Mohon tunggu...
Ricko Blues
Ricko Blues Mohon Tunggu... Freelancer - above us only sky

Sebab mundur adalah pengkhianatan

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Ada yang Tahu Cara Membasmi Makhluk yang Buang Sampah dari Kendaraan?

15 November 2020   17:29 Diperbarui: 15 November 2020   17:34 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Siang yang  panas ahad lalu, saya melintasi Jalan WJ Lalamentik, Kota Kupang, NTT dengan menunggangi sepeda motor. Sebelum tiba di perempatan Jalan El Tari, tepatnya sekitar 200 meter dari lampu lalu lintas, sekantong plastik es melayang dari dalam mobil Inova berwarna putih. 

Kantong berisi es batu itu jatuh tepat di tengah jalan raya kemudian sekejap dilindas mobil dan sepeda motor lainnya. Entah kemudian kemana perginya, sudah pasti selama beberapa jam mengotori jalanan sebelum diangkut penyapu jalan.

Melihat pemandangan sekilas itu, saya jengah minta ampun. Di dalam batin, saya menggeretu, 'bangsat, naik mobil bagus-bagus masih dungu juga."
Penasaran dengan wajah si manusia dungu itu, saya berhenti persis di samping mobilnya pas di lampu merah.

Ternyata dia seorang perempuan, sendiri mengemudi mobil. Berkacamata hitam, rambutnya dibiarkan terurai menutupi sebagian wajahnya. Terlihat dia sedang mengunyah sesuatu di dalam mulutnya sambil memelototi layar android. Belum selesai saya memandangi tingkahnya, kaca mobil keburu dinaikkan.

Padahal saya sudah memberanikan diri hendak mengatakan, "Nona, jangan buang sampah sembarangan. Sekolahnya berapa tahun, Nona?"
Saat lampu hijau, mobil sial itu mengambil jalan lurus dan saya belok ke arah Jalan Frans Seda. 

Belum tuntas pikiran saya 'takjub' dengan si dungu tadi. Tiba-tiba dari arah depan, dua orang gadis muda baru keluar dari dalam sebuah gang, mengendarai motor matic berwarna hitam seperti sedang terburu-buru, melakukan hal yang sama menjijikan juga. Dua botol air mineral kemasan dari genggaman keduanya mendarat mulus di tepi jalan.

Saya tak terkejut seperti kejadian pertama. Maklum anak ABG, belum cukup umur untuk paham bahwa gelas-gelas plastik semacam itu butuh waktu ratusan tahun terurai di tanah.

Semakin keduanya menjauh dan tak terkejar, saya berbisik kepada Yang Kuasa, semoga mereka terpeleset kulit pisang. Luka-luka sedikit di kaki dan tangan juga lumayan sebagai pengingat dosa-dosa yang diperbuat.

Kira-kira sekilo lagi saya mencapai pekarangan rumah. Saya sudah berbelok ke arah Jalan Thamrin. Sebuah plastik kresek kosong terbang melayang tertiup angin keluar dari dalam bemo (angkutan kota di NTT).

Betapa geramnya saya melihat fenomena dungu yang ketiga kali ini. Rasa-rasanya ingin menelan bulat-bulat si tersangka atau menampar wajahnya sekuat tenaga.
Dasar manusia laknat. 

Bisa-bisanya mencemari lingkungan dengan kesadaran tingkat tinggi seperti ini. Gara-gara membayangkan kelenjar apa yang ada di dalam otak manusia-manusia ini, saya nyaris menabrak gerobak sampah milik kelurahan yang terparkir di tikungan terakhir menuju kompleks rumah.

Usut punya usut, ternyata pengalaman saya ini juga pernah dialami Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat. Dia pernah menegur langsung oknum PNS yang terciduk membuang sampah dari dalam mobil mewah miliknya (NTT News.com 28 Februari 2019).

Si pengemudi yang katanya wanita cantik itu ditegur, dinasihati dan syukurlah tidak langsung dipecat sebagai abdi negara. Secara pribadi, melihat sampah dibuang dari atas kendaraan itu bukan pemandangan langka di Kota Kupang. Tuan dan puan, kalau ada studi khusus, kalian bisa membuat satu penelitian; jalan-jalan kelilling kota seraya menghitung berapa kali adegan-adegan buang sampah dari atas kendaraan itu terjadi. Saya berani bertaruh, sehari ya minimal tiga kali pemandangan itu tertangkap mata kepala tuan dan puan. Sudah terlampau banyak bukan?

Nah, hipotesisnya adalah naik/punya mobil mewah pun tiada menjamin orang punya kesadaran atau pengetahuan yang baik soal menjaga kebersihan. Lagi-lagi kembali ke perkara peradaban. Makanya pertanyaan kepada para pelaku kejahatan lingkungan ini juga perlu dilontarkan, 'kau sekolah berapa tahun? Kok masih bisa-bisanya membuang sampah sembarangan."

Sebelum dia tuntas menjawab pertanyaan di atas, katakan saja, "Kota ini jijik ditempati spesies manusia macam kau itu. Kau pantas dibasmi!'
Kota Kupang sebagai ibu kota Provinsi NTT dan berpredikat Kota Kasih itu memang darurat sampah. Sejak menjabat sebagai Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat sudah merasa tak nyaman dengan kondisi kota di Pulau Timor itu. Di setiap hajatan pemerintah, swasta, dan keagamaan, dia selalu berteriak lantang selantang-lantangnya untuk menjaga kebersihan sekitar.

Tak puas hanya bicara saja, dia juga turun langsung ke jalan membersihkan sampah yang bertebaran. Segerombolan pegawai negeri sipil di semua instansi mau tak mau dikerahkan setiap hari jumat pagi. Mereka wajib membersihkan sampah di sudut-sudut kota seraya menunjukkan teladan kepada khalayak ramai.
Konon suatu ketika, Pak Gub ini baru pulang gereja bersama putranya. 

Di jalan dia melihat ada tumpukan sampah yang menumpuk di dalam bak sampah hingga meluap sampai ke jalan. Sampah rumah tangga belum juga diangkut. Spontan, dia turun dari dalam mobil dan bersama beberapa warga yang kebetulan melintas mengangkut tumpukan sampah itu. Sontak saja, video Pak Gub yang masih berpakaian rapi angkut sampah itu viral di media sosial. 

Di dalamnya, ada juga adegan Pak Gub memarahi warga yang tak punya inisiatif membantu. Di Lembata, saya berkenalan dengan seorang aktivis peduli sampah. Namanya Wilda. Perempuan blasteran Lembata- Sikka ini adalah ketua sebuah kelompok peduli sampah, Trash Hero. Mereka aktif sekali melakukan advokasi di tengah masyarakat tentang kebersihan lingkungan dari sampah. Mereka juga giat melakukan pembersihan rutin di area-area ruang publik yang darurat sampah.
Wilda memberitahukan kepada saya berapa lama waktu yang dibutuhkan supaya sampah bisa terurai habis. 

Dia menyebutkan sampah organik seperti kulit jeruk dan mangga butuh waktu 2-3 minggu untuk terurai. Kertas (paper) butuh waktu 2-3 minggu, kantong plastik 15-20 tahun, botol plastik 450 tahun, botol kaca dan kaleng 500 tahun, pampers atau pembalut 200 tahun. Bahan-bahan tertentu justru tidak bisa terurai atau hidup abadi di tanah seperti gabus dan styrofoam.

Sulit membayangkan memang kalau satu botol minum kemasan yang kita beli di kios Paman Bugis dan dibuang saja di jalan dari dalam kendaraan ternyata membawa dampak lingkungan lima abad setelahnya. Mengerikan!

Andaikata orang-orang yang membuang sampah dari atas kendaraan ini atau siapa saja yang masih sembarang membuang sampah adalah wabah penyakit, ada yang tahu cara membasminya?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun