Mohon tunggu...
Ricky Brahmana
Ricky Brahmana Mohon Tunggu... Pegawai Swasta -

Calon pengusaha yang sampai sekarang masih terjebak di perusahaan orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Enam Tanda Anda (Harusnya) Sudah Bahagia

7 Desember 2015   14:59 Diperbarui: 7 Desember 2015   20:15 1580
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

What is happiness ?

Orang-orang menanyakan ini bahkan sebelum manusia mengenal peradaban. Manusia perlu bahagia karena itu hak terbesar kedua setelah kehidupan itu sendiri. Orang-orang bertanya ke siapa saja tentang menjadi bahagia. Orang-orang menulis artikel dan buku tentang menjadi bahagia. Orang-orang berguru dan bersemedi untuk menjadi bahagia.

Bahagia itu bukan sesuatu yang misterius. Bahagia bukan zat abstrak yang hanya bisa dijelaskan dengan cara-cara spiritual. Anda dan saya tahu bahagia itu ada dan sudah disiapkan untuk semua orang, tapi kita kadang tidak menyadari keberadaannya.

Kalau disederhanakan, bahagia itu adalah tentang merasa cukup. Masalahnya, manusia sulit untuk merasa cukup, tapi mudah menilai kecukupan orang lain. Kita bisa dengan mudah menilai seseorang sudah bahagia, tapi kita selalu merasa kesulitan menjawab pertanyaan, "apakah saya sudah bahagia?"

Mengenai rasa cukup, banyak orang berpikir, cukup adalah selalu tentang harta. Itu tidak salah. Harta adalah salah satu bentuk kecukupan yang bisa menjadi jalan menuju kebahagiaan, tapi Harta bukanlah Kebahagiaan itu sendiri.

Orangtua saya tidak punya banyak harta. Mereka punya rumah sendiri di umur lima puluh tahun. Sampai sekarang mereka belum pernah membeli mobil baru, bahkan mereka masih punya pinjaman di koperasi kantor, dua tahun sebelum mereka pensiun.

Apakah mereka bahagia? Ya! Mereka bahagia karena menurut mereka kebahagiaan bukan berarti harta yang melimpah.

***

Kebahagiaan adalah tentang merasa cukup.

Kesalahan yang sering terjadi adalah, kita merasa belum berbahagia karena kita belum punya byproducts dari kebahagiaan. Kita belum punya mobil, kita merasa belum bahagia. Belum punya rumah, belum bahagia. Belum punya iPhone terbaru, belum merasa bahagia. Kita belum merasa cukup karena kita terlalu sibuk membandingkan "kebahagiaan" menurut kita dengan orang lain yang kita anggap sudah berbahagia.

Masih ingat bagaimana saya tulis sebelumnya, manusia lebih mudah menilai orang lain bahagia daripada menilai dirinya sendiri?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun