Mohon tunggu...
Ricke Abrilla
Ricke Abrilla Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Kegalauan "UN" di Indonesia

23 April 2015   07:41 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:46 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik



Kegalauan “UN” di Indonesia

U

jian Nasional atau yang sering disebut “UN” dikalangan masyarakat bukan lagi hal yang asing, khususnya bagi dunia pendidikan di Indonesia. Banyak permasalahan yang muncul dari istilah evaluasi akhir pembelajaran sekolah tingkat nasional tersebut. Mulai dari anggaran biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk melaksanakan UN, kecurangan dalam operasional UN, sampai dengan sistem pelaksanaan UN beberapa tahun ini, dan yang terbaru adalah sistem UN melalui On-Line.

Masalah pertama tentang si “UN” adalah anggaran biaya yang dikeluarkan pemerintah melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk pelaksanaan Ujian Nasional diseluruh Indonesia. Mulai dari pencetakan soal ujian baik untuk Sekolah Menengah Atas (SMA/SMK/MA/Sederajat) maupun Sekolah Menengah Pertama (SMP/MTs/Sederajat) untuk sekian ribu siswa di 33 provinsi. Sampai halnya dengan pendistribusian soal-soal ke setiap wilayah yang belum terjangkau dengan alat transportasi yang memadai. Bukan hanya itu, hasil pencetakan kertas jawaban soal “UN” di tahun 2013 lalu kurang layak, seperti keadaan kertas yang terlalu tipis, apabila dilakukan penghapusan akan merusaknya. Padahal anggaran yang dikeluarkan pemerintah tidak terbilang sedikit hanya untuk melaksanakan “UN” ini.

Yang kedua, Kecurangan yang terjadi pada saat si “UN” ini berlangsung. Baik dari kebocoran soal sampai halnya siswa yang kurang mendapatkan pengawasan dari pengawas Ujian Nasional. Setiap tahun dalam pelaksanaannya, masalah ini tidak pernah hilang. Seperti kebocoran soal dan jawaban tersebut yang sekarang malah melibatkan oknum-oknum yang seharusnya merahasiakan dokumen “UN” itu. Begitu halnya dengan pengawas “UN” yang dengan santainya membiarkan para siswa sibuk mencari jawaban tanpa adanya teguran atau apapun.

Selain kedua masalah tersebut, masih ada permasalahan yang muncul seperti sistem pelaksanaan “UN” yang terkadang membuat para siswa seperti “Kelinci Percobaan”. Misalnya seperti soal “UN” yang awalnya hanya satu paket, terus mengalami perubahan untuk meminimalisir kecurangan, kemudian menjadi dua paket, lima paket, sampai akhirnya pada “UN” 2013 lalu dibuat menjadi 20 paket, yang itu artinya setiap siswa mengerjakan soal yang berbeda dengan siswa lainnya dalam satu kelas. Meskipun hal ini memberikan dampak positif bagi pelaksanaannya, tetapi sempat menjadi pro-kontra dillingkungan masyarakat kita. Juga ketidakadilan putusan dengan pelaksanaan “UN” yang berlangsung 3-4 hari untuk menentukan tingkat kelulusan siswa yang sudah menempuh masa belajar 3 tahun dengan mengujikan hanya beberapa mata pelajaran inti.

Bahkan yang terbaru, sistem pelaksanaan “UN” sedikit dimodifikasi dengan menggunakan sistem On-line yang “katanya bisa menghemat pegeluaran pemerintah”. Tetapi dengan kurang matangnya persiapan sistem ini, ada saja masalah yang muncul. Seperti baru beberapa sekolah saja yang bisa melakukannya, kurangnya pasokan listrik dan koneksi yang tersambung dalam pelaksanaan, sampai tetap dicetaknya soal “UN” sebagai cadangan apabila masalah tersebut tidak dapat teratasi dengan segera.

Dengan sedikit pembahasan dari beberapa permasalahan yang terjadi dengan si “UN”, harusnya pemerintah lebih mempertimbangkan segala sesuatunya dan tidak cepat mengambil keputusan. Karena pendidikan merupakan hal penting, dan dengan pendidikan generasi penerus bangsa akan membangun negeri. Dan masyarakatnya lebih aktif lagi untuk mengkomentari kebijakan yang dirasa memberatkan. Apabila pemerintahnya saja membuat “rumit” sistem pendidikan di Indonesia, bagaimana masyarakatnya akan maju?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun