Mohon tunggu...
Ricky Brahmana
Ricky Brahmana Mohon Tunggu... Pegawai Swasta -

Calon pengusaha yang sampai sekarang masih terjebak di perusahaan orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Jangan Menulis Kalau Mau Jadi Kaya

1 Oktober 2015   22:32 Diperbarui: 1 Oktober 2015   22:48 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tulisan ini juga dimuat di rickybrahmana.com

John, seorang pengacara muda. Selama lima tahun bekerja dia sudah memenangkan ratusan kasus, kecil, besar, rumit, sederhana – segala macam. Suatu hari dia bilang, “aku mau menulis novel, tentang seorang pengacara hebat yang semuanya kutulis dari pengalaman pribadiku.” Dalam bayangannya, menulis buku tentang pengalaman pribadinya akan mudah dan menyenangkan. Dia membayangkan akan menyelesaikan bukunya dalam waktu dekat, diterbitkan, terjual satu juta copy, jadi trending topic di Twitter, diundang di Bukan Empat Mata, Hitam Putih, Kick Andy dan dia akan menjadi terkenal. Dia membayangkan dirinya menjadi penulis yang kaya, dan terkenal.

Dua bulan kemudian, bukunya selesai, dicetak, diterbitkan dan terjual 3 copy. Satu untuk dia sendiri, satu untuk pacarnya dan satu untuk temannya. Dan sudah, kisah bukunya berakhir sampai disana. Apa yang salah?

Tidak ada yang salah.

Hanya saja, tidak ada orang yang bisa kaya dan terkenal setelah menulis sebuah buku.

J.K Rowling, penulis dan pencipta Harry Potter menjadi kaya bukan dari hasil penjualan bukunya. Anggaplah bukunya terjual sepuluh juta copy, dan dia mendapatkan royalti 20% dari harga bukunya. Dia mendapat 20.000 per buku, berarti dua ratus juta. Jumlah itu pun tidak didapatkannya dalam sebulan apalagi dengan buku pertamanya yang belum dikenal orang. Dan dua ratus juta belum membuat seseorang menjadi kaya dan terkenal.

Jadi apa sebenarnya yang membuat J.K Rowling, Dennis Lehane, James Patterson, John Grisham dan penulis lainnya kaya dan terkenal? Jawabannya, kontrak film, penjualan merchandise, mengisi seminar dan pertemuan sosial lainnya yang semuanya itu MEMANG berawal dari menulis sebuah buku. Tapi untuk jadi kaya, HANYA dengan menulis buku, itu mustahil.

**

Berbeda dengan pandangan umum, orang yang sudah terkenal akan lebih mudah untuk menjadi lebih terkenal setelah bukunya diterbitkan. “Bukunya,” dalam hal ini tidak harus buku yang ditulis oleh mereka, tapi bisa saja buku yang ditulis atas nama mereka dengan bantuan ghost writer atau buku tentang mereka yang ditulis orang-orang yang peduli atau bisa saja dibayar untuk membuat semacam biografi. Buktinya, dua tahun terakhir ini tokoh-tokoh di negara ini ikut-ikutan latah membuat biografi menyusul kesuksesan Presiden Habibie yang kisah hidupnya dibukukan dan dijadikan film.

Orang-orang kaya dan terkenal tidak peduli buku mereka laku atau tidak. Buku tentang atau oleh mereka hanya tambahan eksistensi mereka di dunia literasi dan memakukan sejarah lembaran-lembaran buku dan daftar ISBN.

Banyak orang yang menulis dengan tujuan utama untuk menjadikan bukunya sebagai sumber penghasilan. Orang-orang ini pada akhirnya gagal dan sulit untuk mendapatkan panggilan menulis lagi karena memang sejak awal tujuan menulisnya pun sudah salah. Orang-orang ini di awal menulisnya akan banyak sekali membeli buku-buku “cara menulis novel,” “meraup uang lewat menulis buku,” “menulis buku untuk pemula,” atau semacamnya, dan kemudian menghabiskan waktunya membaca tutorial di internet atau mengikuti kursus penulisan.

Cepat atau lambat, mereka pasti bisa menulis sebuah buku. Tapi apakah buku itu akan menjadi buku yang luar biasa? meh!

Lalu ada orang-orang yang menulis karena mereka merasa harus menulis, bukan demi uang atau ketenaran. Orang-orang ini akan menghabiskan waktunya menulis ratusan draft buku di kertas atau komputer. Menggerutu karena merasa tulisan mereka jelek atau ketakutan karena merasa tulisannya tidak akan bisa diterima pasar. Orang-orang ini kadang mulai menulis dari nol. Mereka belajar menulis dengan mulai menulis sesuatu. Mereka tahu apa yang harus ditulisnya setelah kalimat ke sekian ratus, bukan di awal.

Sering juga, seseorang menulis karena dia tidak tahu apa yang harus dikerjakannya. Orang-orang introvert yang tidak suka keramaian, tidak suka pesta, tidak suka bertemu dengan orang lain, dan mereka memilih menghabiskan waktunya dengan menulis atau melakukan kegiatan solitary lainnya. Main game misalnya.

Orang-orang ini menulis untuk menghabiskan waktu, dan bukan demi uang atau ketenaran. Dan pada akhirnya, tidak bisa dibantah beberapa penulis terkenal memang seorang introvert — J.K Rowling, Susan Cain, Edgar Allan Poe.

***

Kalau tujuan utamanya hanya untuk jadi kaya dan terkenal, masih banyak cara lain selain menjadi penulis. Merampok bank misalnya, jadi anggota DPR, jadi “pengamat”, jadi artis dadakan, buat sensasi, jadi haters, ribuan cara untuk bisa jadi kaya dan terkenal selain menjadi penulis.

Menulis itu butuh pengorbanan. Perlu waktu berminggu-minggu bahkan bulan atau tahun duduk di depan laptop memikirkan kata demi kata untuk menciptakan plot, membangun struktur, menciptakan karakter, membuat konflik, menyelesaikan konflik, memikirkan adegan demi adegan dan akhirnya mengakhirinya di lembaran ke seratus atau kata ke 60.000.

Kalau semua itu tidak jadi masalah, segeralah menulis. Tulislah sesuatu, buat jejak keberadaan di dunia ini, bagikan sesuatu. Tapi kalau tujuannya adalah mencari uang dan ketenaran, mungkin jalan ini agak sedikit terlalu lama.

Menjadi penulis berarti menghabiskan waktu berlama-lama dengan kata. Menyisihkan waktu sebelum ke kantor, setelah pulang kantor, sebelum tidur, hari libur, atau di tengah-tengah acara keluarga yang membosankan. Menjadi penulis memang bisa dipelajari, tapi guru terhebat dalam sejarah seorang penulis adalah pengalamannya menulis sesuatu. Daripada membeli buku-buku tutorial bagaimana cara menulis, pelajari terminologi seperti plot, struktur, karakter, adegan, aksi, dialog, tensi, dramatisasi dan puluhan terminologi penulisan lainnya, kemudian baca novel-novel best seller (yang beneran) dan pelajari bagaimana para penulis hebat itu menyajikan karyanya. Amati, tiru, modifikasi.

Selamat menulis.

 

sumber gambar: eattherichest.blogspot.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun