Kosmologi adalah studi yang menyatukan ilmu alam, terutama astronomi dan fisika, dalam upaya untuk memahami alam semesta fisik sebagai satu kesatuan. Secara khusus, kosmologi berurusan dengan struktur skala besar dan evolusi alam semesta. Kata kosmologi sendiri berasal dari bahasa Yunani kosmos yang berarti dunia. Ilmuwan atau ahli kosmologi disebut sebagai kosmolog atau cosmologist (dalam bahasa Inggris).
Kosmolog adalah fisikawan teoretis yang berspesialisasi dalam pertimbangan-pertimbangan kosmik. Alat teoritis utama mereka adalah teori relativitas umum, dan matematika yang berhubungan dengan diferensial parsial dan geometri diferensial. Mereka juga menggunakan komputer dan bahkan super komputer yang dapat membantu mereka untuk mempelajari model dan evolusi alam semesta, serta untuk memecahkan persamaan (rumus) secara numerik. Para astronom memasok kosmolog dengan data eksperimental yang digunakan para kosmolog untuk menguji setiap teori mereka dan untuk merumuskan teori baru.
Teka-teki para kosmolog berputar pada konsep-konsep beracun seperti gravitasi kuantum, teori string, lubang hitam, materi gelap atau dark matter, dan energi gelap atau dark energi. Mereka juga berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti; apakah hanya ada satu alam semesta? atau sebaliknya ada banyak alam semesta (multiverse)? berapa ukuran alam semesta yang kita tempati? berapa usianya? bagaimana strukturnya? bagaimana sejarah dan nasibnya; apakah alam semesta mengembang selamanya, atau runtuh kembali dengan sendirinya? bisa dikatakan bahwa objek studi dan observasi kosmologi mencakup keseluruhan alam semesta mulai dari kelahiran hingga kematiannya.
Salah satu alat teoretis yang paling penting dari kosmologi modern adalah prinsip kosmologi. Prinsip kosmologi mengatakan bahwa struktur skala besar alam semesta adalah isotropik dan homogen. Artinya bahwa pada skala besar, distribusi massa adalah sama di semua bagian alam semesta, dan alam semesta terlihat sama di semua arah pengamatan. Bagi seorang pengamat di titik manapun di alam semesta yang memandang ke langit, akan melihat langit yang sama dengan yang dipandang oleh pengamat di bumi. Dengan kata lain, bumi tidak memiliki posisi istimewa di alam semesta, dan apa yang diamati dari bumi dapat dianggap mewakili kosmos secara keseluruhan.
Prinsip kosmologi memiliki beberapa implikasi penting. Misalnya, konsep homogenitas berimplikasi pada alam semesta yang tidak memiliki tepi, dan konsep isotropik berimplikasi pada alam semesta yang tidak memiliki pusat. Kedua hal ini dikonfirmasi oleh pengamatan bahwa semua galaksi di alam semesta terukur menjauh dari galaksi kita, dan semua galaksi tampak bergerak relatif menjauh satu sama lain di alam semesta yang mengembang.
Alam semesta mengembang ditemukan pertama kali oleh Astronom berkebangsaan Amerika Serikat, Edwin Hubble. Dalam pengamatannya, Hubble menemukan bahwa jarak antara kita (bumi) dan galaksi-galaksi terluar terus bertambah, yang berarti bahwa alam semesta mengembang atau mengalami perluasan. Karena alam semesta terus mengembang, ilmuwan kemudian berpikir bahwa jika arah panah waktu dibalik tentunya jauh di masa lampau jarak semua materi atau objek di alam semesta lebih dekat dan rapat satu sama lain jika dibandingkan dengan keadaan yang sekarang. Skenario evolusi di sepanjang garis waktu ini membuat alam semesta seharusnya memulai hidupnya dengan sebuah dentuman dari suatu kondisi yang sangat panas dan sangat padat (disebut big bang), lalu mengembang dan mendingin sejak saat itu.
Bersama rekannya sesama astronom Amerika Serikat bernama Milton Humason, Hubble kemudian merumuskan sebuah hukum fisika yang menyatakan bahwa pergeseran spektrum merah yang datang dari galaksi jauh sebanding dengan jaraknya. Hukum ini disebut dengan hukum Hubble. Dengan menggunakan hukum Hubble usia alam semesta dapat dihitung. Waktu di mana semua galaksi atau semua objek materi yang ada di alam semesta ini berkumpul pada satu titik ruang-waktu adalah kira-kira 13,8 milyar tahun yang lalu. Pada saat itu, segala sesuatu di alam semesta, baik materi, radiasi, materi gelap, energi gelap dan bahkan ruang dan waktu itu sendiri terkompres dalam satu titik tunggal yang disebut singularitas.
Fakta alam semesta mengembang menawarkan dua kemungkinan, yaitu alam semesta akan mengembang selamanya, atau akan tiba saatnya berhenti mengembang dan membalikan arah ekspansinya dan runtuh ke dalam dirinya sendiri.Â
Kenyataan bahwa alam semesta mengembang, sedangkan di sisi lain gravitasi bersifat tarik menarik, maka besarnya gravitasi yang dimiliki oleh semua galaksi dapat bertindak sebagai gaya 'rem' terhadap laju perluasan alam semesta, sehingga proses ekspansinya dapat berkurang. Hal yang terjadi kemudian mungkin bergantung pada jumlah massa di alam semesta.
Jika massa total dari semua galaksi yang ada di alam semesta cukup besar, maka akan memungkinkan gaya gravitasinya memperlambat laju perluasan alam semesta secara terus menerus sampai alam semesta berhenti mengembang. Setelah perluasan alam semesta terhenti, maka gaya gravitasi dari semua objek yang menyusun alam semesta akan menyebabkan mereka saling tarik menarik satu sama lain sehingga alam semesta akan mengalami kontraksi.
Seiring waktu, proses tarik menarik ini akan mengakibatkan jarak antar galaksi semakin dekat, yang berakibat pada gaya tarik-menariknya yang juga akan semakin kuat. Hal ini akan membuat laju kontraksi alam semesta akan semakin bertambah sebanding dengan evolusi waktu. Pada akhirnya, proses kontraksi alam semesta ini akan berakhir pada apa yang disebut keruntuhan besar atau big crunch - kebalikan dari big bang.
Sebaliknya, jika massa alam semesta (semua galaksi) kurang cukup besar untuk menghasilkan gaya gravitasi yang cukup untuk meruntuhkan alam semesta, maka gravitasi yang dimiliki hanya akan memperlambat laju ekspansinya secara berkala dan selama mungkin. Dengan begini, walaupun laju ekspansi mengalami pengereman, alam semesta tidak akan pernah runtuh ke dalam dirinya sendiri. Karena jarak antar galaksi terus bertambah meskipun mengalami pengereman, maka gaya tarik gravitasi antar galaksi tersebut akan ikut melemah. Lambat laun, jarak antar partikel awan debu dan gas (nebula) yang berperan sebagai bahan baku dalam pembentukan bintang dan galaksi akan merenggang sehingga tidak akan ada lagi bintang atau galaksi baru yang terbentuk. Di sisi lain, akan ada banyak bintang yang mati satu persatu tanpa digantikan oleh bintang yang baru. Ketidak-seimbangan ini akan mengakibatkan alam semesta mulai mendingin, hingga akhirnya membeku. Ini disebut sebagai pembekuan besar atau big freeze.
Sayangnya, pada pengamatan lanjutan terhadap perluasan (ekspansi) alam semesta menunjukkan bahwa laju ekspansi alam semesta tidak berkurang, malah sebaliknya semakin dipercepat. Itu artinya setiap saat laju perluasan alam semesta terus meningkat. Oleh karena itu, dua skenario dari riwayat akhir alam semesta yaitu big crunch dan big freeze di atas mungkin tidak akan terjadi.
Akan tetapi, hal ini memunculkan teka-teki baru, apa yang menyebabkan alam semesta mengembang semakin dipercepat? Energi misterius yang mempercepat laju ekspansi alam semesta ini kemudian disebut oleh ilmuwan sebagai energi gelap (dark energy), yang wujudnya masih menjadi misteri sampai sekarang.
Dalam membahas masalah evolusi dan nasib alam semesta, hukum fisika hanya membatasi kita untuk memprediksi awal dan akhir dari alam semesta. Itupun masih meninggalkan banyak teka-teki yang belum terjawab. Oleh karena itu pertanyaan lanjutan seperti; "jika alam semesta berawal dari big bang, maka apa yang ada sebelum big bang?" menjadi pertanyaan yang sangat kompleks untuk dijawab oleh fisika saat ini.
Bagi pikiran manusia, memahami apa yang ada sebelum big bang merupakan hal yang sangat sulit. Dentuman besar atau big bang itu sendiri adalah singularitas, momen ketika menurut hukum fisika, semua massa dan energi dan ruang terkompres dalam volume nol, dengan kerapatan dan suhu tak terbatas. Big bang mewakili awal dari ruang, massa, dan waktu itu sendiri. Oleh karena itu tidak ada konsep seperti apa yang ada sebelum big bang, karena sebelum big bang tidak ada waktu, tidak ada "sebelum".
Teka-teki selanjutnya yang dibahas kosmolog adalah masalah bentuk alam semesta. Bentuk alam semesta bergantung pada berapa banyak massa yang dikandung alam semesta. Menurut relativitas umum, massa membelokan ruang-waktu. Karena massa membelokkan ruang-waktu, maka jumlah massa di alam semesta menentukan geometri ruang dari alam semesta itu sendiri. Â Menurut relativitas umum juga, jika massa berada di atas nilai kritis, maka alam semesta melengkung kembali ke dirinya sendiri dan dikatakan sebagai alam semesta tertutup dengan kelengkungan positif - seperti bagian dalam bola. Dalam alam semesta seperti ini, apa pun yang bergerak dalam garis lurus, secara teoritis dapat berakhir kembali pada posisi yang sama dengan awalnya. Sama seperti bola kecil yang menggelinding di dalam bola yang lebih besar. Sedangkan jika massa lebih kecil dari nilai kritis, maka bentuk alam semesta dikatakan terbuka dan memiliki kelengkungan negatif - seperti bentuk pelana kuda. Kemungkinan ketiga adalah alam semesta datar, di mana kerapatannya persis sama dengan nilai kritisnya.
Masih banyak teka-teki alam semesta yang belum terjawab dan menjadi objek kajian dari kosmologi. Namun, jika dibandingkan dengan era Hubble, era kita sedikit lebih menarik bagi siapapun yang tertarik dengan kosmologi karena kemajuan teknologi yang dimiliki manusia saat ini. Kemajuan teknologi memungkinkan pengamatan pada jarak yang lebih besar dan lebih jauh, yang memungkinkan manusia dapat memahami alam semesta lebih baik dari sebelumnya. Namun, semaju apapun ilmu pengetahuan dan teknologi, itu dibatasi oleh kemampuan berpikir manusia.
Bukti baru terus-menerus meragukan gagasan lama, sementara kosmolog aktif memunculkan ide-ide baru. Beberapa ide-ide baru seperti materi gelap yang hanya berinteraksi dengan materi lain lewat gravitasi, serta energi gelap yang mempercepat laju ekspansi alam semesta terkesan cukup aneh. Akan tetapi, ide-ide ini mungkin belum cukup aneh untuk memahami sepenuhnya apa yang sedang dilakukan alam semesta. Alam semesta mungkin jauh lebih aneh daripada apa yang bisa dipikirkan manusia.
Referensi:
Chaisson, Eric, and Steve McMillan. Astronomy Today. 6th ed. Upper Saddle River, N.J.: Addison-Wesley, 2007.
Comins, Neil F. Discovering the Universe. 8th ed. New York: W. H. Freeman, 2008.
Kusky, Timothy. Encyclopedia of Earth and Space Science. New York, Facts On File, 2010.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H