Fisika kuantum adalah ilmu fisika yang berurusan dengan perilaku materi dan energi pada skala atom dan partikel berskala subatomik. Secara umum istilah fisika kuantum sering dipertukarkan atau diganti dengan beberapa sinonim seperti mekanika kuantum atau teori kuantum. Ketiga istilah tersebut mengarah pada hal yang sama, namun dalam beberapa keadaan bisa menjadi berbeda.
Pada saat membahas periodisasi, istilah fisika kuantum berperan sebagai payung yang melingkupi semua sub-bidang dalam ilmu fisika yang berhubungan dengan kuantum, sedangkan mekanika kuantum merujuk pada teori kuantum pertama yang dicetus oleh Max Planck, Albert Einstein, Niels Bohr, dkk., hingga teori kuantum modern yang dikembangkan Erwin Schrodinger, Werner Heisenberg, Max Born, dkk. Kemudian, teori kuantum generasi berikutnya yang melibatkan teori relativitas khusus Einstein disebut teori medan kuantum - kadang sering disebut juga sebagai teori kuantum relativistik.
Dalam kasus lain justru terjadi hal sebaliknya; fisika kuantum menjadi istilah yang digunakan untuk membedakannya dari kimia kuantum, sedangkan mekanika kuantum bertindak sebagai dasar atau landasan, bukan hanya untuk kedua bidang tersebut tetapi juga untuk bidang lain seperti teknologi kuantum, dan fisika partikel. Jadi, istilah fisika kuantum, mekanika kuantum, dan teori kuantum adalah fleksibel, sering dipertukarkan dan bisa berarti sama atau berbeda tergantung konteksnya.
Fisika kuantum mendasari cara kerja atom, dan bagaimana ilmu kimia dan ilmu biologi bekerja sebagaimana mestinya. Jika kita ingin menjelaskan bagaimana elektron bergerak melalui chip komputer, dan bagaimana foton cahaya diubah menjadi arus listrik pada panel surya, atau bagaimana partikel cahaya tersebut memperkuat dirinya sendiri dalam laser yang digunakan dalam kabel serat optik, bahkan bagaimana matahari terus terbakar dan bersinar, kita perlu menggunakan fisika kuantum.
Teori kuantum pertama atau teori kuantum lama yang dipelopori oleh Planck, Einstein, Bohr, dkk berhasil menjawab beberapa masalah dari perilaku objek dalam skala atom atau subatomik yang gagal dijelaskan oleh fisika klasik pada saat itu, seperti; radiasi benda hitam, efek fotolistrik, hamburan sinar-x dan teori atom. Solusi yang diberikan untuk menjelaskan ketiga fenomena tersebut memiliki kesamaan mengenai konsep teori yang digunakan, yaitu bahwa cahaya tersusun atas paket-paket energi dalam bentuk partikel yang disebut kuanta atau foton. Konsep teori ini selanjutnya terbukti secara eksperimen hingga berakhir pada kesimpulan bahwa cahaya bersifat sebagai partikel.
Periode teori kuantum lama mulai beralih ke teori kuantum modern ketika eksperimen difraksi elektron membuktikan bahwa elektron yang selama ini dikenal sebagai partikel malah berperilaku sebagai gelombang - sesuai dengan prediksi Louis de Broglie. Hal ini cukup membingungkan ilmuwan pada masa itu tentang apa sebenarnya sifat dari objek kuantum, apakah objek kuantum adalah partikel atau merupakan gelombang? Pada saat itu, masih sulit untuk menerima bahwa suatu objek memiliki dua sifat pada saat yang bersamaan.
Dalam upaya menjawab kebingungan mengenai entitas sebenarnya dari objek kuantum ini maka lahirlah persamaan gelombang yang dirumuskan oleh Erwin Schrodinger. Persamaan ini dikenal sebagai persamaan Schrodinger. Meskipun demikian, apa arti fisis dari persamaan gelombang tersebut melahirkan berbagai macam interpretasi atau tafsiran kuantum yang masih terus diperdebatkan sampai sekarang - dari sinilah kesenangan dalam teori kuantum dimulai.
Berpatokan pada berbagai hasil eksperimen, fisikawan sepakat bahwa keadaan sistem kuantum sebelum diukur bersifat sebagai gelombang dan juga bersifat sebagai partikel - sifat ini sering disebut sebagai dualisme gelombang-partikel atau sering disebut juga sebagai keadaan superposisi (gabungan). Setelah sistem tersebut diukur atau diamati, maka keadaan superposisi ini akan runtuh secara acak menyisakan 1 keadaan yang mungkin terukur oleh pengamat, entah itu terukur sebagai partikel atau terukur sebagai gelombang. Sebagai contoh, sebelum cahaya diukur, kita harus menganggapnya sebagai partikel sekaligus gelombang. Ketika cahaya berinteraksi dengan sel surya misalnya, saat itu cahaya teramati sebagai partikel. Sedangkan ketika cahaya bergerak merambat melalui medium seperti air, atau melalui sebuah celah sempit, saat itu cahaya teramati sebagai gelombang. Jadi, sebelum berinteraksi dengan sesuatu dari luar sistem (cahaya masih bergerak bebas), cahaya berada dalam keadaan sebagai partikel sekaligus gelombang. Ketika sistem (cahaya) tersebut berinteraksi dengan sesuatu dari luar sistem, maka saat itu sistem kuantum dari cahaya menjadi rusak dan runtuh ke salah satu keadaan; entah itu sebagai partikel atau sebagai gelombang.
Ini mungkin terdengar aneh dan tidak masuk akal karena bertentangan dengan persepsi dan pengalaman kita sehari-hari. Namun perlu diketahui bahwa teori kuantum adalah teori yang dibangun berdasarkan hasil eksperimen. Bandingkan dengan teori relativitas umum Einstein. Teori tersebut dibangun oleh pemikiran yang jenius dari Einstein, baru kemudian eksperimen-eksperimen dilakukan untuk membuktikan kebenaran teori tersebut. Sedangkan teori kuantum adalah upaya yang dilakukan ilmuwan untuk membangun teori berdasarkan hasil pengamatan dan data eksperimen dalam skala kuantum. Jadi, seaneh apapun teori kuantum, itu mendeskripsikan perilaku partikel dalam skala atom apa adanya.
Perkembangan teori kuantum sampai pada periode ini masih hanya berupa deskripsi sederhana tentang bagaimana posisi atau momentum sebuah partikel atau kelompok partikel tunggal berubah seiring waktu. Untuk memahami bagaimana sesuatu bekerja di dunia nyata dalam segala situasi, mekanika kuantum harus dikombinasikan dengan elemen fisika lainnya, yaitu teori relativitas khusus Einstein; teori yang menjelaskan apa yang terjadi ketika suatu objek bergerak dengan sangat cepat mendekati kecepatan cahaya. Inilah yang kemudian dikenal sebagai teori medan kuantum.
Ada tiga teori medan kuantum berbeda yang berurusan dengan tiga dari empat gaya fundamental (selain gravitasi) yang dengannya materi berinteraksi, yaitu; gaya elektromagnetisme, yang menjelaskan bagaimana atom-atom bersatu; gaya nuklir kuat, yang menjelaskan stabilitas di inti atom; dan gaya nuklir lemah, yang menjelaskan mengapa beberapa atom mengalami peluruhan radioaktif. Sejauh ini ketiga teori ini telah berhasil digabungkan membentuk suatu teori gabungan yang disebut dengan model standar dari fisika partikel. Puncak dari model standar adalah pada tahun 2012 dengan ditemukannya Higgs boson, yaitu partikel yang memberikan massa (bobot) kepada semua partikel fundamental lainnya yang keberadaannya diprediksi berdasarkan teori medan kuantum sejak tahun 1964. Jadi massa sebuah partikel elementer ditentukan oleh tingkat interaksinya dengan partikel Higgs boson.
Hal yang masih kurang adalah teori medan kuantum dari gravitasi. Sendirian dari empat gaya, gravitasi masih tetap menjadi domain dari teori relativitas umum Einstein; sebuah teori non-kuantum yang mapan yang bahkan tidak melibatkan partikel. Upaya intensif selama beberapa dekade untuk membawa gravitasi di bawah payung kuantum dan dengan demikian menjelaskan semua fisika fundamental dalam satu kerangka atau persamaan tunggal (the theory of everything) masih belum menemukan hasil yang benar-benar bisa diterima secara luas dan terbukti secara eksperimen.
Daftar Pustaka:
1. Beiser, A., Concepts of Modern Physics, 6th ed, McGraw Hill, New York, 2013.
2. Hardhienata, Hendradi., Tutorial Mekanika Kuantum, 2014.
3. Quantum Physics., New Scientist; newscientist.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H