Siang yang  panas ahad lalu, saya melintasi Jalan WJ Lalamentik, Kota Kupang, NTT dengan menunggangi sepeda motor. Sebelum tiba di perempatan Jalan El Tari, tepatnya sekitar 200 meter dari lampu lalu lintas, sekantong plastik es melayang dari dalam mobil Inova berwarna putih.Â
Kantong berisi es batu itu jatuh tepat di tengah jalan raya kemudian sekejap dilindas mobil dan sepeda motor lainnya. Entah kemudian kemana perginya, sudah pasti selama beberapa jam mengotori jalanan sebelum diangkut penyapu jalan.
Melihat pemandangan sekilas itu, saya jengah minta ampun. Di dalam batin, saya menggeretu, 'bangsat, naik mobil bagus-bagus masih dungu juga."
Penasaran dengan wajah si manusia dungu itu, saya berhenti persis di samping mobilnya pas di lampu merah.
Ternyata dia seorang perempuan, sendiri mengemudi mobil. Berkacamata hitam, rambutnya dibiarkan terurai menutupi sebagian wajahnya. Terlihat dia sedang mengunyah sesuatu di dalam mulutnya sambil memelototi layar android. Belum selesai saya memandangi tingkahnya, kaca mobil keburu dinaikkan.
Padahal saya sudah memberanikan diri hendak mengatakan, "Nona, jangan buang sampah sembarangan. Sekolahnya berapa tahun, Nona?"
Saat lampu hijau, mobil sial itu mengambil jalan lurus dan saya belok ke arah Jalan Frans Seda.Â
Belum tuntas pikiran saya 'takjub' dengan si dungu tadi. Tiba-tiba dari arah depan, dua orang gadis muda baru keluar dari dalam sebuah gang, mengendarai motor matic berwarna hitam seperti sedang terburu-buru, melakukan hal yang sama menjijikan juga. Dua botol air mineral kemasan dari genggaman keduanya mendarat mulus di tepi jalan.
Saya tak terkejut seperti kejadian pertama. Maklum anak ABG, belum cukup umur untuk paham bahwa gelas-gelas plastik semacam itu butuh waktu ratusan tahun terurai di tanah.
Semakin keduanya menjauh dan tak terkejar, saya berbisik kepada Yang Kuasa, semoga mereka terpeleset kulit pisang. Luka-luka sedikit di kaki dan tangan juga lumayan sebagai pengingat dosa-dosa yang diperbuat.
Kira-kira sekilo lagi saya mencapai pekarangan rumah. Saya sudah berbelok ke arah Jalan Thamrin. Sebuah plastik kresek kosong terbang melayang tertiup angin keluar dari dalam bemo (angkutan kota di NTT).
Betapa geramnya saya melihat fenomena dungu yang ketiga kali ini. Rasa-rasanya ingin menelan bulat-bulat si tersangka atau menampar wajahnya sekuat tenaga.
Dasar manusia laknat.Â
Bisa-bisanya mencemari lingkungan dengan kesadaran tingkat tinggi seperti ini. Gara-gara membayangkan kelenjar apa yang ada di dalam otak manusia-manusia ini, saya nyaris menabrak gerobak sampah milik kelurahan yang terparkir di tikungan terakhir menuju kompleks rumah.