Tiga Tahun di Tanah Mandar (8/10/2014 - 8/10/2017)
Hari ini tiga tahun lalu, tepat kali pertama saya dan empat orang teman menginjakkan kaki di tanah Mandar, Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi Barat. Dari 20 orang yang namanya ada pada SK penempatan di Provinsi Sulawesi Barat, kami berlima yang memang lebih dulu selesai mengikuti diklat pembentukan auditor pertama berangkat ke Mamuju.
Ada rasa kaget saat pesawat garuda jenis ATR pada saat itu mendarat di Mamuju. Saya perhatikan sekeliling landasan pacu pesawat sangat jauh berbeda dengan landasan pacu bandara Kualanamu di Deliserdang, Sumatera Utara. Bangunan bandara yang lebih kurang berukuran 30 X 15 m. Wajar memang karena tidak setiap jam ada pesawat yang berangkat maupun mendarat. Hanya ada dua kali jadwal penerbangan setiap hari, baik berangkat dari dan tiba di Mamuju yang dilayani oleh maskapai garuda dan wings.
Bertolak dari bandara Tampa Padang kami dijemput oleh Mas Imam menuju kantor yang berada di ibukota Kabupaten Mamuju dengan waktu tempuh perjalanan normal kira2 40 menit. Â Kami menikmati jalanan yang meliuk-liuk dengan pemandangan laut dan perbukitan. Sekilas mirip jalan lintas Bandar Baru Berastagi di Sumatera Utara. Â Pantas saja senior-senior di Kantor Pusat sebelum kami berangkat menyampaikan kalau Mamuju itu singkatan dari Maju Mundur Jurang.
Setibanya di pintu gerbang kota Mamuju rekan yang menjemput kami pun berkata, "inilah Mamuju, Ibu Kota Provinsi yang masih tergolong sepi". Benar memang, masih cukup sepi untuk ukuran ibu kota Provinsi. Bahkan indomaret dan sejenisnya pun blm ada waktu kami tiba tiga tahun yang lalu. Satu tahun kemudian baru buka satu per satu. Kalau dicari contoh Kota yang mirip di Sumatera Utara dari segi keramaiannya, mungkin mirip dengan Sei Rampah lah dengan fasilitas pendukungnya.
Teman-teman di perwakilan Sulawesi Barat kalau ditanya berapa lama di Mamuju, jawabnya "sudah" satu bulan, bukan "baru" satu bulan. Satu bulan rasanya sudah sangat lama mungkin bagi mereka dengan kondisi Mamuju ini. Setiap ada SK mutasi, semuanya pada heboh apakah ada nama kami di SK itu. Berharap dapat SK pulang kampung maupun SK ikut suami atau ikut istri.
Saya yang berasal dari Pamatang Raya Kabupaten Simalungun bisa menikmati suasana di Mamuju ini, karena kondisinya tidak jauh berbeda dengan tanah kelahiran saya itu. Jauh dari kebisingan kota juga kemacetan dan polusi udaranya. Bagi saya tidak persoalan dimana pun kita ditempatkan di wilayah Nusantara ini sepanjang masih diberi kepercayaan. Berusaha terus memberikan kontribusi dengan segala daya dan potensi yang kita miliki untuk daerah dimana kita tinggal dan mencari rejeki.
Hari ini genap sudah tiga tahun di tanah Mandar ini. 8 Oktober 2014 saya berangkat kemari seorang diri, menyusul 31 Juli 2016 saya ajak Mama Christian Richter Saragih, Nesry Oderista Damanik mendampingi saya di Mamuju. Sekarang kebahagian kami pun bertambah, kami sudah bertiga disini dengan lahirnya buah kasih kami Christian yg juga lahir di Mamuju.
Setiap orang merindukan kembali ke tanah kelahirannya, saya pun demikian. Ada harapan suatu saat nanti kembali ke Simalungun berkontribusi ikut serta memajukan Simalungun dengan potensi yang saya miliki.
Tiga tahun sudah di Mamuju rasanya masih baru sekali. Tidak ada memang yang terasa lama dan sulit kalau kita bisa menikmati perjalanannya, baik suka dan dukanya, menjalaninya dengan rasa syukur pada Tuhan, tulus dan penuh cinta kasih. Tuhan telah merencanakan dan menyiapkan segala sesuatunya dengan sempurna, karena tidak ada satu pun yang kebetulan di dunia ini. Sisanya kitalah yang berusaha.
Mamuju, 8 Oktober 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H