[caption id="attachment_298158" align="aligncenter" width="576" caption="Ilustrasi gambar : mbachri4068.blogspot.com"][/caption]
“Setiap guru punya daya membangun sekaligus daya merusak di sekolah mereka masing-masing. Kembangkanlah daya membangun yang disebut kreativitas dan inovasi. Kendalikanlah daya merusak bernama AIDS : Arogan, Iri, Dengki, dan Serakah”
Kutipan tersebut pernah saya baca di salah satu buku karya J. Sumardinata, inilah yang terjadi pada kondisi pendidikan di Indonesia. Guru yang sepatutnya membangun dan menciptakan kepribadian generasi penerus bangsa ini, terkadang mencederai perilaku guru yang sepatutnya menjadi teladan. Pendidikan Indonesia memang sedang mengalami krisis keteladanan guru.
Sebagaimana yang kita ketahui, guru merupakan aset utama pendidikan yang dituntut memiliki empat kompetensi utama, yakni kompetensi pedagogik, profesional, sosial, dan kompetensi kepribadian. Empat macam kompetensi tersebut tanpa terkecuali harus melekat kuat dalam diri setiap orang yang bercita-cita ingin menjadi seorang pendidik di tingkat satuan pendidikan mana pun di Indonesia. Walaupun sejatinya orientasi jabatan keguruan adalah pengabdian, namun sebagai sebuah proyek masa depan bangsa, guru adalah profesi yang mensyaratkan kualifikasi tertentu.
Peningkatan kualitas guru memang penting untuk dilakukan, tercatat pada data Kementrian Pendidikan Nasional pada tahun 2007/2008 yang menyebutkan bahwa 77,85% guru di tingkat SD dinyatakan tidak layak menjadi guru. Besarnya presentase tersebut, dilatar belakangi adanya UU No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen yang menuntut guru sekolah dasar harus berlatar belakang pendidikan minimal S1.
Proses pendidikan yang berorientasi rekayasa pemikiran, berlangsung secara konstan dan konsisten. Dalam hal ini guru memiliki peran yang strategis mengarahkan proses rekayasa tersebut. Di Indonesia yang disebut guru masih terbatas pada sosok yang berdiri di depan kelas. Akibatnya, semua proses rekayasa pendidikan yang dirancang hanya yang berhubungan dengan bapak dan ibu di depan kelas.
Sebagai pengalaman pribadi saya ketika masih duduk di bangku sekolah menengah sangat mengapresiasi guru-guru yang mampu membuat kegiatan kelas menjadi hidup dan atraktif. Tidak hanya interaksi formal yang terjadi, tapi siswa dituntut untuk dapat menciptakan sebuah gagasan melalui sistem pembelajaran kreatif. Pembelajaran kreatif sangat efektif diterapkan di dalam semua bidang studi, hasilnya siswa jauh lebih memahami materi yang disampaikan dari literasi yang ada. Ini yang masih sedikit ditemui di sekolah-sekolah formal di Indonesia.
Saya juga pernh baca buku The Power of Creative Intelligence, karya Tony Buzan jika kreatif adalah kemampuan untuk memunculkan sebuah ide-ide baru, menyelesaikan masalah dengan cara yang khas dan untuk lebih meningkatkan imajinasi, perilaku dan produktivitas. Kreatif melibatkan sejumlah faktor, dimana faktor-faktor tersebut bisa dipelajari dan dikembangkan sehingga dapat meningkatkan kreativitas. Saya yakin semua guru di Indonsia pastiya memiliki kemampuan berkreasi, ini yang dibutuhkan sistem pendidikan di Indonesia. Mengapa sekolah-sekolah internasional banyak yang berhasil mengirimkan anak-anak didiknya meraih prestasi di tingkat internasional? Karena memang tenaga pendidiknya mampu berkreasi menciptakan sebuah metode pembelajaran yang asyik.
Untuk menjawab tantangan tersebut, saya memiliki informasi yang mungkin bisa diikuti oleh pembaca kompasiana terutama guru-guru yang ingin lebih memahami potensi kreatif yang dimiliki dan ingin melejitkan kemampuannya sebagai tenaga pendidik yang profesional. Pada hari Sabtu, 12 April 2014 akan diadakan sebuah pelatihan peningkatan kualitas guru yang dinamakan ‘Brain Teaching Management’. Sebuah pelatihan yang melibatkan kemampuan otak yang sebenernya dimiliki oleh semua orang termasuk tenaga pendidik. Di harapkan setelah mengikuti pelatihan ini, tenaga pendidik dan guru mampu mengolah keterampilan mengajarnya dan langsung bisa diimplementasikan di ruang kelasnya. Pelatihan ini akan di adakan di Jakarta dengan pembicara seorang pakar neuroscience Indonesia sekaligus direktur golden family, yaitu Dr. Amir Zuhdi. Informasi dan reservasi bisa dibaca di gambar bawah.
Saya sangat mengharapkan kondisi pendidikan di Indonesia akan lebih baik dan semua tenaga pendidik juga memliki kompetensi yang luar biasa untuk menciptakan generasi bangsa yang cerdas.
Sumber referensi:
1)J. Sumardinata, guru gokil murid unyu
2)Tony Buzan, The Power of Creative Intelligence
3)Data kementrian pendidikan Indonesia (2007-2008)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H