Mohon tunggu...
Richard Patrosza Sinaga
Richard Patrosza Sinaga Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Simple, ikuti aturan permainan game

Hidup seperti GaMe 🎮

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Loyalitas Pancasila dalam Pendidikan dan Menerapkan Nilai Pancasila pada Generasi Milenial

27 Oktober 2019   21:24 Diperbarui: 27 Oktober 2019   21:39 485
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

“Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai dan menghormati jasa pahlawannya” Ir.Soekarno. 

Suatu Negara terbentuk jika memiliki 3 syarat yaitu adanya rakyat, adanya wilayah, dan adanya pemimpin. Negara Indonesia memiliki ke-3 syarat tersebut, serta mempunyai landasan yang kuat dalam negaranya yaitu Pancasila. Pancasila merupakan dasar pondasi Negara Indonesia sebagai memperkokoh kesatuan satu sama lain.

1 Juni 2017 merupakan hari peringatan lahirnya pancasila. Pancasila yang merupakan sumber- dari segala hukum di Indonesia memiliki banyak cerita yang tidak diketahui banyak oleh bangsa Indonesia. Pada dasarnya Pancasila berawal dari sebuah sidang yang bernama Dokuritsu Junbi Cosakai(bahasa Indonesia: “Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan”) pada tanggal 1 Juni 1945.

Pada sidang tersebut Ir Soekarno menyampaikan sebuah pidato. Dalam pidato inilah konsep dan rumusan awal “Pancasila” pertama kali dikemukakan oleh Soekarno sebagai dasar negara Indonesia merdeka. Pidato ini pada awalnya disampaikan oleh Soekarno secara aklamasi tanpa judul dan baru mendapat sebutan “Lahirnya Pancasila” oleh mantan Ketua BPUPK Dr. Radjiman Wedyodiningrat dalam kata pengantar buku yang berisi pidato yang kemudian dibukukan oleh BPUPK tersebut.

Menjelang kekalahan Tentara Kekaisaran Jepang di akhir Perang Pasifik, tentara pendudukan Jepang di Indonesia berusaha menarik dukungan rakyat Indonesia dengan membentuk Dokuritsu Junbi Cosakai (bahasa Indonesia: “Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan” atau BPUPK, yang kemudian menjadi BPUPKI, dengan tambahan “Indonesia”).

Badan ini mengadakan sidangnya yang pertama dari tanggal 29 Mei (yang nantinya selesai tanggal 1 Juni 1945). Rapat dibuka pada tanggal 28 Mei 1945 dan pembahasan dimulai keesokan harinya 29 Mei 1945 dengan tema dasar negara. Rapat pertama ini diadakan di gedung Chuo Sangi In di Jalan Pejambon 6 Jakarta yang kini dikenal dengan sebutan Gedung Pancasila. Pada zaman Belanda, gedung tersebut merupakan gedung Volksraad (bahasa Indonesia: “Perwakilan Rakyat”).

Setelah beberapa hari tidak mendapat titik terang, pada tanggal 1 Juni 1945, Bung Karno mendapat giliran untuk menyampaikan gagasannya tentang dasar negara Indonesia merdeka, yang dinamakannya “Pancasila”. Pidato yang tidak dipersiapkan secara tertulis terlebih dahulu itu diterima secara aklamasi oleh segenap anggota Dokuritsu Junbi Cosakai.

Selanjutnya Dokuritsu Junbi Cosakai membentuk Panitia Kecil untuk merumuskan dan menyusun Undang-Undang Dasar dengan berpedoman pada pidato Bung Karno tersebut. Dibentuklah Panitia Sembilan (terdiri dari Ir. Soekarno, Mohammad Hatta, Mr. AA Maramis, Abikoesno Tjokrosoejoso,Abdul Kahar Muzakir, Agus Salim, Achmad Soebardjo, Wahid Hasjim, dan Mohammad Yamin) yang ditugaskan untuk merumuskan kembali Pancasila sebagai Dasar Negara berdasar pidato yang diucapkan Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945, dan menjadikan dokumen tersebut sebagai teks untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.

Setelah melalui proses persidangan dan lobi-lobi akhirnya rumusan Pancasila hasil penggalian Bung Karno tersebut berhasil dirumuskan untuk dicantumkan dalam Mukadimah Undang-Undang Dasar 1945, yang disahkan dan dinyatakan sah sebagai dasar negara Indonesia merdeka pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh BPUPKI.

Dalam kata pengantar atas dibukukannya pidato tersebut, yang untuk pertama kali terbit pada tahun 1947, mantan Ketua BPUPK Dr. Radjiman Wedyodiningrat menyebut pidato Ir. Soekarno itu berisi “Lahirnya Pancasila”.

Dalam Pendidikan dan Kehidupan bangsa Indonesia peran Pancasila sangat dibutuhkan peran Pancasila didalamnya. Program Wajib Belajar Dua Belas Tahun merupakan satu-satunya program peningkatan pendidikan yang masih bertahan sejak 1984 sampai saat ini, meski telah beberapa kali kabinet dan presiden berganti. Kebijakan pendidikan di luar program wajib belajar pada pendidikan dasar terus mengalami evolusi sesuai jargon "ganti menteri berarti ganti kebijakan".Selain itu, kebijakan bidang pendidikan lainnya di era Orde Baru yang wajib dilaksanakan, baik siswa maupun masyarakat. Dengan tujuan mulia agar nilai-nilai Pancasila yang luhur itu dapat diresapi, kemudian diamalkan.

Selain itu dalam kehidupan diIndonesia peran pancasila sangat dibutuhkan, yaitu Pancasila sebagai dasar mempunyai arti bahwa Pancasila dijadikan sebagai pedoman dan sekaligus landasan dalam penyelenggaraan Negara. Fungsi ini telah diimplementasikan dalam UUD 1945 yang kemudian menjadi sumber tertib hukum di Indonesia. Dalam struktur hukum di Indonesia, UUD 1945 menjadi hukum tertulis tertinggi, yang menaungi peraturan perundang-undangan dibawahnya, seperti undang-undang. Fungsi Pancasila dalam dalam tata hukum di Indonesia menjadi sumber dari segala sumber tertib hukum. Nilai-nilai Pancasila harus menjiwai dalam setiap peraturan perundang-undangan di Indonesia, atau dengan kata lain peraturan perundang-undangan di Indonesia tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.

Pemaparan mengenai sejarah lahirnya pancasila diatas dapat ditemukan dalam dunia pendidikan. Pendidikan yang mengupas secara mendalam mengenai materi muatan sejarah tersebut adalah mata pelajaran PPKn (Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan). PPKn menjadi sebuah mata peajaran yang didalamnya memiliki tujuan agar bangsa Indonesia memiliki sikap pancasila yaitu sikap yang mencerminkan nilai-nilai pancasila.

Adanya mata pelajaran PPKn dalam dunia pendidikan khususnya pada pendidikan formal menjadi sebuah harapan bagi pendidikan di Indonesia, sebab melalui mata pelajaran tersebutlah pemerintah mengharapkan generasi bangsa mampu berkorban demi bangsa, mampu memiliki sikap dan perilaku yang penuh dengan nilai-nilai luhur bangsa. Hal tersebut terbukti dari dikeluarkannya beberapa peraturan yaitu Mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) merupakan sebuah mata pelajaran wajib dipelajari dari jenjang sekolah dasar hingga perguruan tinggi. “Mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) merupakan mata pelajaran yang menunjukan arah tujuan pada moral dan diharapkan dapat terealisasi dikehidupan bermasyarakat setiap hari, yakni tingkah laku yang memperlihatkan Iman serta Taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa (keyakinannya masing-masing), bertingkahlaku kerakyatan dengan selalu mendahulukan kepentingan umum”.

Maka, melalaui dunia pendidikanlah secara utuh nilai-nilai tersebut dapat terbentuk, dan hal tersebut tidak dapat lepas dari kerja keras dari para stakeholder dalam dunia pendidikan seperti guru, kepala sekolah, para staf yang ada disekolah yang menjadi pendorong utama  dalam membangun karakter serta nilai-nilai pancasila tersebut dalam diri siswa.

PEMUDA /I juga merupakan generasi bangsa yang dapat membangun negara serta menjadi perisai di bangsanya sendiri. Pemuda merupakan sekelompok golongan manusia muda yang akan menjadi cikal bakal penerus bangsa di masa depan. Bagaimana bangsa Indonesia ke depan ditentukan oleh pemuda yang mengisi bangsa ini. Jika pemuda-pemuda itu kuat dalam menjaga dan mengawal bangsa, maka akan baik Indonesia ke depannya. Tetapi, jika pemuda-pemuda itu tidak memiliki tekad dan jiwa semangat yang kuat dalam menjaga dan mengawal bangsa, rusak moral dan akhlaknya, pecandu narkoba, maka akan menjadi hancur Indonesia ke depannya. Untuk mencegahnya, Pancasila inilah yang dapat digunakan sebagai benteng dan ideologi dasar pemuda.

Indonesia merupakan Negara hukum yang berbentuk Pancasila, dan Pancasila merupakan sebagai alat perekat bangsa Indonesia. Pancasila juga bukan hanya sekedar sebagai dasar ideologi saja, di dalamnya juga terdapat sosok yang memiliki peranan penting, yakni terutama para pemuda. Pemuda memiliki peranan penting untuk menjaga keutuhan Pancasila.

Pemuda berperan sebagai pilar pondasi bangsa penggerak pembangunan nasional khususnya dalam memastikan Pancasila sebagai satu-satunya ideologi yang cocok dan sesuai dengan kepribadian bangsa yang harus terus dilestarikan. Namun, kenyataannya saat ini pemuda Indonesia semakin diserang oleh gaya hidup yang konsumtif dan hedonis yang ditawarkan kaum liberalisme sebagai pendukung utama fundamentalisme pasar.

Sementara di sisi lain, kaum fundamentalisme agama telah berhasil menculik anak-anak muda Indonesia untuk menjadi pelaku terorisme yang telah menyimpang dari ajaran agama yang benar. Tentu hal ini sangat bertolak belakang dengan isi/ nilai-nilai dari Pancasila. Untuk itu, pemerintah dan pemuda bangsa Indonesia perlu mensosialisasikan dan mengamalkan nilai-nilai Empat Pilar bangsa, yakni Pancasila, UUD 1945, NKRI serta Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan bangsa Indonesia.

Empat pilar inilah yang harus mejadi pegangan pemuda untuk terus mengawal Indonesia agar tidak terbawa arus kaum liberalisme. Tentunya tidak hanya dipegang tanpa diterapkan begitu saja. Tetapi pemuda bangsa harus dapat menerapkan isi dari Empat Pilar bangsa terutama sila-sila dari Pancasila itu sendiri.Contoh hal kecil yang dapat dilakukan para pemuda dan masyarakat dalam menerapkan sila-sila yang terkandung dalam Pancasila dalam kehidupan sehari-hari adalah dengan menjadi pribadi yang adil dan bertanggungjawab, saling membantu dan gotong royong, menjalankan syariat agama dengan baik dan benar, bijaksana dalam mengambil keputusan, dan lain sebagainya.

Melalui kegiatan Mahasiswa, Resimen Mahasiswa (Menwa) sebagai contoh gerakan melindungi NKRI. Hal lain yang dapat dilakukan pemuda adalah dengan mewujudkan nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila yang terdapat dalam Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika untuk diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Menjadikan Empat Pilar bangsa sebagai landasan pergerakan. Agar generasi pemuda selanjutnya dapat mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia dan mampu bergerak ke arah yang lebih baik. Menjadi generasi muda yang mencintai Pancasila selalu mengedepankan nilai moral dan akhlak yang ada dalam Pancasila sebagai pandangan hidup yang memberi petunjuk kehidupan.

Pemuda harus berada di barisan paling depan dan menjadi gugusan utama masyarakat dan bangsa Indonesia yang senantiasa bergotong royong dan bekerja sama memajukan masyarakat, membangun bangsa, memakmurkan NKRI yang berideologi Pancasila berdasarkan konstitusi UUD 1945 dengan etos dan semangat Bhinneka Tunggal Ika.

Memegang obor untuk mencegah paham-paham yang bertentangan dengan Pancasila. Sehingga, masa depan pendidikan dan nasib generasi penerus bangsa Indonesia ke depan tidak berada di jalan yang salah. Jadilah Indonesia yang lebih baik

“PANCASILA merupakan hasil dari satu kesatuan proses yang dimulai dengan rumusan Pancasila 1 Juni 1945 yang dipidatokan Ir Sukarno, piagam Jakarta 22 Juni 1945, dan rumusan final Pancasila 18 Agustus 1945. Adalah jiwa besar para founding fathers, para ulama dan pejuang kemerdekaan dari seluruh pelosok Nusantara sehingga kita bisa membangun kesepakatan bangsa yang mempersatukan kita.” (Presiden Joko Widodo, 1 Juni 2017) .

Bangsa Indonesia dengan segenap potensi yang ada, merupakan bangsa yang besar dan kaya. Memiliki keuntungan demografi, dengan posisi strategis di antara jalur-jalur distribusi barang dan jasa internasional, dan memiliki SDA hayati dan non-hayati yang melimpah serta diberkahi dengan sumber energi yang seakan tak ada habisnya. Tepat apabila dijuluki sebagai the winning region (kawasan pemenang), karena negara ini memiliki segalanya. Kebesaran bangsa Indonesia dengan segala sumber dayanya itu sangat rentan menjadi negara yang hancur dan gagal (failed state). Karena Indonesia pada dasarnya merupakan negara yang memiliki perbedaan dari segala bidang (naturally fragmented). Keanekaragaman baik dari suku, agama, maupun golongan sangat mudah memicu terjadinya disintegrasi bangsa. Belajar dari sejarah dunia, sejak 1991 tercatat 3 negara terpecah oleh konflik yang disebabkan bahasa, ekonomi, dan agama. Hasilnya, 23 negara baru memproklamasikan diri dengan warisan konflik yang berkepanjangan. Sebut saja Yugoslavia, Sudan, dan Uni Soviet. Pengalaman sejarah menunjukkan beberapa kali Indonesia juga pernah diterpa dengan perpecahan antar anak bangsa. Namun, pada akhirnya negara ini mampu untuk bertahan. Kemampuan untuk bertahan dari perpecahan bangsa itu, bukan tanpa sebab. Hal ini disebabkan bangsa Indonesia memiliki alat pemersatu bangsa (national cohesion) yang terbentuk secara alamiah dari nilai-nilai luhur bangsa Indonesia. Lihat saja pada zaman majapahit, Mpu Tantular di dalam Kitab Sutasoma telah menuliskan Bhinneka Tunggal Ika, Tan Hana Dharma Mangrwa yang mengisahkan bahwa pada masa itu tidak ada perselisihan sedikitpun yang disebabkan perbedaan baik agama maupun suku bangsa.

Hal ini bukti bahwa menghormati perbedaan telah diyakini nenek moyang bangsa Indonesia beratus-ratus tahun yang lalu. Sementara itu, di belahan dunia lain, sekelompok manusia masih memperlakukan manusia lainnya sebagai budak yang dipekerjakan secara kasar tanpa upah layak atas dasar perbedaan rasial dan warna kulit semata. Oleh karena itu, sangat disayangkan apabila sejarah kerukunan bangsa Indonesia yang sudah tumbuh beratus-ratus tahun lamanya ini harus dihancurkan oleh kebencian yang disebabkan oleh keserakahan dan perebutan kekuasaan di antara kelompok-kelompok tertentu. Tentunya perpecahan seperti negara-negara itu tidak kita inginkan terjadi di negara yang kita cintai ini. Tanggung jawab ini terletak pada kita semua, terlebih pada bahu dan pundak para generasi muda yang hidup di zaman now khususnya bagi generasi milenial.

Generasi milienial atau generasi Y (teori William Straus dan Neil Howe) yang saat ini berumur antara 18–36 tahun, merupakan generasi di usia produktif. Generasi yang akan memainkan peranan penting dalam kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Keunggulan generasi ini memiliki kreativitas tinggi, penuh percaya diri serta terkoneksi antara satu dengan lainnya. Namun, karena hidup di era yang serba otomatis, generasi ini cenderung menginginkan sesuatu yang serba instan dan sangat gampang dipengaruhi. Hal inilah yang menjadi titik kritis bagi masa depan negara dan bangsa kita. Sungguh merupakan suatu ironi di tengah masifnya perkembangan teknologi komunikasi saat ini, tetapi di sisi lain, ternyata hal itu tidak mampu mendekatkan dan menyatukan anak bangsa. Era komunikasi terbukti memberi jaminan akses dan kecepatan memperoleh informasi. Akan tetapi, acapkali menciptakan jarak serta membuat tidak komunikatif. Bahkan, berujung dengan rusaknya hubungan interpersonal.

Teknologi komunikasi dan informasi telah mengubah perang konvensional menjadi perang modern dengan menggunakan teknologi, media massa, internet (cyber war). Sasarannya jelas yaitu ketahanan ekonomi, pertahanan dan keamanan, budaya, ideologi, lingkungan, politik, karakter, dll. Disadari atau tidak banyak pihak yang sepertinya tidak ingin Indonesia menjadi bangsa yang besar dan hebat. Kita sering menerima gempuran dan pola serangan pintar melalui F-7, food, fashion, film dan fantasi, filosofi, dan finansial. Serangan terhadap filosofi dan finansial ialah hal yang paling mengkhawatirkan. Serangan terhadap filosofi yang paling mengkhawatirkan yang merupakan bentuk perang ideologi dan pikiran agar terjebak pada pola ideologi liberalis, kapitalis, sosialis, dan radikalis.

Untuk membentengi diri dari kehancuran akibat pesatnya perkembangan teknologi dan upaya-upaya memecah bangsa, maka bangsa ini harus kembali kepada Pancasila. Pancasila sebagai falsafah bangsa Indonesia, telah berkembang secara alamiah dari perjalanan panjang sejarah, berisikan pandangan hidup, karakter dan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia. Nilai-nilai luhur yang terkandung di dalam Pancasila itu ialah semangat bersatu, menghormati perbedaan, rela berkorban, pantang menyerah, gotong royong, patriotisme, nasionalisme, optimisme, harga diri, kebersamaan, dan percaya pada diri sendiri. Pancasila harus dijadikan cara hidup (way of life) seluruh anak bangsa dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Pancasila tidak perlu lagi diajarkan secara formal dengan tampilan kaku, tetapi yang terpenting ialah hakikatnya tetap terpelihara dan diamalkan. Dalam melaksanakan langkah-langkah itu, diperlukan sinergisme lintas kelembagaan, untuk bersama-sama mengaktualisasikan Pancasila melalui sistem dan dinamika kekinian. Kampus memegang peranan penting dalam menanamkan nilai-nilai Pancasila kepada generasi milenial sehingga tidak ada indikasi perkembangan paham lain.

Generasi milenial harus berada di depan, memegang obor untuk mencegah paham-paham yang bertentangan dengan Pancasila agar tidak masuk ke dalam kampus sehingga masa depan pendidikan dan nasib generasi penerus bangsa ke depan tidak berada di jalan yang salah. Arah perjalanan bangsa ini berada di tangan generasi milenial, generasi muda yang saat ini tengah membaca tulisan ini, yang akan menerima tongkat estafet pembangunan. Mari jaga, rawat dan peliharalah nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan kita sehari-hari, mengeratkan tangan kita masing -  masing dalam menggapai cita-cita bangsa kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun