Mohon tunggu...
Richi Dwi Firmansyah
Richi Dwi Firmansyah Mohon Tunggu... Jurnalis - santri dan pelajar

Santri I Pelajar I Penulis I Rider I

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Santri Penolak Kontroversi

23 Oktober 2019   14:29 Diperbarui: 24 Oktober 2019   11:18 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di kondisi yang seperti ini kira-kira cuma santri yang tertinggal dari ke clurutan zaman. Mereka yang tertinggal dari informasi kemajuan zaman. Yang tak tahu apa itu teknologi. Yang terlalu kolot untuk menerima modernitas dan semakin hari semakin menjadi-jadi untuk memperdalam ilmu-ilmu yang istikamah dipelajari.

Ah apalah... masak santri harus ketiggalan seperti itu? Padahal tidak. Diagnosis tersebut ternyata hanya halusinasi belaka. Santri tidak sekolot itu!

Ini bisa dilihat dari film Joker yang baru-baru ini viral. Jangan sampai hanya dengan kehadiran film Joker dengan mudah dapat menghasut anak-anak kecil. Karena belum mencapai umur untuk mulai menonton, katanya. Seperti itu lah perumpamaan yang saya maksud setelah membaca berita tentang kontroversi film Joker.

Sebenarnya yang akan dibahas bukan tentang film Joker. Akan tetapi bagaimana film yang telah diberi rating R dan 17+, masih tetap ditonton oleh anak kecil yang jelas-jelas akan membahayakannya. Kondisi ini yang menggambarkan kaum "ultramodern", yang kurang siap menghadapi modernitas.

Sejauh ini hanya santri yang mampu menyiapkan ancang-ancang untuk menelisik lebih dalam tentang dunia modern, apa itu dunia maya. Karena jauh sebelum dunia maya dicapai kaum modern, santri telah mengenal lebih dalam tentang kemayaan tuhannya, makhluk-makhluk yang gaib, yang memang semestinya ada, dan mereka percayai.

Bagaimana cara santri untuk memandang masa depan dengan modernitas sudah ditanamkan sejak dalam pesantren. Merekalah yang sangat kritis dalam menyikapi hal yang baru. Karena sebenarnya sikap kritis ini juga mereka pelajari di Pondok Pesantren dengan sebuah perdebatan misalnya yang biasa disebut batsul masa'il, perbandingan mazhab, perbandingan atas hukum-hukum baru, dan banyak lagi.

Santri juga mudah menerima sebuah keputusan yang bertentangan dengan argumennya karena menyadari bahwa jawaban yang selalu tepat dan dapat menyelesaikan masalah tidak harus seperti apa yang ia kemukakan. Hal ini lah yang mampu menghindarkan seseorang dari perkara yang sangat maya dan hoaks. Sehingga dapat menghindarkan santri dari salah paham yang menjadi paham yang salah.

Dari situ, sudah banyak persiapan santri di Pondok Pesantren dalam menghadapi dunia modern. Bahkan jauh lebih dari itu mereka juga harus siap mental. Sebagai pewarna dalam kehidupan di masyarakat, yang sebelumnya jauh dari segalanya. Setelah lulus dari Pondok Pesantren, maka santri lah yang menyelesaikan segala kontroversi yang ada. Mereka lah yang lebih matang dalam memberikan sikap dan menghadapi dunia modern ini. Apalagi hanya film fiksi Joker.

#dwifeer

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun