Mohon tunggu...
Ricky Hamanay
Ricky Hamanay Mohon Tunggu... Penulis - a cosmology aficionado

a spectator of the cosmic dance

Selanjutnya

Tutup

Nature

Bagaimana Tata Surya Kita Terbentuk?

27 Oktober 2021   11:47 Diperbarui: 9 Januari 2023   08:51 560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Planet Bumi yang kita tinggali merupakan salah satu anggota dari sebuah sistem benda-benda langit yang disebut Tata Surya. Tata Surya terdiri dari sebuah bintang berukuran sedang bernama Matahari yang dikelilingi oleh delapan planet. Kedelapan planet ini terbagi dalam dua kelompok yaitu kelompok planet bagian dalam (Terrestrial) dan kelompok planet bagian luar (Jovian). Empat planet bagian dalam yaitu Merkurius, Venus, Bumi dan Mars adalah planet-planet berukuran kecil yang lebih dekat dengan Matahari. Komposisi dari planet-planet ini didominasi oleh logam dan bebatuan. Sedangkan empat planet terluar yang posisinya jauh dari Matahari, yaitu Jupiter, Saturnus, Uranus dan Neptunus memiliki ukuran yang jauh lebih besar dan komposisi mereka didominasi oleh gas.

Bagaimana asal usul dari sistem Tata Surya kita ? Model terdepan untuk menjelaskan pembentukan Tata Surya adalah sebuah model evolusi yang disebut hipotesis nebular atau kadang disebut juga teori nebular. Teori ini pertama kali dikemukakan pada abad ke-18 oleh Immanuel Kant kemudian oleh Laplace Sejak saat itu, model ini telah mengalami banyak perubahan atau modifikasi.

Menurut model ini, Tata Surya kita terbentuk sekitar 4,6 miliyar tahun yang lalu dari sekumpulan awan debu-gas raksasa. Dalam ilmu astronomi, awan debu gas raksasa ini disebut dengan Nebula. Awalnya, sebelum terbentuk menjadi Tata Surya, awan debu gas raksasa ini melayang atau mengambang memenuhi ruang di antara bintang-bintang yang sudah lebih dulu ada di wilayah galaksi Bima Sakti. Bintang-bintang yang sudah lebih dulu ada di galaksi Bima Sakti maupun galaksi Bima Sakti itu sendiri merupakan bintang-bintang dan galaksi yang hidup beberapa generasi setelah bintang dan galaksi pertama terbentuk pasca Big Bang miliaran tahun yang lalu.

Bagi yang awam, memang sulit untuk membayangkan bahwa Tata Surya kita terbentuk dari kumpulan awan debu-gas atau nebula. Sulit untuk membayangkan bagaimana Matahari dan planet-planet yang tampak kompleks itu terbentuk dari awan debu dan gas. Perlu diketahui bahwa Nebula yang membentuk Tata Surya kita mayoritasnya terdiri dari partikel gas ringan - 75 persennya atom Hidrogen (H) dan 24 persennya atom Helium (He) - sedangkan sisanya diisi oleh kumpulan partikel atom yang lebih berat. Atom-atom yang lebih berat ini telah terbentuk lebih awal dalam sejarah alam semesta ketika bintang-bintang generasi sebelumnya menua dan mati.

Atom Hidrogen merupakan atom paling sederhana dalam tabel periodik unsur kimia. Disebut paling sederhana karena atom ini hanya memiliki satu elektron yang mengelilingi inti atom. Setelah Hidrogen (H), ada atom Helium (He) yang memiliki dua elektron. Ini berarti bahwa Hidrogen adalah produk paling sederhana yang muncul sebagai akibat dari interaksi partikel-partikel elementer seperti elektron dan kuark. Hal ini juga berarti bahwa atom Hidrogen merupakan atom paling tua dalam sejarah alam semesta, karena atom inilah yang pertama kali terbentuk ratusan ribu tahun setelah Big Bang, atau sekitar 13 miliar tahun yang lalu.

Karena paling sederhana, maka Hidrogen juga menjadi atom yang jumlahnya paling melimpah di alam semesta, serta menjadi elemen utama pembentuk atom-atom lain. Jadi, semua unsur kimia yang kita kenal dan terdaftar lengkap dalam tabel periodik unsur terbuat dari Hidrogen. Mulai dari atom Helium yang jumlahnya melimpah kedua di alam semesta, lalu air yang kita minum setiap hari, hingga tubuh kita sendiri pun tersusun dari atom Hidrogen.

Jadi, sekitar 4,6 miliyar tahun yang lalu, sekumpulan awan nebula yang melayang di lengan spiral galaksi Bima Sakti mengalami gangguan yang menyebabkannya mengalami kontraksi dan runtuh akibat gravitasinya sendiri. Bagian awan gas yang paling padat akan menjadi pusat gravitasi, sehingga arah keruntuhan awan gas akan menuju ke pusat tersebut dari berbagai arah.

Saat mengalami keruntuhan akibat gravitasinya sendiri, nebula akan mengalami perubahan bentuk. Pada masa-masa awal keruntuhan awan akan berbentuk bongkahan raksasa atau berbentuk bola kasar. Awan debu dan gas ini terdiri dari milyaran dan kuadriliunan partikel yang terbang secara acak kesana-kemari. Ketika dua partikel bertabrakan, hasilnya akan bergantung pada arah relatifnya. Jika partikel bergerak berlawanan arah maka akan menghasilkan tumbukan yang kuat. Setelah tumbukan, kecepatan kedua partikel tersebut akan menjadi lambat. Jika partikel bergerak kira-kira ke arah yang sama, maka tumbukannya relatif lebih lembut atau pelan, dan tentunya akan sedikit mengubah arah gerak kedua partikel.

Karena awan debu dan gas pada awalnya dihuni partikel yang bergerak ke arah yang benar-benar acak tanpa gerakan yang koheren, maka tabrakan akan berulang kali terjadi sehingga memperlambat laju dari semua partikel tersebut. Setelah terjadi banyak tabrakan yang berkesinambungan maka kecepatan rata-rata partikel akan berkurang secara bertahap, hingga akhirnya partikel bergerak dengan sangat lambat. Setelah terjadi berbagai macam tumbukan berulang kali, pasti proses tumbukan tersebut akan memiliki arah tumbukan yang dominan. Artinya, tidak mungkin jumlah partikel awan gas akan bergerak menuju banyak arah dengan jumlah partikel dan kecepatan partikel yang sama. Jadi, pasti hanya ada satu arah gerak partikel yang paling dominan.

Oleh karena semua partikel awan gas bergerak dari berbagai titik menuju ke pusat gravitasi, maka jika misalkan arah gerak dominan partikel selama tumbukan adalah menuju sisi timur dari pusat gravitasi, maka semua gerak dari arah lain terpaksa ditarik untuk mengubah arah geraknya sesuai dengan arah gerak dominan yaitu menuju sisi timur dari pusat gravitasi. Jadi, dalam proses ini, partikel yang bergerak ke arah yang salah atau berlawanan dengan arah putaran umum, dengan segera akan diperlambat, dihentikan, lalu kemudian bergerak ke arah yang benar.

Selama keruntuhan berlangsung, awan gas di bagian pusat gravitasi menjadi lebih padat. Tumbukan tiap partikel di bagian inti ini akan menimbulkan panas yang terus menerus terjebak di dalam kerumunan awan yang tebal sehingga suhu di bagian inti akan semakin panas dan membentuk sebuah Proto Star (proto bintang). Bintang yang menjadi pusat Tata Surya kita bernama Matahari (bahasa Inggris; Sun), jadi Protostar-nya disebut dengan Proto Sun.

Berdasarkan penjelasan sebelumnya, maka jelas bahwa Proto Sun sudah memulai kehidupan awalnya dengan putaran (rotasi), namun dengan cukup pelan. Karena awan gas terus ditarik untuk bergerak menuju Proto Sun, maka akan berlaku hukum kekekalan momentum sudut, sehingga putaran di Proto Sun yang awalnya pelan menjadi lebih cepat dan semakin cepat seiring waktu. Analoginya sama seperti penari balet yang melakukan gerakan memutar dengan bertumpu pada salah satu kakinya, sedangkan satu kakinya yang lain beserta kedua tangannya direntangkan ke samping. Jika saat masih dalam keadaan berputar penari balet melipat kaki dan kedua tangannya yang sebelumnya direntangkan ke samping maka kecepatan berputar dari penari balet ini akan meningkat.

Dalam prosesnya, sebagian besar gas yang mengelilingi Proto Sun akan terus menerus runtuh menuju pusat gravitasi untuk menambah massa Proto Sun. Akibatnya, massa Proto Sun akan terus bertambah besar dan kecepatan rotasinya akan terus meningkat. Karena rotasi Proto Sun terus meningkat maka akan menimbulkan gaya sentrifugal (gaya lontar ke luar) yang cukup besar sehingga mencegah sebagian gas untuk mencapai Proto Sun. Proses ini akan berlangsung terus menerus sampai suhu di inti Proto Sun melampaui 10 juta Kelvin. Ketika hal itu terjadi maka reaksi fusi nuklir akan dimulai, dan Proto Sun berubah menjadi sebuah bintang (Matahari) yang bisa menghidupi dirinya sendiri dengan reaksi fusi nuklir tanpa harus menyerap awan gas lagi.

Kemudian, karena faktor gravitasi, rotasi, dan  tekanan gas, maka lambat laun sisa-sisa partikel yang tidak mencapai Proto Sun akan mengendap membentuk piringan cakram datar yang berputar ke arah yang sama dengan putaran Proto Sun. Cakram ini disebut dengan disk akresi. Setelah berlangsung dalam waktu yang lama material debu dan gas sis-sia pembentukan Proto Sun yang berada di wilayah piringan cakram akan mulai mendingin. Dalam cakram ini, materi-materinya mulai saling tarik menarik satu sama lain dan saling menempel karena gravitasi-nya masing-masing. Hasilnya akan membentuk objek-objek yang lebih besar. Molekul dan butiran debu mikroskopis ini lambat laun akan membentuk butiran debu yang lebih besar. Gabungan butiran debu yang lebih besar akan membentuk kerikil kecil, dan gabungan kerikil-kerikil kecil ini akan menjadi bongkahan batu.

Jika cukup banyak bongkahan batu yang saling bergabung maka akan membentuk objek berukuran besar dengan diameter beberapa kilometer, objek ini disebut sebagai planetesimal. Setelah mencapai ukuran kritis ini, planetesimal akan berkembang pesat, karena menghirup gas, debu, dan batuan yang berbagi orbit dengannya. Pada kondisi yang tepat ada planetesimal yang bergabung dengan planetesimal lain untuk membentuk objek seukuran planet yang disebut Proto planet. Proto planet dalam evolusinya juga akan membersihkan debu dan gas di sekitar orbitnya dengan cara menarik mereka dengan gravitasinya. Setelah jalur orbitnya bersih maka proses pertumbuhannya berhenti dan menjadi apa yang kita sebut sebagai planet. Normalnya, ini yang terjadi pada anggota planet-planet dalam (Terrestrial).

Sedangkan planet-planet luar (planet Jovian) terbentuk di daerah dengan suhu yang lebih rendah karena lebih jauh dari Matahari. Akibatnya, mereka mampu menahan lebih banyak gas karena gasnya lebih dingin dan lebih banyak es serta silikat yang dapat bergabung untuk menarik gas yang lain. Inilah sebabnya mengapa planet luar memiliki lebih banyak material yang ringan, yaitu lebih banyak gas Hidrogen. Diperlukan waktu sekitar 10 juta tahun bagi planet Jovian (planet luar) untuk terbentuk - ini didasarkan pada pengamatan bintang muda (bintang T Tauri), yang telah kehilangan nebula gasnya selama 10 juta tahun.

Selain itu, pada saat Proto Sun berubah menjadi bintang yang stabil yang bernama Matahari, maka ia akan mengirimkan energi dan partikel dalam aliran yang stabil yang disebut angin bintang. Angin ini begitu kuat sehingga mampu menghembuskan sebagian besar gas dari empat planet yang paling dekat dengan Matahari, yang membuat planet-planet tersebut lebih kecil dengan hanya batuan dan logamnya yang utuh. Itulah mengapa mereka disebut planet berbatu, atau terestrial. Keempat planet terluar itu begitu jauh dari Matahari sehingga anginnya tidak dapat menerbangkan es dan gasnya. Hal ini mengakibatkan planet-planet ini tetap berbentuk gas, dengan sedikit komposisi material padat di bagian intinya.

Di antara planet dalam dan luar terdapat area yang dipenuhi jutaan asteroid - benda kecil yang tersisa dari pembentukan Tata Surya. Tidak ada planet yang terbentuk di daerah ini. Para astronom berteori bahwa gravitasi Jupiter sangat mempengaruhi wilayah ini sehingga tidak ada planet besar yang bisa terbentuk. Ini dikarenakan ukuran Jupiter yang sekitar 11 kali lebih besar dari ukuran (diameter) Bumi dan lebih dari dua kali lebih besar dari gabungan semua planet lain yang ada dalam Tata Surya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun