Mohon tunggu...
ricky gaok
ricky gaok Mohon Tunggu... Penulis - Back to Nature

Demokrasi

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Cinta dalam Filsafat Eksistensialisme ala Jean Paul Sartre

25 Mei 2019   20:14 Diperbarui: 27 Mei 2019   19:03 2079
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cinta juga sebuah paradoks. alih-alih memberikan kebebasan.. kalimat
"Aku cinta padamu dan cintaku ini bukan belenggu"  sebetulnya kalimat itu secara tidak langsung sudah membelenggu. 

Manusia lahir dengan segala keinginan
Tidak ada satu manusia pun yang ingin tunduk pada manusia lain.
Fenomena yang disebut cinta tentu bertentangan dengan kodrati tersebut. Bagi Sartre, hanya ada 2 pilihan dalam mencintai dan dicintai.
Pertama, salah satu dari kita harus rela dijadikan objek bagi pasangan kita seumur hidup.
Pilihan ke-2 adalah masing-masing bersikukuh tidak ingin dijadikan objek.   Apabila itu terjadi, Tanpa sadar akhirnya kita hancur, lebur dan keduanya tanpa sadar sudah sama-sama menjadi objek.

Sudahlah, rumus-rumus cinta yang mainstream yang selama ini kita dengar bahwa cinta itu agung, suci, tanpa pamrih, tanpa suatu apa, tidak lain itu hanyalah ilusi semata.
Rasa ketertarikan hanya sebuah tabir bagi hawa nafsu, selimut bagi hasrat seksual. Begitu kamu bertemu 2 individu atau 2 subjek, yang terjadi adalah kamu akan saling mengobjek-an satu sama lain.
Disitu manusia akan kehilangan subjektifitas dirinya.
"Khazanah percintaan seperti naksir, kasih, pacaran, perkawinan adalah sebuah kegagalan manusia dalam mempertahankan subjektifitas/kuasa terhadap diri sendiri" 

Cinta tanpa mendominasi atau menuntut tidaklah mungkin ada, tidak mungkin di sebut cinta.

Dua orang manusia hanya bisa saling mendukung dan "mencintai" tanpa mendominasi
HANYA APABILA MEREKA MEMILIKI MUSUH YANG SAMA.
namun apabila 2 manusia tidak memiliki musuh bersama, maka mereka akan memakan satu sama lain guna mempertahankan subjektifitas dirinya.
seperti Romeo dan Juliet terlihat kompak karena mereka memiliki musuh bersama yaitu keluarga yang tidak merestui hubungan mereka. Dan kita iri melihat kekompakan mereka.
Bukankah rasa iri tersebut membutakan mata kita?. seolah cinta itu suci, agung, dan hebat. Tidak!
Cinta hanyalah ilusi dari kisah perlawanan dua melawan banyak

Tetapi coba kalau kita bayangkan bagaimana bila tidak ada musuh bersama dalam hubungan Romeo dan Juliet.
Dalam artian keluarga mereka saling merestui. Tentu mereka tidak akan sekompak itu dalam menenggak racun dan mati bersama..
mereka akan sengsara satu sama lain, rumah tangga mereka akan dipenuhi karakter dasar cinta yang yaitu "Konflik"

Jadi sebenarnya jalan menuju kebahagiaan bukan melalui percintaan / pernikahan semata. 
Kalau tujuan pernikahan hanya sebatas hidup bahagia, pikirkan seribu kali.
Kalau kamu mencari kebahagiaan, jelas
ia tidak ada disana.
Pernikahan hanyalah seni mengelola konflik antara dua makhluk individualis yang  disebut manusia.

-Gaok-
"Cinta Dalam Eksistensialisme Jean Paul Sartre

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun