Setiap hari sepanjang hayat, kita habiskan waktu-waktu kita di dalam sebuah planet yang berputar pada sumbunya seperti sebuah gasing. Putaran ini mengakibatkan terbitnya matahari di pagi hari hingga waktu terbenamnya di sore hari menjadi fenomena alam yang rutin kita hadapi setiap hari. Planet bumi kita tidak sendirian dalam bertingkah pusing seperti ini, ketujuh saudara-saudaranya pun memiliki perilaku yang sama walau dengan kecepatan putaran yang berbeda satu sama lain.
Planet bumi kita menghabiskan waktu kurang lebih 24 jam untuk menyelesaikan satu putaran - periode 24 jam ini yang kita sebut sebagai satu hari. Beberapa saudaranya yang berukuran raksasa seperti Jupiter, Saturnus, Uranus dan Neptunus memiliki periode rotasi lebih cepat dari Bumi. Dengan kata lain, lamanya satu hari di planet-planet tersebut lebih cepat daripada di bumi, bahkan ada yang hanya membutuhkan setengah hari bumi untuk menyelesaikan satu putarannya. Sedangkan planet-planet sisanya memiliki periode putaran yang lebih lama dari bumi, bahkan Venus membutuhkan waktu yang setara dengan 243 hari di bumi untuk menyelesaikan satu kali putaran - artinya satu hari di venus sama dengan 243 hari di bumi.
Perilaku rotasi yang dimiliki bumi bersama dengan planet-planet yang lain sebenarnya merupakan perilaku dasar yang diwariskan dari induk tata surya, yaitu bintang katai kuning yang bernama matahari. Sedangkan perilaku rotasi matahari itu sendiri adalah perilaku yang dimiliki oleh semua jenis bintang dan galaksi sejak mereka lahir (baca: terbentuk). Jadi, bukan hanya benda-benda langit yang ada dalam tata surya kita saja yang berotasi, melainkan sebagian besar benda langit di alam semesta ini.
Dari hasil pengamatan astronomi dan riset teoritis di bidang fisika, terutama kosmologi, menghasilkan fakta bahwa memang sebuah bintang (termasuk matahari) terbentuk atau lahir sudah dalam kondisi berputar, jadi bintang tidak akan mungkin terlahir dalam kondisi diam. Karena bintang adalah induk dari sebuah sistem benda langit, maka benda-benda langit yang terbentuk sesudahnya mewariskan perilaku rotasi yang dimiliki bintang sejak proses pembentukannya. Oleh karena itu, untuk mengetahui bagaimana awal mula perilaku rotasi dari sebagian besar benda-benda langit maka kita perlu mengetahui bagaimana proses terbentuknya sebuah sistem tata surya. Tata surya yang dimaksudkan ini bukan hanya sebatas pada sistem Tata Surya kita, melainkan untuk semua sistem bintang yang ada di alam semesta. Jadi, walaupun dalam penjelasan selanjutnya kita tetap menggunakan istilah 'tata surya kita', maka tata surya yang dimaksud kurang lebih mewakili apa yang terjadi pada semua sistem bintang.
Tata surya kita terbentuk dari kumpulan awan gas dan debu raksasa yang memenuhi ruang di antara bintang-bintang yang sudah lebih dulu ada di wilayah galaksi Bimasakti (Milky Way). Sekitar 75 persen dari awan gas raksasa ini diisi oleh massa gas hidrogen, 24 persennya massa helium, sedangkan sisanya diisi oleh kumpulan partikel atom yang lebih berat. Matahari muda mulai terbentuk setelah kumpulan awan gas raksasa ini mengalami keruntuhan akibat gravitasinya sendiri.
Suatu kumpulan awan gas raksasa di ruang angkasa akan runtuh membentuk sebuah bintang jika memenuhi suatu persyaratan yang disebut dengan kriteria Jeans yang dihitung menggunakan rumus Jeans. Kriteria Jeans ini berhubungan dengan kerapatan minimal yang diperlukan oleh suatu kumpulan awan gas pada suhu tertentu agar bisa runtuh menjadi sebuah bintang karena gravitasinya sendiri. Semakin rendah suhunya (semakin dingin), awan gas akan semakin rapat dan padat sehingga ketika mencapai atau melebihi kriteria Jeans awan tersebut akan runtuh. Jika kerapatan/kepadatannya tidak mencapai kriteria Jeans (lebih renggang dari kriteria Jeans) awan gas tersebut akan tetap menjadi awan gas raksasa.
Untuk mencapai kerapatan yang memenuhi kriteria Jeans biasanya dibantu oleh gangguan dari luar. Gangguan ini biasanya melalui sapuan angin bintang dari bintang yang ada di sekitar awan gas, ataupun melalui gelombang kejut yang berasal dari supernova yang berlangsung tidak jauh dari awan gas tersebut. Kriteria Jeans juga bisa tercapai secara alami dengan mengandalkan gerakan dan gaya tarik menarik antar molekul awan gas itu sendiri, yang tentu saja akan memakan waktu yang jauh lebih lama. Inilah yang mengakibatkan proses terbentuknya bintang-bintang generasi pertama di alam semesta setelah proses big bang membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan bintang-bintang generasi belakangan yang lahir setelah terbentuknya galaksi.
Jadi, sekitar 4,6 milyar tahun yang lalu, awan gas raksasa yang menjadi bakal tata surya kita mengalami gangguan yang menyebabkan awan gas raksasa ini mengalami kontraksi (mengerut) dan runtuh akibat gravitasinya sendiri. Titik yang paling padat akan menjadi inti atau titik pusat gravitasi, sehingga arah keruntuhan awan gas akan menuju ke titik tersebut dari berbagai arah.
Saat mengalami keruntuhan akibat gravitasinya sendiri, partikel-partikel awan nebula akan saling bertumbukan. Karena awan debu dan gas pada awalnya dihuni partikel yang bergerak ke arah yang benar-benar acak, maka tabrakan akan berulang kali terjadi sehingga memperlambat laju dari semua partikel tersebut. Setelah terjadi banyak tabrakan yang berkesinambungan maka kecepatan rata-rata partikel akan berkurang secara bertahap. Karena terjadi berbagai macam tumbukan berulang kali, maka pasti proses tumbukan tersebut akan memiliki arah tumbukan yang dominan. Artinya, tidak mungkin jumlah partikel awan gas akan bergerak menuju banyak arah dengan jumlah partikel dan kecepatan partikel yang sama. Jadi, pasti hanya ada satu arah gerak partikel yang paling dominan.
Oleh karena semua partikel awan gas bergerak dari berbagai titik menuju ke pusat gravitasi, maka jika misalkan arah gerak dominan partikel selama tumbukan adalah menuju sisi timur dari pusat gravitasi, maka semua gerak dari arah lain terpaksa ditarik untuk mengubah arah geraknya sesuai dengan arah gerak dominan yaitu menuju sisi timur dari pusat gravitasi. Jadi, dalam proses ini, partikel yang bergerak ke arah yang salah atau berlawanan dengan arah putaran umum dengan segera akan diperlambat, dihentikan, lalu kemudian bergerak ke arah yang benar. Jadi, pada intinya, kondisi ini mengakibatkan sebuah kumpulan nebula ketika mengalami keruntuhan akibat gravitasinya sendiri, setiap partikel penyusunnya tidak akan runtuh menuju pusat dengan momentum sudut nol. Karena hal inilah maka ketika awan gas nebula mulai runtuh, keruntuhan partikel awan gas tersebut menyebabkan area disekitar inti atau pusat gravitasi mulai berputar dengan pelan.