Dalam kehidupan sehari-hari kita mengenal adanya 4 dimensi yaitu 3 dimensi spasial (ruang) dan satu dimensi waktu. Ketiga dimensi ruang tersebut adalah kiri - kanan, depan - belakang, dan atas - bawah, atau yang umum kita sebut dengan panjang, lebar dan tinggi. Sebelum Einstein mempublikasikan teori relativitasnya, entitas waktu sering dipisahkan dari dimensi spasial. Namun setelahnya, teori relativitas Einstein memperlakukan waktu sebagai dimensi yang setara dengan ketiga dimensi spasial dan bersatu sebagai empat dimensi ruang-waktu.
Dimensi ekstra merupakan konsekuensi matematis yang muncul dari beberapa teori level tinggi fisika modern yang berupaya mendeskripsikan cara alam bekerja dengan melibatkan teori medan kuantum. Dimensi ekstra paling umum ditemukan dalam pembahasan mengenai teori string, dan bisa dikatakan bahwa dimensi ekstra merupakan salah satu fitur matematis yang paling penting dalam teori string.
Teori string sendiri merupakan teori fisika yang dikembangkan oleh fisikawan untuk menyatukan keempat gaya fundamental, baik itu gaya elektromagnetik, gaya nuklir kuat, gaya nuklir lemah dan gravitasi dalam satu persamaan tunggal - dalam hal ini, keempat gaya fundamental tersebut dikaji dalam teori medan kuantum, sehingga teori string juga berarti teori yang menyatukan teori kuantum dan relativitas umum Einstein. Secara matematis, teori string berhasil melakukan tugasnya dengan baik, namun konsekuensinya adalah agar teori string ini bisa berlaku dibutuhkan keberadaan dimensi ekstra. Dengan kata lain, jika tidak ada dimensi ekstra maka keempat gaya fundamental tersebut tidak bisa disatukan menurut teori string.
Dalam teori string versi awal atau yang disebut teori string bosonik, ruang-waktu adalah 26 dimensi yang terdiri dari 1 dimensi waktu, 3 dimensi ruang normal yang kita kenal sehari-hari dan 22 dimensi ekstra. Selanjutnya dalam teori supersimetri string atau yang disingkat teori superstring ruang-waktu adalah 10 dimensi; 1 dimensi waktu, 3 dimensi ruang normal yang kita kenal dan 6 dimensi ekstra. Sedangkan dalam teori M, yang merupakan generalisasi dari teori superstring, jumlah dimensi ekstranya ditambah lagi 1 sehingga total terdapat 11 dimensi.
Untuk memahami konsep kebutuhan akan dimensi ekstra dalam teori string maka dapat digunakan analogi sebagai berikut; misalkan, kita bereksperimen dengan sebuah benda yang bisa melakukan getaran atau gerakan bolak-balik (berosilasi) ke arah depan-belakang, kiri-kanan, dan atas-bawah. Contohnya adalah sebuah pegas yang lentur dan panjang, yang dalam bahasa sehari-hari kita menyebutnya slinki. Pegas slinki kita letakkan di sebuah bidang datar seperti meja. Pertama, jika salah satu atau kedua ujung slinki ditarik lalu dilepas (direnggangkan dan dirapatkan) maka slinki tersebut akan melakukan getaran atau berosilasi. [Ingat pelajaran sains di sekolah dasar atau sekolah menengah mengenai gelombang longitudinal dan gelombang transversal. Saat sebuah pegas merenggang dan merapat maka gerakan yang menyebabkannya menjadi panjang dan pendek itu disebut getaran (osilasi). Sedangkan getaran yang merambat pada suatu medium, yang membawa energi dari satu tempat ke tempat lainnya disebut gelombang]. Karena slinki bergetar maju-mundur atau bergerak ke arah depan-belakang, maka slinki dikatakan berosilasi hanya dalam satu dimensi. Kedua, jika slinki direnggangkan-dirapatkan dan bersamaan dengan itu disimpangkan ke kiri dan ke kanan maka slinki ini berosilasi dalam dua dimensi yaitu depan-belakang dan kiri-kanan. Terakhir, jika meja tersebut kita singkirkan sehingga slinki dapat direnggangkan-dirapatkan dan disentakkan ke segala arah. Saat ini terjadi slinki berosilasi dalam tiga dimensi; yaitu depan-belakang, kiri-kanan dan atas-bawah.
Ketika kita mencoba menyelesaikan atau mencari solusi untuk persamaan gelombang dari slinki yang berosilasi dalam ruang 3 dimensi maka kita harus menggunakan persamaan gelombang 3 dimensi. Jika kita berusaha menyelesaikannya dengan persamaan gelombang 1 dimensi atau 2 dimensi maka kita tidak akan pernah berhasil. Hal ini berlaku sama pada kasus teori string. Dalam usaha untuk menyatukan ke-empat gaya fundamental menggunakan persamaan 4 dimensi ruang-waktu, teori string menghadapi jalan buntu. Teori ini baru bisa berhasil jika jumlah dimensi ruangnya ditambah - penambahan dimensi diluar 4 dimensi dasar (ruang-waktu) ini yang kemudian disebut sebagai dimensi ekstra.
Pertanyaan selanjutnya adalah jika memang alam semesta ini memiliki dimensi lebih dari 4, lalu di mana keberadaan dimensi ekstra tersebut sehingga kita tidak bisa mengamatinya ?
Pertama, dari sudut pandang teori string dimensi-dimensi ekstra mengalami kompaktifikasi, yang berarti mereka dipadatkan, digulung atau ditekuk melengkung ke ukuran yang sangat kecil sehingga tidak bisa kita amati secara langsung. Ketika kita mengamati sebuah selang taman, bisa kita katakan dengan jelas bahwa selang itu adalah benda 2 dimensi; yaitu 1 panjang dan 1 lebar (dalam kasus ini disebut keliling karena berupa lingkaran). Namun, jika ukuran selang ini diperkecil beberapa kali lipat atau diletakkan pada jarak yang jauh maka yang nampak oleh pengamat hanyalah sebuah garis. Jadi, bukan lagi sebuah benda 2 dimensi melainkan hanya sebuah benda 1 dimensi. Demikian juga dalam teori string, 3 dimensi ruang yang kita kenal sehari-hari adalah dimensi-dimensi yang besar dan nyata, sedangkan dimensi-dimensi ruang ekstra yang lain kusut begitu kecil sehingga sejauh ini luput dari deteksi manusia.
Kedua, sebuah teori yang disebut Large Extra Dimensions (LED) yang diterjemahkan sebagai dimensi ekstra besar mendalilkan hal yang sebaliknya. Menurut teori ini empat dimensi dasar yang kita alami sehari-hari (4 dimensi ruang-waktu) mengambang pada dimensi ruang ekstra. Jadi, jika dalam teori string 4 dimensi dasar yang kita alami sehari-hari adalah dimensi-dimensi yang besar dan dimensi ekstra-nya adalah dimensi dalam ukuran yang sangat kecil sehingga tidak bisa kita amati, maka dalam teori LED 4 dimensi dasar kita adalah dimensi yang paling kecil dan dimensi sisanya (dimensi ekstra) adalah dimensi-dimensi berskala sangat besar sehingga tidak bisa kita amati.
Kembali pada analogi selang sebelumnya, jika kita andaikan seekor semut seumur hidupnya hanya hidup di permukaan selang yang berdimensi 2 tersebut maka semut itu hanya akan memiliki persepsi dua dimensi. Dia hanya mengetahui dimensi panjang dan lebar (keliling) dari selang. Semut tersebut tidak akan pernah mengetahui keberadaan dimensi ketiga yaitu tinggi. Sama halnya dengan manusia, menurut LED indera dan pengamatan manusia hanya bisa menangkap ruang-waktu 4 dimensi sedangkan dimensi ekstra-nya berada di luar dari pengalaman kita sehari-hari sehingga tidak bisa dideteksi.
Teori ini menyarankan pula bahwa ketiga gaya fundamental; gaya elektromagnetik, gaya nuklir kuat dan gaya nuklir lemah eksis dan beroperasi dalam ruang-waktu 4 dimensi yang kita alami sehari-hari, sedangkan gravitasi beroperasi pada semua jenis dimensi termasuk dimensi ekstra. Hal inilah yang menyebabkan gravitasi jauh sangat lemah jika dibandingkan ketiga gaya fundamental yang lain karena sebagian besar gaya gravitasi lolos dari ruang-waktu 4 dimensi kita ke dimensi ruang lain yang jauh lebih besar.
Sumber:
1. Greene, Brian (2003). The Elegant Universe. New York: W.W. Norton & Company.
2. Jones, A. Z. 2010. String Theory for Dummies. USA: Wiley Publishing, Inc.
3. Zwiebach, Barton (2009). A First Course in String Theory. Cambridge University Press.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H