Mohon tunggu...
Ricko Blues
Ricko Blues Mohon Tunggu... Freelancer - above us only sky

Sebab mundur adalah pengkhianatan

Selanjutnya

Tutup

Music Pilihan

Bob Dylan dan Nobel Sastra

1 Januari 2021   16:04 Diperbarui: 1 Januari 2021   16:08 450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Musik. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Tahun 1990 Yayasan Nobel memberi batasan pada sastra, 'bukan hanya karya sastra, tetapi juga tulisan-tulisan lain yang berdasarkan bentuk dan gayanya memiliki nilai sastra'. Tahun 2015, wartawan senior Belarusia, Svetlana Aleksijevitj (68) yang mendapat hadiah Nobel Sastra berkat tulisan-tulisannya yang berani mengeritik pemerintah Rusia. Ia dianggap sebagai penulis paling vokal sedunia yang menentang rezim Rusia (juga pada masa Komunis Uni Soviet).

Pada 2016, Bob Dylan bersama lagu-lagunya tampil sebagai pemenang. Selain lirik-lirik dalam irama musik folk yang puitis, Dylan merupakan pencipta lagu yang menyandarkan bahunya pada idealisme. Beberapa lagunya justru sangat tajam mengeritik kebijakan-kebijakan pemerintah. 

Lagunya Blowin in the Wind dan Time They are A-Changin' menjadi 'lagu kebangsaan' para pejuang HAM dan konon sangat digemari oleh Soe Hok Gie. Di dalam lagunya yang melegenda Knockin' On Heaven's Door, ia hendak memprotes kebijakan pemerintah AS yang terus merekrut anak muda sebagai tentara dan dikirim ke Vietnam dan pada akhirnya mati sia-sia di sana. Ia dengan tegas menolak mengikuti wajib militer yang diberlakukan pemerintah AS.

Lirik-lirik lagunya kuat menyuarakan semangat kebebasan dan menggambarkan keresahan seorang anak zaman. Idealismenya tidak pernah mati. Bahkan dengan suara parau khas Dylan, ide-idenya yang dibalut apik dengan petikan dawai gitar dan tiupan harmonika, tumbuh subur, menyebar cepat ke berbagai kalangan, dan memberi pengaruh bagi anak muda selama beberapa dekade, bahkan hingga kini.

Musik dan Puisi

Adalah Gordon Ball, seorang Associate Professor di Washington dan Yale University yang merupakan salah satu orang yang merekomendasikan Dylan menerima Nobel Sastra. Maret 2007, jurnal ilmiahnya yang berjudul Dylan and The Nobel dipublikasikan ulang di Oral Tradition Journal, Volume 22, Issue 1. Menurutnya, dua kriteria utama hadiah Nobel yakni idealisme yang kuat dan kemaslahatannya bagi masyarakat luas, sudah dipenuhi Dylan. Di dalam jurnal ilmiahnya itu, ia dengan jelas membeberkan alasan mengapa Bob Dylan yang sejatinya adalah seorang musisi bisa menerima hadiah Nobel di bidang sastra.

Menurutnya, musik dan puisi dalam sejarahnya saling terkait. Karya Dylan telah menghidupkan kembali koneksi penting keduanya. Ia telah membantu puisi kembali ke transmisi primordial oleh napas manusia, menghidupkan kembali tradisi penutur, pencerita, penembang, dan penyanyi. Koneksi penting musik dan puisi telah melemah setidaknya di Amerika Serikat, tahun 1930-an sampai 1960-an ketika 'Kritik Baru' lebih menekankan puisi sebagai teks tertulis yang eksplisit sehinga mereduksi kelisanannya.

Lebih lanjut Ball mengungkapkan, Dylan seolah telah mengindahkan kembali pengamatan Ezra Pound bahwa, "...di Yunani dan Province, puisi mencapai kecemerlangan tertinggi dari segi ritmis dan irama pada saat syair dan musik saling erat merajut bersama...." Pound menyebut musik dan puisi sebagai 'seni kembar'. Puisi liris Yunani disampaikan dengan nyanyian dan iringan sebagaimana Homer bernyanyi dengan harpa atau kecapi.

Mengutip W.B Stanford, Ball menulis, "di Yunani dan Romawi, pendidikan musik dan puisi disimpan bersama dalam disiplin yang disebut mousike." Puisi dan musik masing-masing saling diakui eksistensinya. Penghargaan Nobel pada Dylan lebih jauh untuk menghargai suatu performatif. Musik dan puisi masing-masing tidak mengeksklusifkan diri. Keduanya saling memberi daya dan imajinasi tanpa sedikitpun menghilangkan kekhasan masing-masing.

Walau banyak kalangan yang terkejut dengan penghargaan Nobel Sastra yang jatuh ke tangan seorang musisi legendaris, pengaruh Dylan sebagai musisi dan pencipta lirik-lirik puitis selama beberapa dekade terakhir tak dapat disangkal oleh siapa pun. Dan inilah yang menjadi ciri khas Dylan dengan nominator-nominator lain atau dengan peraih Nobel Sastra tahun-tahun sebelumnya; yakni menghidupkan kembali syair-syair puitik dengan musik dan memberi daya imaji yang kuat ke dalam musik dengan syair-syair puitik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun