) setiap waktu disebut sebagai spin foam atau busa spin. Ukuran dari loop yang membentuk jaring-jaring spin ini ukurannya sangat kecil, yaitu sepanjang ukuran panjang Planck.

Loop quantum gravity (LQG) berbeda dari pendekatan lain terhadap gravitasi kuantum, seperti halnya teori string. LQG sama sekali tidak memodifikasi prinsip relativitas umum maupun teori quantum. Menurut para pendiri teori LQG, prinsip-prinsip dalam relativitas Einstein maupun teori kuantum telah teruji dengan baik melalui eksperimen yang akurat, sehingga kedua teori tersebut tidak perlu dimodifikasi lagi. Jadi, LQG murni didasarkan pada usaha penyatuan yang konsisten dari kedua teori tersebut dan tidak lebih dari itu.

Dalam pendekatan LQG, teori relativitas umum dengan tiga dimensi ruang dan satu dimensi waktu digabungkan dengan mekanika kuantum. Hal ini menghasilkan teori terperinci yang memberi gambaran baru tentang sifat ruang-waktu yang muncul ketika ditelusuri pada skala Planck (skala kuantum). Aspek yang paling mengejutkan adalah bahwa pada skala tersebut ruang tidak bersifat kontinu atau berkesinambungan, melainkan tersusun dari elemen-elemen diskrit. Jadi, dalam LQG tidak dikenal apa yang dinamakan dimensi ekstra, atau ruang-waktu berdimensi 10, atau ruang-waktu berdimensi 11 atau bahkan berdimensi 26 seperti apa yang ditawarkan oleh teori string (termasuk M-theory).

Dalam skala normal atau skala makro, volume suatu ruang bisa bernilai berapa saja, tergantung pada ukuran atau nilai dari dimensi-dimensi panjang dari ruang tersebut. Karena hal ini maka volume suatu ruang dalam skala normal bersifat kontinu, begitu pula dengan panjang dan luas-nya. Analogi sederhana untuk menjelaskan kontinuitas ini adalah sebagai berikut; misalnya kita memiliki sebuah kubus pejal dari tanah liat bervolume 1 meter kubik. Jika kita ingin menambah ukuran volumenya maka kita dapat menambahi atau menempel tanah liat sedikit demi sedikit pada sisi-sisi kubus tersebut untuk menambah volume kubus tanah liat tersebut. Dengan cara ini volume kubus akan bertambah dari 1 meter kubik menjadi 1 meter kubik koma sekian dan seterusnya secara berkesinambungan. Kita bahkan bisa menambah seberapa banyak pun jumlah volume yang kita inginkan. Ini yang terjadi dalam skala normal atau skala kita sehari-hari.

Sebaliknya, dalam LQG, volume ruang dalam skala kuantum tidak bisa bernilai sembarang. Volume ruang dalam skala kuantum harus berupa rangkaian angka tertentu (diskrit) seperti tingkat energi pada atom. Volume terkecilnya disebut volume Planck yang merupakan pangkat 3 dari panjang Planck. Setiap kelipatan dari volume Planck ini membentuk rangkaian volume ruang yang lebih besar. Jadi, ukuran atau nilai volume ruang dalam skala kuantum adalah kelipatan dari volume Planck. Jika misalnya volume awal adalah 1 maka volume berikutnya merupakan kelipatan dari 1 yaitu 2 atau 3 atau 4 dan seterusnya. Volumenya tidak bisa menjadi 1 koma sekian. Inilah yang disebut diskrit.

Hal yang sama juga berlaku pada luas dan panjang dari dimensi ruang dalam skala kuantum. Luas dalam skala kuantum merupakan kelipatan dari luas Planck (luas minimum) dan panjang dalam skala kuantum juga merupakan kelipatan dari panjang planck (panjang minimum). Jadi, ukuran atau nilai dari dimensi spasial atau dimensi ruang baik itu panjang, luas, maupun volume dalam skala kuantum bernilai tertentu atau dalam satuan diskrit atau terpaket-paket, tidak bisa bernilai sembarang.

Selain dimensi spasial, dimensi waktu dalam skala kuantum juga bersifat diskrit atau bernilai tertentu dan bukan bernilai kontinu atau 'mengalir' seperti pada pengalaman kita sehari-sehari. Ingat bahwa dalam relativitas umum, ruang dan waktu merupakan kesatuan, jadi jika ruang bersifat diskrit maka waktu-pun bersifat diskrit. Bernilai diskrit dalam hal ini memiliki arti konseptual bernilai tertentu, atau nilai-nya berada dalam bundle atau ukuran paket-paket tertentu, atau yang dalam ilmu fisika disebut kuanta (jamak; kuantum).

Sama seperti teori-teori kandidat gravitasi kuantum yang lainnya termasuk teori string, sebagai teori yang belum bisa dibuktikan secara eksperimen LQG juga memiliki beberapa kelemahan. Kelemahan terbesar dalam loop quantum gravity adalah bahwa LQG belum berhasil menunjukkan bahwa kita dapat mengambil ruang-waktu yang terkuantisasi lalu mengekstrak ruang-waktu yang mulus dari ruang-waktu yang terkuantisasi tersebut.

Menurut LQG ruang-waktu dalam skala kuantum bersifat diskrit atau terkuantisasi, sedangkan dalam skala normal atau skala makro ruang-waktu bersifat mulus (kontinu). Sampai saat ini LQG belum mampu menjelaskan bagaimana ruang-waktu yang mulus (kontinu) dalam skala normal bisa muncul (terekstrak) dari ruang-waktu yang terkuantisasi. Atau dengan kata lain, bagaimana cara ruang-waktu kuantum yang bersifat diskrit itu, saat berkembang (berevolusi) menjadi ruang-waktu berskala makro (skala normal) bisa berubah menjadi bersifat kontinu? Ini belum bisa dipecahkan dan masih menjadi pekerjaan rumah utama bagi LQG.

Baca Artikel Terkait:

Referensi:

Gambini, R and Pullin, J. 2011. A First Course in Loop Quantum Gravity. UK: Oxford University Press.

Rovelli, C. 2014. Reality is not What it Seems the Journey to Quantum Gravity.

Smolin, Lee. 2003. Loop Quantum Gravity. https://www.edge.org/conversation/lee_smolin-loop-quantum-gravity-lee-smolin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun