Sebelum memasuki tahun 1925, pemahaman akan dunia kuantum mulai berkembang ke arah yang membingungkan. Setiap masalah yang melibatkan entitas kuantum seringkali diselesaikan dengan cara mengerjakan pola perilaku partikel yang disesuaikan dengan mekanika klasik, lalu menyesuaikan jawaban yang diperoleh dengan menambahkan potongan perilaku kuantum, kemudian mengutak-atik persamaan (rumus) agar cocok dengan data eksperimen.
Tidak ada satu pun ide yang muncul pada masa itu tentang bagaimana membangun teori yang koheren untuk membersihkan kekacauan ini. Menyadari situasi tersebut, fisikawan Jerman bernama Werner Karl Heisenberg menilai bahwa teori kuantum harus dipikirkan ulang dari awal. Dengan motivasi ini, Heisenberg kemudian bekerja untuk menetapkan dasar-dasar aspek teoritis mekanika kuantum dan mempublikasikan hasil pekerjaannya dalam sebuah paper berbahasa Jerman yang berjudul; “Über quantentheoretische Umdeutung kinematischer und mechanischer Beziehungen” (bahasa Inggris: Quantum-Theoretical Re-interpretation of Kinematic and Mechanical Relations) yang diterbitkan pada tahun 1925.
Heisenberg mengawalinya dengan menggunakan prinsip bahwa konsep yang tidak sesuai dengan fakta-fakta yang dapat diamati secara fisik tidak boleh digunakan dalam deskripsi teoritis. Dengan kata lain, sebuah teori fisika harus dibangun berdasarkan pada kuantitas-kuantitas (atribut-atribut) fisik yang dapat diukur dan dihitung melalui eksperimen, baik secara langsung maupun tidak langsung – kuantitas (atribut) ini sering disebut sebagai observable.
Sebagai contoh, Heisenberg membuang gagasan orbit elektron dan periode orbital yang diperkenalkan dalam teori atom Bohr karena kuantitas-kuantitas ini tidak dapat diamati melalui eksperimen. Dalam model atom Bohr, elektron bergerak mengitari inti atom dalam orbit melingkar yang tetap, sehingga hal ini seolah-olah mengindikasikan bahwa elektron memiliki posisi orbit yang pasti. Padahal kita tidak memiliki suatu cara apapun untuk mengamati orbit elektron tersebut secara langsung dalam eksperimen.
Dalam fisika atom, data yang diperoleh dari eksperimen adalah nilai-nilai dari atribut fisik yang berhubungan dengan transisi atom yang muncul akibat dari interaksi antara atom tersebut dengan kuanta cahaya atau foton. Oleh sebab itu, Heisenberg berpendapat bahwa atribut-atribut yang teramati ketika atom mengalami transisi ini adalah objek kajian yang paling relevan untuk dihitung.
Untuk membangun formalisme mekanika kuantumnya Heisenberg mengkaji emisi spektrum pada atom hidrogen, yaitu atom dengan struktur paling sederhana yang hanya memiliki satu elektron.
Ketika sebuah atom bertransisi dari satu keadaan stasioner (setimbang) ke keadaan stasioner yang lain, elektron dalam atom akan menyerap atau memancarkan energi. Jika elektron menyerap energi, maka ia akan melompat ke kulit elektron yang lebih jauh dari inti atom. Sebaliknya, jika elektron memancarkan atau melepaskan energi maka elektron melompat ke kulit elektron yang lebih dekat ke inti atom. Energi yang diserap atau dipancarkan berada dalam bentuk radiasi gelombang elektromagnetik, dan teramati sebagai garis-garis spektrum.
Garis-garis spektrum pada transisi atom memiliki atribut (observable) yang dapat diobservasi secara langsung, yaitu frekuensi yang disebut frekuensi transisi dan intensitas yang disebut intensitas transisi. Disebut frekuensi transisi karena frekuensi yang terukur oleh instrumen adalah selisih antara frekuensi energi dari keadaan stasioner pertama dengan keadaan stasioner kedua – pengertian yang sama juga berlaku pada intensitas transisi.
Atom hanya memiliki atribut fisik yang dapat diukur jika atom mengalami transisi. Agar mengalami transisi, sistem partikel atau atom harus berinteraksi dengan sesuatu dari luar sistem - dengan kata lain sistem atom harus diganggu. Keadaan transisi ini disebut keadaan kuantum (quantum state); yaitu keadaan yang memuat sebaran nilai yang mungkin (probabilitas) dari atribut fisik sistem seperti; frekuensi, energi, posisi, dan momentum, sebelum dan sesudah interaksi terjadi.
Misalkan keadaan stasioner pertama dari suatu atom dilabeli dengan m, lalu keadaan stasioner kedua dari atom tersebut dilabeli dengan n, maka yang disebut dengan keadaan kuantum adalah keadaan yang berada di antara m dan n (transisi m ke n). Keadaan transisi m - n ini memuat semua kemungkinan nilai dari atribut fisik sistem selama bertransisi dari keadaan stasioner m ke keadaan stasioner n.
Jika atom tidak mengalami transisi maka keadaan ‘tunggal’ m atau keadaan ‘tunggal’ n berada dalam keadaan setimbang, sehingga tidak ada kuantitas fisik dari masing-masing keadaan tersebut yang dapat dihitung atau diukur secara eksperimen. Keadaan tunggal m dan keadaan tunggal n ini bukan keadaan kuantum.
Karena faktor transisi di atas, maka dalam pendekatan mekanika Heisenberg, setiap atribut yang diobservasi diwakili oleh dua indeks atau dua bilangan yang masing-masing mewakili setiap keadaan stasioner sebelum dan sesudah transisi. Kembali pada contoh sebelumnya – namun agar lebih mudah notasi m dan n diganti dengan angka 1 untuk mewakili keadaan stasioner pertama, angka 2 untuk keadaan stasioner kedua, dan seterusnya. Misalkan atribut yang diukur adalah frekuensi, maka frekuensi transisi dari keadaan stasioner pertama ke keadaan stasioner kedua adalah f(1,2), lalu frekuensi transisi dari keadaan stasioner kedua ke keadaan stasioner ketiga adalah f(2,3). Bisa juga terjadi sebaliknya, f(2,1) mewakili frekuensi transisi dari keadaan stasioner kedua ke keadaan stasioner pertama, dan seterusnya. Jadi, untuk setiap atribut dalam keadaan kuantum diwakili oleh dua indeks.
Karena faktor dua indeks ini maka setiap operasi seperti penjumlahan dan perkalian tidak bisa dioperasikan secara langsung seperti halnya dalam operasi bilangan biasa. Dalam kasus biasa (klasik), jika dalam pengamatan kita memperoleh frekuensi sistem pada keadaan pertama adalah f(1), pada keadaan kedua adalah f(2) dan seterusnya, maka untuk memperoleh frekuensi total kita hanya perlu menjumlahkan frekuensi-frekuensi tersebut. Hal ini tidak berlaku dalam perhitungan kuantum. Dalam sistem kuantum, frekuensi yang terukur bukanlah frekuensi pada keadaan pertama atau frekuensi pada keadaan kedua dan seterusnya, melainkan frekuensi yang berada di ‘antara’. Jadi, frekuensi transisi dari keadaan stasioner pertama ke keadaan stasioner kedua adalah f(1,2), frekuensi transisi dari keadaan stasioner kedua dan ketiga adalah f(2,3) dan seterusnya.
Penjabaran nilai dari masing-masing atribut (observable) yang diwakili 2 indeks ini akan membentuk apa yang disebut baris bilangan atau deret. Heisenberg kemudian menggunakan apa yang di dalam ilmu matematika disebut sebagai deret Fourier dan prinsip kombinasi Fritz sebagai alat untuk menemukan solusi dari masalah perhitungan di atas.
Hal menarik selanjutnya yang menjadi fitur utama dalam paper Heisenberg adalah bahwa ketika dia mencoba untuk mengalikan dua atribut fisik yang berbeda, Ia menemukan bahwa AxB ≠ BxA. Kita tahu bahwa dalam perhitungan biasa berlaku AxB = BxA. Misalkan A=3, lalu B=4, maka AxB = 3x4 =12, dan BxA = 4x3 = 12, jadi AxB = BxA. Perhitungan seperti itu tidak bisa diterapkan pada perhitungan matematika yang dikerjakan Heisenberg.
Dalam perhitungan biasa di atas setiap atribut hanya memiliki nilai tunggal, sedangkan dalam persoalan matematika Heisenberg setiap atribut tidak bernilai tunggal melainkan terdiri dari deretan angka atau notasi yang berbeda. Karena itu perkalian dari dua atribut fisik ini jika dibolak-balik hasilnya akan berbeda (tak komutatif). Hasil perhitungan yang baru dan tampak aneh tersebut membuat Heisenberg merasa bahwa ia baru saja menulis sebuah paper yang gila. Akibatnya, Ia tidak berani untuk langsung mempublikasikannya melainkan harus diberikan terlebih dahulu untuk dibaca dan dianalisa oleh Max Born (pada saat itu Heisenberg adalah asisten dari Born di Gottingen).
Dalam dunia sains modern, umumnya, ketika kita menemukan data seperti yang diperoleh Heisenberg, pikiran kita langsung mengarah kepada matematika matriks. Namun, pada era Heisenberg saat itu matematika matriks masih belum umum dikenal bahkan di kalangan matematikawan sendiri. Matriks baru diperkenalkan oleh Born dan Jordan di dalam perumusan mekanika kuantum setelah mereka mempelajari paper Heisenberg. Kontribusi terbesar Heisenberg dalam papernya yang pertama ini adalah menemukan skema yang pada prinsipnya mampu menentukan secara unik kualitas fisik yang relevan seperti frekuensi transisi serta intensitas transisi dari garis spektrum atom hidrogen dan perhitungan matematik yang tak komutatif. Walaupun dalam paper ini Ia berhasil meletakkan dasar-dasar perhitungan mekanika kuantum, alasan apa yang membawa Heisenberg berkembang dari mekanika klasik ke persamaan dasar mekanika kuantum tidak sepenuhnya jelas. Pada beberapa langkah kunci dalam paper-nya, Heisenberg menggunakan frasa “Tampaknya asumsi paling sederhana dan paling alami adalah…”, dan kemudian menuliskan ekspresi mekanika kuantum.
Dalam catatannya, Steven Weinberg; fisikawan teori yang baru saja meninggal pada tanggal 23 Juli 2 minggu yang lalu, dan merupakan seorang peraih hadiah nobel fisika untuk kontribusinya pada penyatuan gaya lemah dan gaya elektromagnetik mengatakan; “Saya telah mencoba beberapa kali untuk membaca paper yang ditulis Heisenberg sekembalinya dari Helgoland, dan, meskipun saya pikir saya memahami mekanika kuantum, saya tidak pernah memahami motivasi Heisenberg untuk langkah-langkah matematika dalam paper-nya”.
Menurut Weinberg, dalam paper-nya ini Heisenberg bertindak layaknya seorang fisikawan penyihir, yaitu jenis fisikawan yang tampaknya tidak berpikir sama sekali, tetapi melompati semua langkah yang ada di tengah-tengah menuju wawasan yang baru tentang alam.
Heisenberg sendiri mengakui bahwa penalarannya tidak dianggap sebagai derivasi aksiomatik. Ia mengatakan; “Harus dipahami dengan jelas bahwa ini tidak dapat menjadi deduksi dalam arti kata matematis, karena persamaan yang akan diperoleh membentuk sendiri teori postulat. Meskipun mereka (persamaan) dibuat sangat masuk akal dengan pertimbangan-pertimbangan berikut, pembenaran utama mereka terletak pada kesepakatan prediksi mereka dengan data eksperimen.”
Daftar Pustaka:
- BL van der Waerden, Sources of Quantum Mechanics (Dover Publications, 1968) ISBN 0-486-61881-1.
- Günter Ludyk, Quantum Mechanics in Matriks Forms, Springer, 2018.
- Jim Baggott, The Meaning of Quantum Theory, Oxford University Press, 1992.
- Ian Aitchison, et al., Understanding Heisenberg's 'Magical' Paper of July 1925, arXiv:quant-ph/0404009, DOI: 10.1119/1.1775243, 2004.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H