Di kampung tempat Maman tinggal memang belum banyak yang bisa melanjutkan mereka ke perguruan tinggi. Rata-rata mereka sehabis tamat SMA langsung bekerja. Dari sekian anak yang ada di kampong tersebut hanya ada tiga orang yang bisa melanjutkan pendidikan menuju yang lebih baik. Salah duanya adalah Maman dan kawannya Amin. Meski persahabatan mereka sempat ditentang oleh kedua orang tua masing-masing. Tapi mereka masih berhubungan baik sampai sekarang. Maman adalah anak yang biasa-biasa saja dalam segala hal. Berbeda dengan Amin yang memiliki keunggulan di bidang-bidang tertentu. Amin terbiasa berada di top four rangking kelasnya. Dia juga pernah memenangi sebuah lomba cerdas cermat waktu SMP dan juara dua baca tulis Al'Quran. Pantas anak bapak Ustad.Â
"Gimana Man, sebulan di kota udah dapat cewe belum?" Tanya Bapaknya Maman.
"Belum lah pak, belum pada kenal lagian akunya juga ga ganteng." Jawab Maman sambil berlinang air mata.
"Astagfirulloh, Man pikir jangan gitu jadi orang, kamu itu. Nih tiap sebelum berangkat atau sehabis mandi, kamu selama lima menit coba ngomong di depan kaca "Aku ganteng, Aku ganteng sekali!" gitu jadi orang." Tegas Bapaknya Maman.
"Lah pak macam orang gila ngomong sendiri." Timbal Maman.
"Nak bapak ceritain kisah bapak dulu. Hari pertama bapak kuliah, bapak langsung punya pacar. Besoknya putus, ya namanya juga kehidupan, berputar. Tapi besoknya punya lagi, malahan dapet dua Man. Karena apa? Ya itu tadi." Ucap Bapaknya Maman sambil membusungkan dada.
"Bisa gitu ya pak." Penasaran Maman.
"Yaiya. Harus gitu. Jangan kalah sama tuh si Amin. Seminggu setelah berangkat dia langsung pulang lagi. Bawa cewenya, nginep pula." Celoteh Bapaknya Maman.
"Owh gitu pak. Terus dia sekarang ada gak pak?" Tanya Maman biasa saja.
"Sejak saat itu belum berangkat lagi tuh. Minggu kemarin ada cewenya satu lagi nyusulin. Sampe guling-guling tuh si Ustad misahinnya."Â
"Rame dong pak?" Tanya Maman kembali.