Mohon tunggu...
Humaniora Pilihan

Potret Keluarga Indonesia di Media Sosial

14 September 2017   21:51 Diperbarui: 14 September 2017   22:04 1523
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjadi salah satu makhluk cerdas kita memang tidak pernah dipisahkan dari komunikasi. Karena komunikasi telah menjadi dasar sebagai insan agar dapat berhubungan, bertukar informasi dan saling mengerti. Salah satu jalur agar dapat bertukar informasi adalah dengan bercerita (stort telling). Dalam bercerita kita menjelaskan segala bentuk pengalaman yang diproses sehingga dipaparkan melalui sebuah kata – kata yang di atur sedemikian rupa, yang akhirnya menjadikan lebih menarik. Mngapa demikian? Karena melalui bercerita dapat tersirat makna, atau dapat menciptakan suatu makna dari suatu kehidupan.

Bercerita dapat di kategorikan sebagai proses komunikasi secara alamiah. Karena seperti yang dikatakan sebelumnya, bercerita telah menjadi dasar kita sebagai manusia. Manusia yang sehat dan normal, maka dapat bercerita secara instingtif atau sesuai naluri sebagai manusia.

Setelah berjalannya waktu, bercerita pun sekarang dijadikan sebagai media dalam teknik psikoterapi. Karena melalui terapi, seorang klien atau pasien akan disuruh bercerita apa yang di alaminya, sehingga dapat diketahui apa yang di alaminya, sehingga seorang psikiater dalam menyelami problema dari pasien.

Ilmu komunikasi juga telah lama menerapkan cerita atau bercerita sebagai media dalam penyampaian pesan dengan berbagai macam teknik. Antara lain dalam sebuah praktek periklanan, media penyiaran dan public speaking. Dalam praktek periklanan biasanya kita dapat memberikan suatu gambaran atau sebuah narasi yang dapat mempersuasi khalayak sehingga tertarik dan memperhitungkan dari suatu barang atau jasa yang di iklankan. Media penyiaran, biasanya kita mengkomunikasikan suatu berita dalam sebuah acara, sehingga dapat memengaruhi khalayak dari segi mempersuasi atau sebagai pengingat dalam suatu informasi. Dan yang terakhir adalah public speaking, di mana kita sebagai perantara suatu instansi atau perusahaan. Karena di sisi ini kita sebagai peranatara yang mengangkat harkat suatu instansi dan perusahaan, sehingga dapat dipercaya masyarakat atau calon konsumen.

Tidak hanya di lingkungan sosial saja, namun, di media konvensional pun sering terjadi sebuah proses komukasi yang meibatkan beberapa pihak, entah itu dari antara dua orang saja atau satu orang dengan orang banyak. Contohnya adalah Radio. Dalam sebuah acara radio juga diperlukan suatu proses persuasi, di mana mengutamakan bagaimana cara berkomunikasi yang baik dan pemilihan kata yang dapat menarik minta dari semua kalangan atau kalangan tertentu. Proses ini sering disebut dengan theater of mind, di mana khalayak akan dibuat berimajinasi atau membayangkan gambaran yang di ucapkan oleh seorang penyiar radio. Dalam halnya perikanan dari radio, misalnya penjualan barang. Maka komunikator akan dituntut pandai bertutur sehingga dapat membuat khalayak secara sadar atau tidak sadar akan tertarik dengan barang di jual tersebut.

Bercerita merupakan suatu paparan kejadian personal seseorang. Maka dari itu dapat dipastikan seorang yang memiliki dasar akan dapat bercerita sesuai dengan apa yang di alaminya sesuai personal yang dilewatinya. Namun, ada pula suatu pola bercerita yang tidak terlalu populer, salah satunya setting keluarga. Mengapa demikian? Setting keluarga di anggap kurang populer. Karena keluarga dianggap sebagai institusi privat, di mana rata – rata topik yang di bahas dianggap tidak layak di keluarkan di muka publik. Meskipun demikian bercerita di lingkungan keluarga, merupaka suatu proses bercerita yang dilakukan setiap hari. Misalnya anak yang bercerita apa yang dilakukan di sekolah, suami istri yang bercerita ayng di lalui sepanjang hari. Sulit untuk menemukan satu definisi mengenai keluarga. Wamboldt and Reiss (1989) dalam Segrin dan Flora (2011) menyatakan bahwa kebanyakan definisi mengenai keluarga terbagi atas beberapa kriteria: (1) Struktur/bentuk keluarga, (2) taskorientation/fungsi keluarga, dan (3) transactional/interaksi keluarga. Definisi keluarga berdasarkan bentuk keluarga melihat keluarga berdasarkan struktur dan mendefinisikan keluarga berbasis pada siapa saja yang ada dalam keluarga dan bagaimana hubungan anggota keluarga tersebut (Misalnya: Hubungan pernikahan, hubungan darah, hubungan adopsi). Dalam definisi keluarga berdasarkan struktur, keluarga adalah orang-orang yang tinggal bersama, memiliki hubungan darah dan diikat secara hukum.

Keluarga dalam hal ini sebenarnya dapat menimbulkan beberapa difinisi. Apakah kelurga hanya terpacu pada seuatu keturunan yang memiliki hbungan darah? Karena jika kita masuk lebih dalam akan menemukan bahwa keluarga juga dapat di artikan sebagai suatu perkumpulan yang memiliki pekerjaan yang sama dalam sebuah tugas yang dilakukan secara bersama – sama. Jika berbicara keluarga dalam fokus pekerjaan, maka kita tidak bisa membagikannya berdasarkan struktur, malinkan kita harus bisa memfokuskannya pada pembagian batasan sosial antar anggota dan pembagian bagian pekerjaan yang ada di dalamnya.

Sebenarnya jika membahas keluarga ini pun tidak hanya terpacu pada definisi yang ada sehingga membuat definisi tersebut hanya sebatas dilingkungan struktur keturunan dan pekerjaan, karena jika kita berbicara dengan anak muda jaman milenial, di mana mereka bisa menghabiskan waktu di depan eletronik, maka dapat menciptakan definisi baru sehingga akan semakin luas.

Daftar pustaka:

Widyastuti, D. A. R., Radriyana, I. N., & Rismayanti, R. 2017. E-Proceeding DEVELOPING KNOWLEDGE COMMUNITY Quituple Helix and Beyond. Yogayakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun