Mohon tunggu...
Richie Irawan
Richie Irawan Mohon Tunggu... wiraswasta -

Simple | Single | Son

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Rupiah dan Dajjal

28 Agustus 2013   07:41 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:43 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Harus diperjelas piranti lunak dan piranti
keras daulah mereka di muka bumi ini, yang tidak pernah
disebut-sebut oleh koran dan segala macam media massa.
Ketiga, kita digangguin dan dirongrong dari luar, tapi kita
juga mengganggu dan merongrong diri kita sendiri.

Kita ikut mengizinkan konglomerasi sampai ke titik sangat
optimum, yang hampir sama sekali tidak memungkinkan
penataan kesejahteraan nasional yang adil dan maksimal.
Kemudian di-kemplang dengan tak bisa dielakkannya milik-
milik mereka ke mancanegara.

Untung Tuhan bikin alam negeri ini kaya-raya, termasuk
“kearifan kultur kemiskinannya di antara rakyat”
sedemikian rupa sehingga masih bisa dihindarkan situasi
collapse nasional.

Itu pun sesungguhnya kita masih memiliki sangat-sangat
banyak warisan harta dari tokoh nasionalis zuhud yang
menjadi kekasih pertama bangsa Indonesia. Tanyakan
kepada tetanggamu hal-hal mengenai Dana Ampera (jangan
dijerumuskan oleh istilah “Dana Revolusi” yang memang
dipasang untuk mengelabui pengetahuan dan perhatian
Anda).

Sekurang-kurangnya cari tahu siapa itu yang rampal untune
di sebuah kota kecil di tengah-tengah sana gara-gara
bersumpah seperti “Bilal” di depan Umayyah — tidak akan
bersedia melepaskan warisan yang (sebagian) diamanatkan
ke genggaman tangannya untuk dibagi 60% untuk “penodong resmi”-nya dan hanya 40% untuk rakyat kecil.

Panjang kalau saya teruskan. Tulisan ini saya persingkat.
Paketnya saya tambahi satu lagi saja: bagi orang-orang
yang tidak begitu punya rupiah seperti sampeyan dan saya,
naik turunnya maqam rupiah sebenarnya akan berakibat
mirip-mirip saja. Rupiah naik kita yang menderita. Rupiah
turun ya menderita.

Pokoke bekupon omahe doro, melok Kliwon tambah
sengsoro.

Oleh: Emha Ainun Nadjib
Tulisan ini dipubilkasikan di Harian Jawa Pos, 24 Agustus
1997, dengan tajuk: Analisis “Moneter Ashabul Kahfi”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun